One Night Accident

SHOK



SHOK

0Enjoy reading.     
0

****     

Daniel mendekati Marco dengan tergesa sedangkan Marco langsung membuang muka begitu melihat Daniel menatapnya penuh pengharapan. Dia tak sanggup mengatakan apa pun pada Daniel sehingga dia memilih diam tanpa mengucapkan apa pun.     

Jovan yang baru saja siuman langsung melihat siapa yang menggendongnya dan tersenyum begitu melihat wajah Marco. "Paman ... Jovan kangen. Untung paman sudah di sini." Joven tersenyum lebar.     

"Paman ... akan membawaku bertemu Mom 'kan?" tanya Jovan polos.     

Marco hanya mengangguk sambil menahan sesak di dadanya.     

"Paman yang bersama kami itu jahat. Aku dan Javier ingin ketemu Mom, tapi mereka melarang. Nanti kalau ketemu Mom aku akan bilang agar paman itu tidak bolah dekat-dekat lagi. Benarkan Javier?" tanya Jovan pada kakaknya.     

Jovan mengernyit heran ketika Javier hanya diam saja. Marco semakin salah tingkah dan merasa ada yang meremas hatinya.     

"Javier ... kenapa kamu diam? Bangun Javier! Biasanya kau mengganggu tidurku jadi sekarang cepat bangun kamu tak lihat paman Marco capek menggendong kita berdua," ucap Jovan seraya mengguncang tubuh kakaknya. Tapi Javier tetap diam saja membuat Marco tak tahan melihatnya.     

"Marco ...," panggil Daniel begitu berada tepat di depan Marco dengan terengah-engah. Marco semakin menunduk tak berani memandang kakaknya sama sekali.     

Ketika Jovan mendengar suara Daniel di belakangnya Jovan langsung berbalik. "Daddy...." Jovan meminta turun dari gendongan Marco dan memeluk Daddy-nya. Daniel berjongkok menyambut anaknya lalu menggendong Jovan dan berdiri lagi. Tapi pandangan tajamnya tak bergerak sedikit pun dari Marco dan Javier.     

"Daddy ... aku kangen ... Mom di mana?" tanya Jovan.     

Daniel mengelus punggung Jovan lembut pertanda dia juga merindukannya. "Mom akan segera datang," jawab Daniel masih menunggu Marco mengucapkan sesuatu.     

"Javier masih tidur, padahal biasanya dia yang paling cepat bangun," kata Jovan dengan polos. Belum menyadari apa yang sudah terjadi pada saudaranya.     

Daniel terus memandang Marco dan semakin mengeratkan pelukannya pada Jovan. "Marco, berikan Javier padaku." Daniel merentangkan sebelah tangannya ke arah Marco. Tetapi bukan memberikan Javier pada Daniel justru Marco malah menggeleng dan mengeratkan pelukannya pada Javier seolah enggan berpisah.     

"Marco. Berikan! Aku ingin memeluk Javier!" Daniel berujar lebih tegas.     

Marco tak kunjung menyerahkan Javier pada Daniel. Ia bahkan melangkah mundur dan menggeleng lagi.     

"Jhonatan!" teriak Daniel kesal.     

Marco menunduk lagi saat mendapat bentakan dari Daniel, dia tak sanggup menghadapi kemarahannya.     

"Javier baik-baik saja kan? Dia hanya sedang tidur. Benar kan?" Daniel semakin maju mendekati Marco.     

Marco memilih semakin mundur. "Maaf ... ini semua salahku."     

Daniel berhenti mendekat. "Jangan katakan. Kalau rekaman tadi benar terjadi. Jangan katakan kalau Javier--" suara Daniel mulai bergetar dia tak mampu mengucapkan kata setelahnya. Namun ... Daniel lalu mengamati tubuh Marco dan Javier yang terlihat berwarna merah seperti terkena darah segar.     

"Katakan itu bohong, Jho ..." Daniel menyerahkan Jovan pada anak buahnya tanpa mengalihkan tatapannya pada Marco. Lalu dengan cepat merebut Javier dari gendongan Marco.     

Mata Daniel membelalak lebar ketika benar-benar melihat dada anaknya tertembus peluru, wajahnya pucat pasi karena shock. Daniel tidak menyangkan bahwa rekaman tadi memang nyata.     

Javier benar-benar tertembak. Bahkan Daniel bisa merasakan suhu tubuh Javier yang mulai dingin dan berwarna putih pucat dengan darah menyebar di seluruh bagian depan tubuhnya.     

Keadaan ini sama seperti keadaan Jhonatan dua puluh dua tahun yang lalu.     

Tiba-tiba Daniel merasa Déja Vu. Semua memori mengerikan berputar di otaknya. Bayangan Jhonathan berlumuran darah dan keluarga yang seperti menyalahkannya serta pandangan orang-orang yang menghinanya semua campur aduk menghantuinya.     

Daniel terduduk lemas. Dipeluknya Javier dengan erat.     

Lagi-lagi dia gagl melindungi orang-orang yang dia sayangi.     

Daniel hanya terduduk diam dan kaku, tidak ada jeritan putus asa, tak ada air mata kesakitan yang keluar dari mata Daniel. Hanya ada pandangan kosong. Daniel ... tidak bisa merasakan apa pun saking shok.     

Membuat Marco tau kakaknya sedang menghadapi traumanya lagi. Apalagi kali ini justru terjadi di depan kedua matanya dan menimpa anak pertamanya.     

"Maafkan aku. Maafkan aku." Marco ikut duduk dan memeluk Kakaknya. Berusaha menguatkan Daniel agar tidak terpuruk.     

Daniel masih diam. Ia benar-benar mati rasa. Semua suara, gerakan atau kejadian apa pun di sekitarnya sudah tak satu pun bisa membawanya pada kenyataan pahit yang harus dia alami berulang kali.     

Daniel memeluk Javier semakin erat, seolah takut akan ada orang yang memisahkan dia dari anaknya. Daniel masih ingat saat Jhonatan di bawa pergi tanpa alasan apa pun. Bahkan Daniel tidak boleh melihat atau sekedar mengunjungi makamnya.     

Javier tidak boleh pergi, dia akan selalu bersamanya. Javier ... pasti baik-baik saja.     

Marco melepas pelukannya dan memegang pundak Daniel. " Daniel ... ayo bawa Javier ke Cavendish. Mom pasti bisa menyelamatkannya seperti ia menyelamatkanku dulu."     

Daniel tetap diam. Membuat Marco semakin takut karena tidak ada reaksi dari kakaknya itu. Daniel 100 kali lipat terlihat lebih menakutkan saat diam dibandingkan saat ia sedang mengamuk.     

"Daniel ...."     

"Jangan sentuh anakku!" bentak Daniel tiba-tiba dengan tatapan tajam saat Marco ingin mengambil alih Javier dari tangannya.     

"Daniel ... dengarkan aku, kita harus segera bawa Javier ke Cavendish sebelum terlambat. Percayalah ... Mom akan bisa mengobatinya. Lihat ... mom mengobatiku dan aku sembuh." Marco berusaha membujuk.     

"Javier tidak butuh obat. Dia baik-baik saja, dia hanya butuh aku dan Ai. Setelah melihat Ai pasti dia akan segera bangun," ucap Daniel masih tidak mau menyerahkan anaknya.     

Tetapi sejenak kemuadia dirinya seolah tertampar oleh perkataannya sendiri.     

"Ai? Aku harus mencari Ai." Daniel seolah baru ingat bahwa masih ada Ai yang membutuhkannya.     

"Ai, aku harus menyelamatkannya." kata Daniel mengingat tujuannya. Di pandanginya wajah Javier yang tampan tapi pucat dengan mata tertutup.     

"Daddy akan membalasnya sayang. Daddy janji, siapa pun yang membuatmu terluka, Daddy akan membalasnya berkali-kali lipat," gumam Daniel lalu menciumi seluruh wajah Javier sebelum menyerahkan pada Marco.     

"Lakukanlah ... lakukan apa pun yang perlu dilakukan untuk menyelamatkannya, Aku percaya padamu. Sedangkan aku masih ada urusan di sini!" Daniel berpesan pada Marco.     

"Javier pasti akan aku selamatkan." Marco berjanji.     

Daniel berbalik dan seketika Marco menelan ludahnya ngeri ketika hawa dingin menguar dari tubuh Daniel seolah membekukan mereka yang berada di dekatnya.     

Marco juga bisa melihat aura membunuh yang memancar kuat dari tubuh kakanya saat Daniel melangkah dengan mantap menuju tempat Pete dan Petter berada.     

Semua anak buahnya menyingkir tanpa berani mendekat kearahnya karena mereka tau ada kemarahan yang sebentar lagi meledak.     

"Kita kembali, dan segera siapkan pesawat tercepat menuju Cavendish," perintah Marco setelah Daniel tak terlihat lagi.     

Marco masuk ke dalam mobil dan segera melajukan kendaraan itu secepat mungkin, karena dia tahu semakin cepat sampai kemungkinan Javier bisa hidup lagi semakin besar.     

Sebelum seluruh pembuluh darah Javier membeku Marco harus sudah tiba di Cavendish.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.