One Night Accident

KAKAK



KAKAK

0Enjoy Reading.     
0

Warning.     

Adegan kekerasan.     

****     

"Pete ... aku perintahkan kau untuk melepaskanku." Pauline berteriak ketika Pete menyeretnya seperti binatang yang akan segera di sembelih.     

Bruakhhh.     

Pete melempar Pauline hingga menabrak sebuah lemari, lalu Pete mengunci pintu kamar itu karena ingin menikmati kesenangan tanpa gangguan siapa pun.     

Pauline yang sudah babak belur akibat perbuatan Daniel hanya bisa mengumpat ketika merasa punggungnya menghantam lemari dengan keras, seolah-olah tulang-tulangnya akan hancur. Pauline menarik napas berusaha mengontrol diri lalu mengumpulkan sisa kekuatannya agar bisa berdiri.     

"Wow ... ternyata kakakku memang hebat. Setelah dihajar sedemikian rupa ternyata kamu masih sanggup berdiri," cemooh Pete.     

Pauline menatap Pete dengan tajam, berusaha mengendalikannya seperti sebelumnya. "Sekarang juga bawa aku ke rumah sakit," perintahnya.     

Pete mengangkat sebelah alisnya dan dengan santai memutar-mutar pisau lipat di tangannya. "Kenapa aku harus melakukannya saat aku bahkan bisa mengoprasi dirimu seorang diri."     

"Pete ... aku tidak main-main. Aku kesakitan, buka pintunya." Pauline memicingkan matanya tidak suka ketika Pete membantah.     

"Berusaha menghipnotisku kakak? Sayang sekali ... Petter sudah mengantisipasi dan memblokir otakku dari sugesti apa pun. Aku sarankan berhenti menggunakan kekuatan otakmu yang sudah terkuras itu untuk mempengaruhiku. Karena hasilnya sama dengan percuma." Pete menyeringai senang.     

"Ap-a-apa? Tidak mungkin! Petter tidak mampu melakukannya." Pauline sekarang benar-benar panik karena hipnotisnya tidak lagi berpengaruh pada Pete.     

"Kalau begitu, silahkan buktikan." Pete menghampiri Pauline dengan wajah psyco mode on.     

Pauline baru akan berkonsentrasi menghipnotis Pete ketika tubuhnya tiba-tiba sudah terlempar kembali dengan dada yang sesak karena telungkup di lantai. Belum sempat dia menarik napas Pauline menjerit dengan kencang ketika Pete menarik sebelah kakinya dan memukulnya dengan sebuah benda tumpul yang ternyata tongkat stainlis untuk menggantung baju, Pauline bahkan tidak tahu sejak kapan tongkat itu ada di tangan adiknya itu yang Pauline tahu begitu benda itu memukul kakinya terdengar suara retakan dari tulang yang di pukul dan di tahan ke lantai dalam posisi menekuk.     

"Pete ... lepaskan aku." Pauline berteriak kesakitan karena Pete malah menginjak kakinya yang sudah cidera dan kini kedua tangannya mengambil kaki Pauline dan memutarnya hingga tulangnya benar-benar hancur dan menyebabkan telapak kakinya berputar 180 derajat.     

"Aaaaa ... lepaskan ... Pete ... Aaaaa." Pauline berusaha memberontak namun tubuhnya sudah dikunci hingga seluruh perlawanannya menjadi sia-sia.     

Pete yang melihat Pauline masih terus berusaha melawan jadi semakin semangat. Dengan bahagia dia mulai mengeluarkan pisaunya.     

"Jangannnn ... Aaaaaa ... jangan lakukan itu ... Aaaaaa .... iblis ... setannnnnn!" Pauline melotot dan terus menjerit ketika melihat Pete mulai mengiris daging di kakinya tipis-tipis menyerupai irisan keripik. Kaki yang sebelah tulangnya sudah hancur sedang yang satu lagi seolah diperlakukan seperti hidangan segar di restoran seafood.     

Suara Pauline sudah serak, Wajahnya membiru dan bibirnya pucat karena darah yang terus menerus keluar dari tubuhnya. Apalagi saat ini Pete sudah membuatnya terlentang dengan kedua telapak tangan yang di tusuk hingga menembus lantai di bawahnya. Seolah-olah itu pasak agar Pauline tidak bisa kabur.     

Dukk ... Jderrrr ... Duakkkk.     

Tiba-tiba terdengar gedoran di pintu membuat Pete menoleh tidak suka. Siapa yang berani mengganggu kesenangannya.     

"Pete ... apa yang kamu lakukan pada Pauline ...." Suara Paul membahana.     

Mendengar suara saudara kembarnya Pauline hampir menangis bahagia. Dia tahu sejahat-jahatnya Pauline, Paul tidak akan membiarkan orang lain menyakitinya.     

"Paul ... tolong aku ...!" Pauline sudah putus asa dan kini hanya Paul satu-satunya harapan agar dia tetap hidup.     

Mendengar Pauline meminta bantuan membuat Pete kesal, dengan satu pukulan keras dia memukul ulu hati Pauline hingga dia memuntahkan darah segar dan terbatuk-batuk kesusahan bernapas.     

Suara gebrakan tendangan dan teriakan paul di luar kamar tidak dihiraukan Pete, Karena suara teriakan Pauline lebih menyenangkan untuk didengar.     

"Pete buka pintunya!" Paul berteriak terus menerus.     

"Pete ... jangan sembrono. Kita bisa menghukumnya dengan cara lain."     

"Pete ... dengarkan aku ... Pauline itu masih kakakmu, jangan membunuhnya!"     

Bruakkk ... Bruakkk ... Bruakkk.     

Paul berusaha mendobrak pintu di depannya.     

Pete memandang Pauline yang sudah penuh darah karena dia sengaja hanya menyayat-nyayat kecil setiap tubuhnya sehingga dia akan membuat Pauline mati perlahan kehabisan Darah.     

"Pe ... te ... ak ... uhukkk ... ku ... mohon ... Uhukk ... ma ... afkan ... uhukk ... aku." Pauline bicara tersengal-sengal selain karena tubuhnya penuh luka, kini setelah memukulnya dengan keras Pete juga sedang menginjak dadanya agar Pauline semakin sesak napas.     

Pete memiringkan wajahnya memperhatikan si penghianat yang mengaku sebagai kakak dan saudara di bawahnya ini.     

"Maaf? Setelah apa yang kamu lakukan pada jojo?"     

"Maaf? Setelah apa yang kamu lakukan pada Ai?"     

"Atau, aku harus memaafkanmu karena sudah memperbudakku selama puluhan tahun?"     

Pete menjilat darah di pisaunya dengan tatapan bengis.     

"Semuanya tak termaafkan." Pete tersenyum miring dan     

mengangkat pisaunya lagi.     

Bruakkkkk.     

"Pete stop!" Paul yang berhasil mendobrak pintu berusaha     

menghentikan Pete.     

Pete berbalik dan memandang paul tajam. "Kau menggangguku."     

"Pete, dia kakakmu, setidaknya biarkan dia hidup, aku akan pastikan dia berada di penjara untuk seumur hidupnya," bujuk Paul.     

"Untuk apa? Agar kamu semakin terobsesi padanya, karena orang yang kamu cintai tidak jadi mati?" Tanya Pete.     

"Kamu bicara apa?" Tanya Paul memucat.     

"Kamu menjauhiku sejak sadar kamu mencintainya, kamu tidak mau saudaramu yang lain tahu makanya kamu menyibukkan diri dengan SS di Perancis, kamu ingin melupakannya, tapi tidak bisa, kamu terbutakan rasa cintamu kepadanya makanya kamu tetap ingin membahagiakannya dan melindunginya, walau kamu tahu dia penghianat kamu tetap menutup matamu karena tidak mau kehilangan dia." Pete membongkar rahasia paul.     

Paul seketika pucat pasi, dia tidak tahu bahwa adiknya menyadari cintanya pada Pauline selama ini.     

"Pete ... please!" Paul memohon dengan wajah memelas.     

Pete berbalik memandang Pauline yang sudah dia patahkan     

tangan dan kakinya sehingga tidak bisa bergerak kemana-mana.     

"Kamu ingin aku ampuni kakak?" Tanya Pete pada Pauline.     

Pauline mengangguk lemah.     

Pete tersenyum.     

Jlebbbbb ... Crarrrrrzz.     

Darah muncrat mengenai wajah Pete ketika dia menghujam pisaunya tepat di jantung sang kakak, dia bisa melihat mata Pauline yang mendelik terkejut, suara teriakan sekaratnya dan aroma darah seketika memenuhi ruangan itu.     

"Aaaakkkk!"     

Pete mencabut pisaunya dan darah langsung mengucur deras ke seluruh lantai, tubuh pauline kejang-kejang karena meregang nyawa.     

Paul menatap shok dan tubuhnya langsung merosot kelantai begitu melihat Pete benar-benar menancapkan belati di jantung wanita yang dia cintai sedari lahir. Wanita yang terlarang untuk dia miliki. Sekaligus wanita yang tidak bisa dia sakiti walau apa yang sudah dia lakukan.     

Paul menunduk dengar air mata penyesalan, dia menangisi kematian saudara kembar serta satu-satunya wanita yang dicintainya.     

"Bagiku, penghianat tetaplah penghianat, tidak ada ampun untuk itu."     

Pete mengusap darah dari wajahnya dan meninggalkan mayat pauline di sana, serta Paul yang masih terus meratapinya.     

Melihat Pete pergi Paul menghampiri Pauline yang mengenaskan. "Kenapa ... kenapa kamu lakukan semua ini?"     

"Aku sudah berusaha melindungimu dari semua bahaya, aku sudah berusaha mencegahmu dari semua yang menggelapkan mata. Kenapa kamu keras kepala?"     

"Lihat ... apa yang terjadi padamu sekarang?" Paul memeluk tubuh Pauline dan kembali menangis tak berdaya. Semua usahanya sia-sia. Karena wanita yang berusaha dia lindungi sekarang sudah tiada.     

Pete tidak mau melihat kebelakang, Pete juga tidak mau melihat wajah Pauline apalagi datang ke makamnya jika nanti dia dikuburkan. Pete sudah memutuskan hubungan dengan Pauline sejak dia sadar Pauline yang membuatnya menghabisi Jojo puluhan tahun yang lalu. Hal yang benar-benar tidak bisa dimaafkan.     

Dengan wajah kaku Pete memasuki mobil dan merebahkan kepala di kemudi.     

Setelah semua kekacauan yang terjadi, tubuhnya sekarang baru terasa sakit. Bukan ... bukan hanya tubuhnya. Dadanya juga terasa sakit dan sesak.     

Pete mencengkram kemudi dengan erat.     

"Selamat tinggal kakak," kata Pete dan satu air mata jatuh ke wajahnya.     

Walau Pete puas telah menyingkirkan penghianat keluarga, namun di hati kecilnya tetap ada rasa sedih karena kehilangan saudara.     

Darah tetap lebih kental dari pada air.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.