One Night Accident

JEAN



JEAN

0Enjoy Reading.     
0

****     

Ai sangat merasa lelah, dia hanya ingin tidur dan beristirahat. Tapi suara-suara yang berdengung dan terus memanggil namanya membuatnya tidur dengan tidak tenang. Perlahan, dia membuka mata dan menyadari dia mendengar suara kicau burung dengan langit biru yang indah.     

Ai duduk dan baru menyadari dia berada di sebuah pantai. Pantau yang snagat indah dengan air laut jernih dan pohon kelapa meneduhkan.     

Lalu pandangan mata Si terpaku pada seorang gadis kecil yang bermain pasir sendirian. Ai ingin bertanya dan menghampiri gadis kecil itu karena khawatir anak itu terpisah dari orangtuanya. Tetapi tubuh Ai terasa sangat berat dan tiba-tiba matanya terpejam dan akhirnya dia tertidur kembali.     

Ai membuka mata untuk kedua kalinya. Dan ketika dia melihat sekelilingnya dia sadar bahwa kini dia berada di taman Cavendish.     

lagi-lagi Ai melihat gadis kecil itu. Bukankah dia gadis kecil yang ada di pantai? Kenapa gadis itu bisa ada di istana Cavendish?     

Belum hilang rasa heran dibenaknya. Tiba-tiba Ai melihat salah satu anak lelakinya menghampiri gadis kecil itu. Javier menyapa dan menemaninya seolah mereka sangat akrab.     

Javier dan garis itu terlihat bercanda dan tertawa bahagia.     

Ai ingin bergabung dengan mereka, namun ... lagi-lagi tubuhnya tidak bisa digerakkan dan kegelapan menenggelamkannya.     

Kali ini Ai terbangun karena mendengar suara tangisan. Sekali lagi Ai melihat gadis kecil yang sama. Namun kali ini nnampak seorang gadis kecil itu memelk Javier dan menangis sedih. Entah apa yang dikatakan Javier pada gadis kecil itu, tapi tak lama kemudian Javier tersenyum dan melepas pelukannya lalu meninggalkan gadis kecil itu sendirian.     

Ai merasa kasihan dan ingin menasehati Javier agar mau main dengan garis kecil itu sebentar lagi.     

Sayangnya di ujung jalan ternyata ada Jovan yang menyambut kedatangan Javier. Di sana Jovan terlihat tersenyum bahagia sedangkan sang gadis kecil hanya menangis terisak terlihat kesepian.     

Setelah Javier dan Jovan pergi, gadis kecil itu memandang Ai dengan sendu.     

Melihat tatapan mata yang jernih tapi penuh kesedihan membuat Ai merasa jantungnya berdegub sangat kencang. Apalagi ketika gadis itu memperlihatkan seluruh wajahnya. Ai kembali terkejut karena wajah gadis kecil itu begitu mirip dengannya ketika dia masih kecil.     

Ai baru akan menyapa dan menghiburnya saat semuanya kembali gelap.     

Ai tidak tahu berapa lama dia tertidur kaki ini. Namun suara itu benar-benar mengganggu ketenangannya.     

"Mommy … Mommy …," panggilnya.     

Ai membuka mata lagi dan di depannya ada gadis kecil yang memandangnya dengan senyum lebar. Bukankah dia garis yang menangis karena ditinggalkan oleh Javier.     

"Mommy … ayo temani aku main," kata bocah kecil itu menarik tangan Ai dan membawanya kembali ke pantai.     

Ai merasa heran karena sebelumnya Ai selalu berusaha mendekati anak kecil itu tapi seperti ada sesuatu yang menghalanginya. Namun ... kali ini gadis kecil itu bahkan bisa menyentuh dan memegang tangannya.     

"Siapa namamu, Nak?" tanya Ai.     

"Jeanice, bagus tidak? Kak Javier yang memberiku nama itu," balasnya.     

"Javier?" tanya Ai.     

"Iya, kak Javier bilang Mommy dan Daddy akan memberi nama Jean, kalau memiliki anak perempuan. Karena aku adalah anak perempuanmu walau hanya dua bulan. Kak Javier berkata aku berhak atas nama itu."     

Ai mengeryit dan menatap gadis kecil di depannya dengan perasaan heran. Anak perempuannya? Kapan Ai punya anak perempuan?     

Lalu seolah ingatan menghampirinya. Ai memandang perutnya yang datar. Apakah dia sudah melahirkan? Tapi ... anaknya sudah diaborsi oleh Pauline. Bagaimana bisa?     

Ai menatap anak kecil itu dengan wajah penuh tanda tanya." Jadi kamu adalah putriku?" tanya Ai bingung.     

Jeanice tersenyum dan mengangguk.     

Ai tidak tahu tapi entah kenapa dia langsung percaya bahwa gadis kecil itu adalah anak perempuan yang sudah dikandung olehnya.     

Ai menangis bahagia karena ternyata bisa bertemu putrinya, dia ingin memeluk Jean, tapi ada sesuatu yang menariknya hingga kegelapan menyelimutinya lagi.     

"Mommy … Wakeup …" bisik sebuah suara. Ai membuka mata dan Jeanice berada dihadapannya. Dia tersenyum langsung memeluk Jeanice.     

"Maafkan Mommy, karena enggak bisa menjaga kamu," ucap Ai terharu karena pada akhirnya bisa merasakan pelukan anak perempuan.     

Jeanice tersenyum lebar. " Aku enggak apa-apa Mom, semua ini sudah takdir, bukan salah Mommy," balas Jeanice.     

"Mommy sayang sama Jeanice," ucap Ai.     

"Aku juga sayang Mommy, Daddy, kak Javier dan kak Jovan walau hanya sedikit."     

"Kenapa, untuk kak Jovan hanya sedikit?" tanya Ai heran.     

"Karena dia ajak kak Javier pergi, padahal aku masih ingin main dengannya," jawab Jeanice cemberut.     

Ai memandang Jeanice sambil tertawa. "Sekarang 'kan ada Mommy yang menemanimu," hibur Ai.     

Mendengar itu bukannya senang, Jeanice malah terlihat sendu dan perlahan mengusap pipi Ai tidak lama kemudian Ai merasa kegelapan kembali menyelimutinya.     

Hari berikutya Ai terbangun dengan ceria karena Jeanice sudah menyambutnya begitu dia membuka mata. Ai senang karena bisa selalu menemani Jean. Mereka bermain dan melakukan kegiatan wanita. Menguncir, memberi pita, memakaikan baju bagus. Impian Ai memanjakan seorang anak perempuan akhirnya terlaksana.     

Namun setelah hari-hari yang penuh kebahagiaan itu tiba-tiba pagi ini Si bangun dan Jeanice tidak ada. Ai pikir Jean bermain sendirian. Namun ... setelah Ai mencari ke semua tempat Jean tidak ditemukan di manapun. Ai panik, sedih dan khawatir karena anak perempuannya hilang.     

Ai mencari dan terus mencari hingga kelelahan dan akhirnya tertidur tanpa sadar.     

Setiap kali bangun yang dilakukan Ai pertama kali adalah mencari Jean. Namun ... tetap saja anaknya raib tanpa bisa diketahui keberadaannya.     

Ai sedih dan frustasi.     

Hingga suatu hari Ai membuka mata lagi. Namun kali ini dia tidak berada di pantai seperti sebelum-sebelumnya. Ai merass seperti berada di sebuah laboratorium bawah tanah yang ada di Kerajaan Cavendish. Bahkan Ai bisa melihat berbagai hasil percobaan.     

Semakin lama A di sana, semakin banyak yang dia lihat dan dia menemukan sebuah lorong dengan hasil penelitian yang tampak mengerikan.     

Ada banyak tabung dengan tubuh manusia di dalamnya, ada yang dengan bagian tubuh lengkap, hanya berupa potongan tubuh manusia bahkan ada yang masih berupa bayi dan berupa jantung atau paru-paru.     

"Mommy … Mommy …! Help me!"     

Ai seperti mendengar suara Jeanice memanggilnya. Dengan semangat, dia mencari setiap sudut berharap menemukan putrinya. Berjalan menyusuri tiap lorong, lalu melihat Jeanice berada dalam sebuah tabung dengan berlinang air mata.     

Ai ingin menggapai dan mengeluarkan putrinya agar tidak ketakutan tapi ... Tiba-tiba terdengar suara tawa seorang wanita. Di sanalah Bibi Pauline berada di belakang putrinya, dia menarik pinggang Jeanice dan membuat Ai panik seketika.     

"Kau menginginkan anakmu?" tanya Pauline.     

"Bibi, aku mohon kembalikan Jeanice," bujuk Ai.     

Pauline menyeringai kejam. "Aku mengembalikannya? tidak mungkin! Ini adalah hukumanmu karena menghancurkan rencanaku menguasai Kerajaan Cavendish."     

"Bibi kumohon, berikan putriku," tangis Ai sambil berlutut.     

"Kau ingin putrimu? Carilah sendiri. Kalau dia selamat? Dia akan menjadi bencana untukmu," kata Pauline lalu membawa pergi Jenice yang meronta-ronta.     

"Tidak! Bibi ... Kembalikan Jeannn!" Ai berteriak panik.     

"Mommyyy …! Tolong Jeannn! Kembalilah pada Daddy dan selamatkan aku!" teriak tubuh kecil yang semakin menghilang.     

Ai terus berteriak memanggil dan berlari mengejar Pauline, tapi semakin lama bayangan Pauline dan Jean semakin menjauh dan hilang.     

Ai panik dia tidak mau kehilangan putrinya. Dalam keadaan putus asa. Ai mengingat Daniel.     

Daniel pasti akan menolong putrinya. Ya ... hanya Daniel yang bisa menyelamatkan Jean.     

Ai lalu mencari dan mencari. Berteriak memanggil nama suaminya berharap teriakannya akan didengar suaminya.     

Sekian lama Ai berteriak hingga tenggorokannya terasa sakit tapi Daniel tidak muncul. Tubuh Ai merosot ke tanah dan menangis sesenggukan karena tidak mendapat pertolongan.     

Hari-harinya hanya dihabiskan dengan menangis dan menangis. Hingga sayup-sayup ada suara lemah yang memanggilnya.     

"Tweety ... aku mohon bangunlah."     

Ai menoleh mencari-cari suara itu.     

"Ai ... aku mencintaimu. Jangan tinggalkan aku." Suara itu terdengar penuh kesedihan.     

"Daniel?" Ai yakin itu adalah suara Daniel. Ai berusaha mengikuti arah suara itu. Namun semakin dekat suara itu terdengar Ai merasa tubuhnya terasa semakin sakit.     

Ai ingin menyerah dan menjauh tapi ketika mengingat Jean dibawa oleh Pauline. Ai melawan rasa sakitnya dan berlari menghampiri suara Daniel berada.     

Rasa sakit tak terkira menghampiri tubuhnya hingga akhirnya dia tidak kuat dan jatuh pingsan.     

Ai mengerang dan bisa merasakan tubuhnya kaku tak terkira, seolah-olah dia sudah berada di posisi itu dalam jangka waktu yang sangat lama. Lalu sekuat tenaga Ai membuka matanya walau masih terasa berat. Dia mengeryit ketika merasa silau dan baru beberapa saat kemudian dia menyadari bahwa dia sedang berada di     

ruangan yang berwarna serba putih tanpa ada apa pun di dalamnya.     

Ai berusaha menggerakkan seluruh anggota tubuhnya tapi tidak bisa. Hanya terbaring kaku dan menangisi kepergian putrinya dan tertidur lagi.     

Saat Ai membuka mata dan teringat Jeanice, kembali menangis dan selalu teringat kata Jeanice bahwa dia harus mencari Daniel, agar bisa menyelamatkan putrinya. Dia harus memberitahu Daniel bahwa Bibi Pauline punya maksud jahat. Tetapi ... di manakah Daniel? Kenapa membiarkannya sendirian? Ai menangis sambil memanggil nama Daniel, berharap dia segera datang menjemputnya.     

Sekejap kemudia tiba-tiba dia berada di tempat yang asing hanya sebuah ruangan serba putih tanpa ada apa pun di sekelilingnya. Ai berjalan menghampiri salah satu tembok, tapi semakin mendekati tembok itu malah semakin menjauh. Dia terus mengejar tembok itu, lalu menjadi lorong panjang seperti berada dalam labirin. Lalu, dia mendengar suara-suara yang memanggil. Semua bercampur di telinganya, setiap lorong memilik suara berbeda. Ai berteriak, memanggil Daniel dan anak-anaknya, tak perduli suaranya semakin serak. Dia berteriak walau lirih, lalu mendengar suara Daniel. Ai berjalan asal arah suara Daniel, tapi semakin mendekat, langkahnya terasa berat. Lalu dia mengalami hal yang sama seperti sebelumnya. Tubuhnya terasa sangat sakit terutama perutnya, tapi kali ini Ai tak menyerah dan tak meperdulikannya. Dia harus kembali pada Daniel dan anak-anaknya.     

Tubuhnya semakin terasa kaku dan sakit, namun dia masih terus berjuang tanpa menyerah. Hingga tak lama dia seperti terjatuh dan terbawa kembali dalam kegelapan.     

***     

Daniel tersentak kaget saat ada air mata yang turun dari kedua mata Ai.     

"Sweetheart apakah kamu mendengarku?" Daniel menggenggam tangan Ai dan menciumnya lembut.     

"Sayang ... bangunlah. Aku sangat merindukanmu." Daniel terus menciumi tangan Ai yang terlihat ringkih.     

Sekejap kemudian Daniel terhenyak.     

Pelan tapi pasti dia melihat mata istrinya berkedip-kedip lalu terbuka.     

"Akhirnya ... Ai. Aku sangat mencintaimu." Daniel serasa mendapatkan nyawanya kembali ketika pada akhirnya Ai sadar dari koma.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.