One Night Accident

PRIA-PRIA COHZA 1



PRIA-PRIA COHZA 1

0Happy Reading.     
0

***     

"Berhenti di situ, aku akan segera ke sana, Babe," teriakan Marco secara otomatis menghentikan langkah Lizz     

yang akan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.     

Begitu Marco sampai di dekatnya tanpa basa-basi dia menggendong     

Lizz ala bridal style dan melangkah menuju lift. "Sudah berapa kali aku bilang, Babe. Jangan naik turun tangga, nanti kamu kecapean," ucap Marco membuat Lizz langsung mendengus jengah.     

"Aku bisa jalan sendiri Marco," protes Lizz saat mereka mulai memasuki lift.     

"Aku tidak meragukan kekuatan kakimu bebeb, aku juga tahu kamu masih lincah tapi tetap saja ... aku sudah membangun lift di sini untuk digunakan, agar kamu tidak lemas dan gampang capek. Kamu sedang hami dan tangga bukan pilihan bagus untuk dilewati. Apa mungkin sebaiknya besok aku melenyapkan tangga itu, ya!" gumam Marco kesal.     

"Kamu terlalu berlebihan. Rumah ini hanya dua lantai. Aku tidak akan kelelahan hanya karna menaiki tangga yang hanya 16 undakan itu," protes Lizz menanggapi suaminya yang super berlebihan itu.     

"Tetap tidak boleh bebeb. Kata dokter kamu tidak boleh terlalu     

capek. Ingat waktu kamu hamil Junior, dia sungsang. Aku enggak mau kehamilan yang kedua ini juga bermasalah. Jadi ... lebih baik berhati-hati dari pada menyesal."     

"Please Marco ini hanya tangga lagi pula Aku hanya sedang hamil, tidak menderita penyakit mematikan," protes Lizz menghadapi tingkah Marco yang semakin over dosis pasca mengetahui kehamilannya yang kedua.     

"Dan aku masih heran, bagaimana mungkin kamu bisa hamil?" kata Marco masih tidak percaya benihnya luar biasa.     

Plakkk.     

Lizz memukul dada Marco keras.     

"Bebeb!"     

"Habisnya kamu nanyanya aneh. Bagaimana aku bisa hamil? Ya bisalah ... orang setiap malam kamu tunggangin kayak kuda liar. Bagimana mau nggak hamil coba?" ujar Lizz sambil cemberut. Kesal karena suaminya enggak merasa bersalah karena sudah mengebor dirinya setiap malam.     

"Bukan gitu, Babe. Maksudnya kamu kan aku kasih minum pil KB. Kok masih     

bisa hamil sih?" Marco masih heran dengan pil KB buatan Cavendish. Itu adalah pil KB paling oke. Masa enggak mempan.     

"Mana Aku tahu. Pil yang kamu kasih sudah     

kadaluwarsa kali." Bantah Lizz.     

Padahal sebenarnya memang Lizz sengaja tidak     

meminum pil yang diberikan Marco karena memang Lizz ingin hamil lagi. Setelah melihat Ai yang pernah keguguran berani punya anak lagi, Lizz juga jadi pengen memberikan adik untuk Junior. Lagipula Lizz pernah merasakan     

menjadi anak tunggal sebelum tahu dia memiliki adik Vano, jadi ... dia sekarang tidak mau Junior kesepian seperti dirinya dulu. Izz mau Junior memiliki saudara sedarah yang bisa menjadi teman berbagi. Seperti dia dan Vano.     

"Astajim Babe, masa aku tega sih kasih kamu obat     

kadaluwarsa." Wajah Marco dibuat sesedih mungkin saat menerima tuduhan itu. Bagiamana tidak jangankan kasih obat kadaluarsa kasih baju yang sudah dipakai Lizz 3 kali saja Marco ingin langsung menggantinya dengan yang baru.     

"Muka nggak usah disedih-sedihin begitu, nggak     

mempan. Lagian nih ya sayangku yang namanya KB itu pasti ada kalanya tidak berhasil. Bukanka dibungkus pil biasanya ada keterangan 99% berhasil jadi ... masih ada 1% mungkin gagal kan? Dan mungkin aku adalah orang yang masuk 1% gagal itu, jadi ya sudah sih ... enggak usah diributin, kedengeran kok kayaknya kamu enggak mau banget punya anak. Kalau nanti anak di kandungank dengar dan sakit hati bagaimana?"     

"Ya Allah beb, tentu saja aku sayang sama anak aku. Aku kan cuma khawatir."     

"Iya ... tapi khawatir nya jangan berlebihan. Lagian bukannya dulu kamu     

pernah bilang pengen punya anak banyak ya? Kayak emak Rina?" tanya Lizz mengingatkan bagaimana dulu Marco ingin memiliki anak sebanyak mungkin.     

"Itukan dulu sebelum lihat kamu lahiran, Babe. Kalau sekarang ... mending aku ditembakin seratus peluru dari pada suruh lihat kamu lahiran, Aku enggak tega beb," ucap Marco masih sedikit takut mengingat detik-detik kelahiran Junior.     

"Ya sudah nanti kalau aku melahirkan lagi kamu di luar saja ya, enggak usah     

ikut masuk ke tempat bersalin."     

"Kok gitu? Enggak mau, aku harus temenin kamu Bebe. Kan aku yang berbuat jadi aku juga harus tanggung jawab waktu kamu melahirkan." Marco tidak rela.     

"Habisnya kamu nemenin aku akhiran bukan nenangin dan bikin ayem tapi malah bikin m orang panik. Aku yang melahirkan tapi ... kamu malah yang ribut dan bikin onar. Males ah!" kata Lizz mengingat kehebohan yang ditimbulkan Marco saat dia akan melahirakan.     

Marco cemberut.     

"Aku kan panik, Babe. Aku itu nggak tega lihat kamu kesakitan kayak gitu. Seandainya rasa sakitmu bisa dipindahin ke aku, aku rela kok menanggungnya asal kamu nggak kesakitan dan menderita. Karena melihatmu kesakitan itu rasanya akan lebih mengerikan daripada dipukuli 10 algojo," ucap     

Marco memandang sayang pada Lizz.     

Lizz speachless karna kata-kata Marco. Suaminya itu     

kadang membuat jantungnya menggila karena kata-katanya. Walau tidak pernah mengatakan i love you tapi Lizz selalu     

mendapat bukti paten dari rasa sayang dan cinta Marco kepadanya.     

"I love you," bisik Lizz di telinga Marco sambil     

mengeratkan pelukannya.     

"Aku juga." Marco tidak berani membalas.     

"Juga apa?" tanya Lizz dengan senyum tertahan.     

"Juga itu ... Em ... ya itu tadi," ucap Marco malah salah tingkah.     

Membuat Lizz tertawa melihat suami sangarnya terlihat tersipu malu. Dengan main-main Lizz mencubit dada Marco tapi langsung mengelusnya begitu Marco meringis.     

"Babe!" geram Marco langsung menghempaskan tubuh Lizz ke atas ranjang.     

"No!" Lizz membungkam mulut Marco yang sudah turun dan akan menyerbunya.     

"Kenapa?" gumam Marco heran ini kan waktunya jatah malam.     

"Aku ke atas hanya untuk mengambil ponsel karena kamu     

bilang akan lembur malam ini."     

"Kita kan memang selalu lembur setiap malam Babe," ucap Marco mulai mendekatkan wajahnya lagi.     

"No!" Lizz kembali menutup bibir Marco mencegahnya agar tidak dicium.     

"Kenapa lagi?" Marco mulai kesal.     

"Sekarang jadwalku membantu Junior belajar," kata     

Lizz menjelaskan.     

"Junior itu jenius dan tidak butuh bimbingan. Aku yakin Junior bisa belajar sendiri, sedangkan Junior yang ini. Yang ada dalam celanaku tidak     

mungkin bisa lembur sendiri," bisik Marco langsung mengangkat tangan Lizz agar tidak menahannya lagi, lalu mencium Lizz sebelum protesnya keluar.     

Sedang di lantai bawah Junior menghela napas pasrah.     

Papanya sudah datang yang berarti mamanya sudah tidak     

mungkin turun ke bawah.     

Sudah bukan hal yang mengherankan     

jika papanya sudah pulang dari tempat kerja maka mamanya tidak akan keluar dari kamar bahkan kadang melewatkan makan malam bersama.     

Dengan berat hati Junior berjalan ke luar rumah dan menyusul kedua     

kakak sepupunya Javier dan Jovan yang sudah lebih dulu pergi ke rumah Angel yang terletak di sebelah rumahnya.     

Lagi-lagi Junior harus sabar dan belajar bersama dengan mereka. Junior menyiapkan diri sebelum melangkah untuk menghadapi kehebohan Javier dan Jovan yang memang selalu usil.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.