One Night Accident

ISTANA CAVENDISH



ISTANA CAVENDISH

0Enjoy Reading.     
0

***     

Di suatu tempat     

"Halo!"     

"Siang Dr Key, ada masalah?" jawab suara di sebereang sana.     

"Peringatkan untuk semua, dalam waktu dekat kita akan mengosongkan laboratorium"     

"Apa maksudnya mengosongkan? Kamu tidak berencana menutup Laboratorium ini kan? Penelitianku baru setengah jalan." Suara protes langsung keluar dari salah satu Dokter yang dia beritahu.     

"Hanya sementara sampai kecurigaan mereka reda."     

"Kecurigaan?"     

"Istana Cavendish mulai menyelidiki kita, dan keluarga Cohza sudah ikut beraksi. Lebih baik menghindar dari pada tertangkap. Jadi persiapkan semuanya. Kita akan pindah ke lokasi ke dua." Dr Key menjelaskan.     

"Kenapa kita tidak kerja sama dengan kerajaan saja, aku rasa mereka akan suka dengan semua yang berhasil kita temukan."     

"Tidak semudah itu. Ikuti saja intruksi dariku. Katakan pada semuanya, kita akan pindah tempat. Bawa yang penting-penting saja yang tidak terlalu penting lebih baik tinggalkan karena tempat baru kita tak sebesar laboratorium yang sekarang.:"     

"Baiklah ... segera kami akan berkemas."     

"Bagus, segera lakukan karena mereka bisa tiba sewaktu-waktu!" Dr. Key menutup panggilannya sambil berpikir untuk mengatasi semua ini.     

Keluarga kerajaan mulai curiga, mau tidak mau dia harus menyingkir untuk sementara. Yang paling penting dia harus segera memindahkan Jean, kalau perlu dia harus mempercepat pemindahan organ dalamnya.     

Dia sudah tahu kehebatan keluarga Cohza dalam menyelidiki kasus. Jika mereka sudah turun tangan maka cepat atau lambat dia pasti akan ketahuan, tinggal tunggu waktu saja.     

Dr Key menutup pintu kamarnya. Dia melepas bajunya dan memasuki toilet, bukan untuk mandi tapi untuk memasukkan kartu sim yang tadi dia pakai menghubungi partnernya di laboratorim.     

Dr Key tersenyum. Di mana tempat paling aman dan minim kecurigaan jika bukan sarang musuhmu.     

Yeah ... Dr Key memang berada di "Istana Cavendish."     

***     

Daniel baru memasuki ruang makan saat mendengar keributan dari arah dapur istana. Lalu dia melihat Marco yang sedang berbicara dengan Alxi di meja makan. Seperti biasa, Marco ngomel-ngomel layaknya emak-emak yang memarahi anaknya yang nakal.     

"Ada apa?" tanya Daniel membuat Marco langsung menoleh.     

"Ini si tengil masukin ular Cobra ke dapur," tunjuk Marco pada Alxi anak dari Pete dan Xia.     

"Hanya ular kan? Kenapa enggak kamu ambil? Para maid ramai itu ketakutan." Daniel duduk di sebelah Marco.     

"Dia yang meletakkannya, dia yang harus ambil," ujar Marco bersedekap dan menatap Alxi tajam.     

"Marco asal tuduh." Alxi membantah.     

"Kakak Marco Alxi ... panggil aku kakak Marco bukan Marco, Alxi ... heran deh. Daniel kamu panggil yang mulia, uncle Paul dan daddy Petter kamu panggil uncle juga, kenapa sama aku cuma Marco?" Kenapa sih Alxi ini enggak pernah sopan kalau sama Marco.     

"Karena kamu nggak cocok dipanggil kak, cocoknya dibully aja," kata Alxi santai.     

"Alxi ...." Junior memandang alxi dingin seolah mengatakan agar Alxi berhenti membuat keributan.     

Melihat tatapan Junior yang selalu membuat orang tidak tenang, seketika Alxi manyun karena tahu dia enggak bisa melawan Junior.     

Huftttt.     

Alxi mengembuskan napas kasar. "Iya Junior aku ambil. Udah biasa aja mukanya nggak usah dijutekin," kata Alxi turun dari bangkunya dan menuju dapur istana.     

Daniel mengangkat sebelah alisnya. Benar kata Ai, junior mewarisi bakat intimidasinya. Bahkan Daniel yakin Junior juga memiliki bakat hipnotis sperti dirinya.     

"Dari tadi kek," dumel Marco setengah tidak rela juga. Dia sudah ngomel dari tadi namun Alxi tidak bergerak sama sekali, namun satu kata dari Junior dan Alxi langsung pergi. Marco antara senang dan ternista. Kenapa anaknya yang baru berusia 6 tahun lebih keren darinya?     

"Kemana yang lain?" tanya Daniel karena hanya ada anak-anak, Marco dan Lizz.     

"Mana aku tahu, paling lagi perawanin kasur istana masing-masing," jawab Marco masih kesal karena tidak diikutkan misi dan malah jadi babysitter untuk para wanita dan anak-anak. Memang tampangnya ini kayak pengasuh apa ya!     

"Dasar penakut." Alxi tiba-tiba sudah duduk di sebelah Jovan.     

"Alxi, turunin nggak?" Jovan bergidik ngeri saat si ular malah ditaruh di meja makan oleh Alxi. Tepat di sebelah Jovan.     

"Elah ... kamu takut ular juga?" tanya Alxi pada Jovan.     

"Singkirin nggak?" Jovan melotot sambil menganggkat piringnya hendak melempar Alxi.     

Kalau ini bakat Ai yang suka melempar barang saat kesal, batin Daniel.     

Dengan cepat Alxi memasukkan ular ke dalam kausnya.     

"Penakut semua," dumelnya.     

"Alxi sayang ... Mom tadi denger ribut-ribut. Kamu nggak nakal kan?" tanya Xia yang muncul bersama dengan Pete.     

"Tentu tidak Mom. Emang Alxi seperti Daddy yang suka jahat," jawab Alxi tersenyum dan memasang tampang polosnya. Marco berdecih sedang Daniel tersenyum tipis melihat wajah iblis Alxi berubah jadi wajah malaikat begitu ibunya muncul.     

Alxi merentangkan tangannya dan otomatis Xia menggendongnya. Sepersekian detik kemudian Alxi melempar ular ke arah Pete. Secara otomatis Pete pun menangkap ular itu.     

"Astaga Mom! Daddy membawa ular!" teriak Alxi seolah terkejut. Xia berbalik melotot melihat Pete memegang King Cobra.     

"Om ... sudah dibilang jangan bawa binatang kenapa malah bawa ular?" Xia langsung menjauh saat melihatnya.     

Pete baru akan buka mulut saat Alxi menyela. "Udah mom tidur sama Alxi saja. Biar daddy tidur sama ularnya. Pasti Daddy sengaja itu mau nakutin Alxi, biar Alxi nggak tidur sama Mommy," ucap Alxi dengan wajah seolah ketakutan.     

Xia memandang Pete kesal. "Kamu benar. Ayo Alxi kita makan di kamar saja, biar Daddymu honeymoon sama ular," ucap Xia langsung membawa Alxi pergi.     

Alxi menyeringai senang dan megacungkan jari tengah ke arah Pete. Bertanda dia berhasil mengalahkan Daddynya.     

Daniel ingin tertawa tapi ditahan saat melihat tampang seram Pete. Alxi itu benar-benar licik ternyata.     

Pete melempar ular di tangannya ke lantai dan langsung menancapkan pisaunya hingga membuat ular itu mati seketika. Pete duduk dengan wajah ditekuk, matanya siap meleser siapa saja yang bikin masalah.     

Tidak berapa lama satu persatu anggota keluarga muncul, Ai, Peter, Stevanie, Paul dan Linmey.     

"Pada berasa dingin nggak sih? Kok aku keyak merinding ya?" tanya Paul saat makan malam sudah dihidangkan.     

Marco mengedipkan matanya menunjuk Pete. Paul melihat Pete yang memasang tampang menyeramkan.     

"Kenapa dia?" tanya Paul heran, karena jarang-jarang Pete memasang wajah itu setelah punya istri.     

"Kalah rebutan tidur sama tante kecil."     

"Rebutan Xia? Sama siapa?"     

"Siapa lagi ... sama anaknya lah," ucap Marco sambil tersenyum.     

"Puasa dong?"     

"Betul betul betul."     

Jleepp.     

Marco dan Paul langsung kicep saat tiba-tiba ada pisau menancap di sebelah piring mereka. Pete memandang mereka berdua tajam.     

Glekkk.     

"Makan!" ujar Pete singkat.     

Seketika semuanya langsung makan dalam diam, bahkan tidak ada suara sendok berdenting saking heningnya. Tidak ada yang mau membuat keributan ketika Pete sednag mode senggol bacok begitu.     

Karena bagi Pete, kalau bacok berarti ya bacok dalam arti sesungguhnya. Jadi ... mending pada diam mencari aman.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.