One Night Accident

ETERNITY



ETERNITY

0Enjoy Reading.     
0

****     

"Papa ... Javier!" ucap Junior menarik kemeja papanya.     

Marco berbalik memandang anaknya. "Javier kenapa?" tanya Marco.     

Junior tidak menjawab tapi langsung berjalan ke taman belakang istana di mana Jovan sedang menemani Javier. Marco mendekati Jovan.     

"Kenapa Javier?"     

Jovan hanya mengedikkan bahu dan menyuruh Marco mengamati sendiri. Marco melotot saat mendengar Javier bicara entah dengan dedemit mana? Tapi Javier terlihat senang. Baru Marco akan menyadarkannya saat Jovan menariknya.     

"Jangan Paman tunggu sebentar lagi," kata Jovan.     

Marco tidak mengerti tapi karena tidak ada tanda-tanda Javier akan kabur akhirnya Marco menurutinya. Tidak berapa lama kemudian Javier bergerak seperti berpelukan sebelum tangannya melambai seperti orang yang mengucapkan selamat tinggal. Javier berbalik dan tersenyum lebar.     

"Paman, aku mau ke Eternity," kata Javier membuat Marco mengedip tidak percaya. Bukan karena permintaannya yang ingin ke kota perbatasan Inggris Cavendish tapi karena tanpa perlu disadarkan Javier sudah bisa berinteraksi dengannya. Biasanya kalau Javier lagi asik sama makhluk-makluk abstral itukan Javier tidak akan bisa memperhatikan sekitarnya.     

"Kamu bicara sama paman?" tanya Marco memastikan.     

"Memangnya aku bicara sama siapa lagi?" tanya Javier jdai bingung.     

"Beneran kamu bisa lihat paman? Biasanya kalau lagi ngobrol sama tamanmu kamu lupa sekitarmu?" kata Marco heran.     

Javier tersenyum lalu mengangguk. "Javier tidak mau membuat kalian selalu panik, makanya Javier berusaha mengendalikannya." Javier sudah mendengar keluahan Jovan yang mengatakan dia selalu suka berjalan dan bicara tak jelas bahkan bisa jadi akan mencelakankan tubuhnya sendiri suatu hari nanti jika setiap melihat dedemit dia tidak memperhatikan sekitar. Bisa saja kan saat dia tidak sadar dia malah melompat ke sungai atau berjalan ditengah lalu lalang kendaraan. Javier tidak mau membuat semua orang semakin khawatir, makanya dia berusaha mengendalikan bakatnya itu, dan ternyata tidak sesulit yang dia bayangkan.     

"Dan kamu berhasil," ucap Marco bangga.     

"Iya Paman, sebagai hadiah mau kan besok temani aku ke Eternity? Temanku tinggal di sana dan dia ingin menujukkan rumahnya padaku," kata Javier senang.     

Marco menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Eternity kan 75% adalah hutan, pantaslah kalau jadi tempat tinggal dedemit. Tak apalah sesekali liburan ke hutan.     

"Ya sudah besok kita liburan ke sana bersama, hitung-hitung sekalian camping," ujar Marco dan langsung disambut teriakan senang Javier dan Jovan, bahkan mereka langsung memeluknya.     

"Junior kamu nggak mau pelukan sekalian?" tanya Marco pada anaknya yang hanya memandang saja.     

"Sudah malam, ayo tidur," kata Junior langsung berbalik masuk istana tidka berminat bergabung dengan pelukan mereka.     

"Ck ... anak itu, kok nggak ada manis-manisnya sih," gerutu Marco.     

"Tenang saja, kan masih ada kami paman," kata Jovan.     

"Kami selalu manis kok." Javier tersenyum imut.     

"Iya deh ... kalian memang manis dan menyenangkan. Enggak ada Junior kalianpun jadi," ucap Marco merangkul dua keponakannya.     

"Sudah malam, ayo ku antar ke kamar kalian," tambah Marco mengikuti Junior yang sudah masuk duluan.     

***     

Pagi ini istana Cavendish lumayan ribut karena Ai sang Ratu akan piknik ke Enternity bersama semua anak-anak dan keponakannya. Jadi ... persiapan juga lumayan lama karena seorang Ratu haruslah tampil sempurna di mana pun tempatnya.     

"Tante kecil kenapa kamu tidak siap-siap?" tanya Lizz melihat Xia yang hanya mondar-mandir dan melihat jam di tangannya.     

"Om Pete belum pulang!" ucap Xia sedih. Sejak semalam Pete tidak bisa dihubungi bahkan tidak muncul di kamar. Biasanya walau Xia mengunci pintu dan tidur sama Alxi tetap saja Pete bisa masuk dan mengeluarkan Alxi dari kamarnya. Lalu tanpa bisa Xia menolak Pete akan menyerangnya dengan anaconda miliknya.     

Tetapi ... kenapa malam ini Pete enggak ada. Xia kesal sekaligus khawatir.     

"Tante kecil tenang saja, nanti kalau Om Pete nongol pasti bakal nyari sendiri. Percayalah ... dia enggak akan jauh-jauh dari tempat ini." Lebih tepatnya tidak akan jauh-jauh dari Xia. Ai ikut menenangkan.     

"Iya Mom ... Daddy enggak kemana-mana kok. Paling nyari cewek lain di luar sana." Alxi malah memanaskan suasana.     

"Cewek lain ...?" Xia seketika berkaca-kaca.     

"Elah ... Alxi kamu percaya. Mana ada cewek yang mau sama Om Pete selain dirimu. Tenang saja ... om Pete itu enggak laku mana mungkin dia berani macam-macam. Aku berani jamin kamu adalah satu-satunya wanita dihidup dan hatinya. Aku berani bersumpah untuk itu." Marco meyakinkan, tidak mau ini flasdisk sedih apalagi menangis. Karena kalau samapai dia menangis, habislah mereka semua.     

"Mendingan tante kecil siap-siap. Nanti kalau om Pete datang kita bakal bantu omelin biar besok-besok kalau pergi harus pamitan." Ai kembali menghibur.     

"Alxi ... siap-siap gih." Marco mengusir Alxi sebelum bocah itu semakin membuat keributan.     

Heran deh ... demen banget Alxi berantem sama bapaknya sendiri.     

"Iya ... Marco." Alxi berbalik ke kamarnya.     

"Kakak Marco, Alxi ...," tegur Marco mengingatkan.     

"Iya ... Marco."     

"Hadeh ... terserah kamu sajalah." Marco pasrah. Sepertinya membuat Alxi jadi anak sopan sangatlah tidak mungkin. Emang sudah dasarnya anaknya neraka ya ... iblis kecil.     

Iblis mana ada yang bisa sopan.     

****     

"Kemana yang lainnya?" tanya Pete saat makan siang dan hanya menemukan Daniel, Peter, dan Paul. Seangkan para wanita dan anak-anak tidak terlihat di manapun. Padahal Pete sudah kangen dengan istri kecilnya yang dia tinggalkan kemarin untuk melakukan penyelidikan.     

"Kamu dari mana? Istrimu nyariin tadi, katanya dari semalam enggak pulang, mana hampir mewek lagin mungkin dikira kamu mati di makan gurita di antartika." Paul menyelidik mengabaikan pertanyaan Pete yang sebelumnya. Tidak mau menerima klepon beracun kalau sampai Xia badmood dan membuat istri kejam Pete menganiaya perutnya.     

Pete menaruh dokumen di depan Daniel. "Aku sudah melacaknya semalaman dan obat itu berasal dari Eternity," ujar Pete menjelaskan ketidakhadiran dirinya dalam 24 jam.     

Daniel langsung membuka satu persatu data yang di berikan Pete, dan semakin lama dia semakin tidak sabar.     

"Eternity sebagian besar adalah hutan ... Gawat!" Daniel memandang Paul dan Peter bergantian.     

"Kita susul mereka," ucap Peter langsung. Walau Stevanie tidak ikut Marco dan yang lain, Petter tetap khawatir karena semua keluarganya sedang camping di sana.     

"Ada apa?" tanya Pete bingung melihat saudaranya yang langsung berlari keluar.     

"Marco, istri kita dan anak-anak sedang menuju Eternity," jelas Daniel menuju Mobil.     

Pete yang mendengar itu langsung menuju mobil sportnya yang berkecepatan tinggi. Tanpa menunggu yang lain dia langsung melesatkan mobilnya sendirian. Khawatir ketika mendengar istrinya menuju sarang penjahat yang sedang mereka selidiki. Walau belum pasti tetap saja Pete panik.     

Daniel, Paul dan Peter saling berpandangan melihat Pete yang tiba-tiba sudah meninggalkan mereka.     

"Emang uncle Pete tahu jalan menuju ke Eternity?" tanya Daniel sambil menatap Petter dan Paul.     

Paul dan Peter mengedikkan bahu.     

"Dia sudah besar, kalau memang nyasar pasti nanti juga bisa nyusul kita," kata Peter tidak khawatir sama sekali dan menjalankan mobilnya dengan sama cepatnya.     

Tidak ada yang mau membuang waktu dan semua ingin segera sampai di Enternity. Memastikan Marco dan yang lain tidak berada dalam bahaya.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.