One Night Accident

TIDAK PERCAYA PADAKU



TIDAK PERCAYA PADAKU

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Javier!" Javier mengerjapkan matanya saat sayup-sayup mendengar seseorang memanggil namanya.     

Javier mengernyit bingung, ini dimana?     

Degg.     

"Jean?" Javier memandang Jean yang duduk manis di sebelahnya.     

"Kamu ini kalau tidur pulas banget ya?" kata Jean sambil tersenyum.     

"Ini di mana?"     

"Hutan Eternity."     

Javier duduk. Ternyata dia tertidur di atas tanah. Seperti barangtak berharga dibuang seenaknya.     

"Kenapa aku bisa tertidur di sini?"     

Jean malah tertawa ketika melihat baju Javier terlihat kotor.     

Javier masih mencerna apa yang terjadi, dia yakin perjalanannya di laboratorium tadi adalah nyata. "Kamu tadi kemana? Aku melihat tubuhmu," ucap Javier.     

"Aku di sini menunggumu keluar, karena aku tidak bisa mendekati tubuhku." Jean selalu berusaha masuk namun entah kenapa seperti ada penghalang menahannya. Apa itu artinya dia memang ditakdirkan untuk mati?     

"Kenapa?"     

Jean mengangkat bahunya. "Mungkin karena seharusnya aku tidak ada di sini."     

"Owh ... tapi tenang saja, Dr Key pasti akan bisa menghidupkanmu lagi. Kalau dia gagal aku akan minta tolong paman Marco dan oma Stevanie yang melakukannya. mereka sudah berhasil menghidupkanku, pasti mereka juga akan bisa menghidupkanmu seperti aku," kata Javier semangat.     

Jean memandang Javier sendu. "Entahlah, aku merasa nyaman di sini tapi aku juga tidak mau jika organ dalamku terpisah pisah," kata Jean sedih.     

"Apa maksudmu?" Javier tidak mengerti arah pembicaraan Jean. Organ dalam apa?     

Jean memandang Javier dengan lekat. "Jangan terlalu percaya dengan Dr Key. Karena pada dasarnya dia merawatku hanya untuk memelihara organ dalam milikku agar bisa di manfaatkan untuk penelitian. Jika aku tidak bisa hidup seperti apa yang kamu harapkan maka ... kemungkinan besar dia akan mendonorkan organ dalamku kepada orang lain," kata Jean serius.     

"Apa?! Tapi ... dia bilang dia akan menyelamatkanmu asal aku mau bergabung dengannya?"     

"Jangan terlalu percaya. Dia itu sangat licik," kata Jean lalu berdiri.     

"Kamu mau kemana? Jelaskan dulu padaku bagaimana caranya agar aku bisa menyelamatkanmu." Javier berusaha menyentuh tangan Jean namun tidak bisa.     

"Tidak perlu, jika takdir menginginkan aku hidup. Kamu akan jadi orang pertama yang aku cari. Namun ... jika aku tidak bertahan. Lupakanlah ... anggap aku tak pernah ada." Jean mulai menjauh.     

"Tidak ... aku pasti akan menyelamatkanmu." Javier berteriak.     

Jean tersenyum. " Terima kasih. Tapi ... sebaiknya aku pergi, paman Marco mencarimu," ujar Jean memandang ke belakang tubuh Javier.     

Javier mengikuti arah pandang Jean dan melihat Marco dari kejauhan.     

"Aku akan menunggumu menyelamatkanku," ucap Jean lalu tiba-tiba menghilang dari hadapan Javier.     

"Jean!"     

"Jeanice!" Javier berteriak memanggil tapi Jean tidak muncul kembali.     

"Astaga Javier!"     

Javier menoleh dan memandang Marco yang terengah-engah mencarinya.     

"Paman?"     

"Dari mana saja kamu? Kita semua panik, kamu menghilang selama 3 jam," ucap Marco dengan napas ngos-ngosan.     

"Kamu nyadar enggak sih, aku bisa di gorok sama Daddymu kalau sampai kamu kenapa-napa. Belum lagi Mommymu yang pasti akan melemparkan seluruh sepatu dilemarinya ke wajahku. Please ... sekali saja jangan bikin orang sengsara." Marco langsung mengeluarkan kultum andalannya.     

"Aku bertemu Jean," kata Javier.     

"Temanmu itu? Kan sudah aku bilang, kalau mau ketemuan sama temen setan boleh. Tapi, jangan ngilang sendirian. Kalau kamu digondol trus enggak dibalikin bagaimana aku harus bilang sama Daddymu? Enggak elite tahu Jav, seorang pangeran Cavendish menghilang digondol dedemit."     

"Iya ... maaf paman, tadi cuma reflek."     

"Trus di ajak ke mana saja sama temenmu?" tanya Marco sambil mengajak Javier berjalan kembali.     

"Paman ... Jean bukan temanku, tapi ... dia adikku."     

"Astaga ... kamu sekarang adopsi setan jadi adikmu? Enggak ada yang bisa diadopsi apa di panti asuhan samapi-sampai kamu adopsi lelembut?"     

"Bukan paman. Dia itu Jean ... Jeanice. Adikku yang dulu digugurkan lima tahun yang lalu." Javier menjelaskan.     

Deggg.     

Marco memandang Javier kaget.     

"Javier ... adikmu kan sudah meninggal.     

Javier mengangguk "Jean belum meninggal dan dia sering menemuiku?" Javier memberitahu.     

"Jangan mengada-ada. Paman yang menguburkan adikmu. Mana mungkin dia masih hidup?" Marco tidak percaya.     

"Buktinya dia masih hidup paman. Bahkan ... dia tinggal di sini, aku tadi juga bertemu dengan tubuhnya. Tubuh asli, tubuh manusia hidup. Hanya saja Jean sepertinya koma makanya rohnya gentayangan ke sana kemari mengikuti aku."     

"Tapi ... itu tidak mungkin Javier ... mungkin yang kamu lihat hanya wajah yang mirip dengannya. Lagipula mana bisa adikmu tinggal di sini sedangkan dia dikuburkan di tempat yang jaraknya sangat jauh dari Eternity?"     

"Aku tidak bohong paman, Jean masih hidup dia ada di laboratorium di sini, di hutan ini dan dia memintaku menemukannya."     

Marco menghela napasnya. "Baiklah ... kita bicarakan hal ini nanti saja. Saat ini mommymu sudah panik."     

"Paman tidak percaya padaku?" Javier menghentikan langkahnya dengan wajah kecewa.     

"Paman percaya, tapi itu dibahas nanti saja, sekarang kita tenangkan dulu Mommymu sebelum dia ikut mengacak-acak hutan untuk mencarimu." Marco menggandeng tangan Javier. Takut keponakannya ilang lagi.     

Javier melengoskan wajahnya dan berjalan cepat, dia tahu pamannya tidak percaya. Tapi ... pamannya tidak mengucapkannya secara terus terang.     

Javier akan buktikan ucapannya bukan kebohongan dia benar-benar melihat Jean menjadi bahan percobaan.     

***     

"DI MANA?!" bentak Pete di seberang telepon.     

Paul langsung menjauhkan alat komunikasinya agar telinganya aman.     

"Menuju Eternity."     

"Letaknya di mana? Aku melacak Xia tapi tidak ada sinyal, aku telepon juga tidak bisa."     

Paul langsung mematikan ponselnya tanpa menanggapi Pete yang terdengar panik di sana.     

Daniel mengernyit bingung melihat tingkah unclenya. "Kenapa paman tidak memberitahu arah ke Enternity pada paman Pete?"     

"Sesekali melihat dia panik itu menyenangkan," kata Paul menjawab kebingungan Daniel.     

"Jadi bagaimana keadaan Jhonathan dan yang lain. Apakah mereka aman?" tanya Peter bertanya.     

"Menurut chip pelacakku sih, mereka masih di lokasi yang sama, walau agak berpencar tapi tidak terlalu jauh, kecuali Jojo dan Javier yang lumayan jauh dari yang lain." Walau di tempat itu tidak ada sinyal namun chip yang dibuat oleh Paul masihlah berfungsi dengan baik.     

"Sebenarnya untuk apa kita menyusul ke sana? Toh Stevanie dan Lin Lin tidak ikut. Lagi pula Jojo pasti bisa menjaga semuanya," tambah Paul memandang Peter dan Daniel.     

"Apa uncle lupa? Baru beberapa menit lalu Uncle Pete mengatakan bahwa pusat obat ilegal yang mengatasnamakan Cavendish ada di sana. Kita jauhkan keluarga kita dari lokasi lalu kita bisa menyelidiki tempat itu sekalian." Daniel mengingatkan.     

"Tahu gitu aku ajak Lin Lin," gumam Paul serasa jomblo sendiri karena mereka pada lengket dengan pasangan masing-masing sedang dirinya. Ah ... sudahlah.     

"Kita dalam misi kakak jangan mengajak yang tidak perlu." Peter menambahkan. Mana mau dia mengajak Stevanie jika belum tahu bahaya apa yang akan mereka temui. Mending biarkan Stevanie di istana dan duduk santai sambil baca dengan teh sebagai suguhannya.     

"Sudah semakin dekat," kata Paul melihat ponselnya yang terhubung dengan chip pelacak yang terdapat dalam jantung seluruh keluarga Cohza.     

"Kenapa berhenti? Masih ada sekitar 3 km lagi." Paul bertanya ketika Petter malah menghentikan mobil ke pinggir jalan.     

"Mobil tidak bisa lewat, Uncle. Ini jalan setapak nenuju bukit," kata Daniel lalu keluar dari mobil dan diikuti Peter.     

"Oh ... okey." Paul ikut keluar.     

"Ke arah mana?" tanya Peter.     

Paul melambaikan tangan menyuruh Peter dan Daniel mengikutinya menuju lokasi seluruh keponakan dan cucu-cucunya.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.