One Night Accident

KETEMU



KETEMU

0Enjoy Reading.     
0

***     

Dua puluh menit kemudian akhirnya mereka melihat Xia dan Alxi serta dua pengawal yang sedang mengikuti mereka.     

"Xia!" teriak Paul memanggil Xia.     

"Kenapa kalian di sini?" tanya Xia heran.     

"Menyusul kalian. Oh ya di mana yang lain?" tanya Petter.     

"Mereka sedang mencari Javier yang hilang," kata Xia membuat tiga pria Cohza langsung memandangnya kaget.     

"Apa maksud Tante kecil? Javier hilang?" Tanya Daniel serius.     

Xia mengangguk. "Sudah hampir 3 jam kami mencarinya."     

"Uncle." Daniel memandang Paul dan dalam sekejap Paul mengeluarkan ponselnya melacak keberadaan Javier.     

"Sepertinya Marco sudah menemukan Javier," kata Paul menunjukkan dua titik yang berkedip bersebelahan. Daniel dan Peter langsung mengembuskan napas lega.     

"Jadi Javier tidak hilang?" tanya Xia.     

"Tidak, dia hanya sedang jalan-jalan." Paul menjelaskan.     

Xia manggut-manggut lalu matanya memicing tajam. Kenapa Om Pete tidak bersama mereka? Sudah semalaman nggak pulang sekarang saat yang lain nyusulin istrinya dia juga nggak ikut. Jangan-jangan si om cari daun muda.     

"Mommy kenapa?" tanya Alxi berbisik saat melihat wajah sendu Xia.     

"Mommy nyariin Daddy ya? Paling Daddy masih di jalan, udah mommy tenang saja, Daddy itu setia kok. Alxi jamin Daddy enggak bakal main sama cewek lain," kata Alxi memeluk leher Xia dan mengelus rambut Xia sayang.     

"Tapi nanti kalo daddy datang cuekin aja ya Mom. Mom makan, main sama bobo bareng Alxi ya, biar Daddy tahu gimana rasanya dicuekin." Xia manggut-manggut dengan wajah sedih sambil berjalan ke arah tendanya untuk meratapi nasibnya karena sang suami yang enggak nongol-nongol.     

"Itu anaknya yang mana sih?" tanya Paul heran melihat Alxi malah mengendalikan Xia.     

Daniel mengangkat bahunya cuek, baginya yang terpenting adalah Ai, dimana dia? Pasti sedang menagis hebat karena mengira Javier hilang.     

"Daniel ... huaaaaaaaaaa!" benar saja Daniel mendekat ke arah tenda lain Ai sudah melihatnya dan langsung berlari lalu meloncat, menubruk Daniel dengan kecepatan penuh.     

"Javier ... hiks ... Javier ... Huuu ... Javier hilang. Huaaaaa .....!"     

"Sttttt ... enggak apa-apa Javier sudah ketemu kok."     

"Eh ...! Seriusan? Terus di mana dia?" Ai langsung melepas pelukannya dari Daniel.     

"Kamu kok tahu Javier sudah ketemu?" tanya Ai semakin heran.     

"Apa sih yang aku enggak tahu soal kamu." Daniel menghapus air mata istrinya.     

Ai langsung tersenyum lebar. "Javier beneran udah ketemu?" tanya Ai memastikan.     

Daniel mengangguk dengan pasti.     

"I love you. Aku tahu kamu memang yang terbaik." Ai kembali memluk Daniel senang dan lega karena anaknya sudah ditemukan.     

"I love you too," ucap Daniel langsung melumat bibir istrinya.     

"Astaga ... Woy banyak anak kecil di sini!" teriak sebuah suara yang membuat Ai melepas tahutan bibirnya. Di sana Marco dan Javier berjalan bersama.     

"Javier!" Ai langsung memeluk Javier dan menciumi wajahnya.     

"Mom ... basah Mom," protes Javier saat ciuman dan air mata Ai membanjiri wajahnya.     

Ai sudah pernah kehilangan anaknya dua kali dan jika itu terjadi lagi Ai pasti tidak akan sanggup menghadapinya.     

"Mom ... Javier baik-baik saja." Javier tidak suka Mommynya sedih begitu.     

"Kamu tadi dari mana? Mom takut kamu kenapa-kenapa, Sayang." Ai masih memeluk Javier memastikan anaknya tidak terluka atau kenapa-napa.     

"Javi hanya keliling sebentar dan menemui Jean."     

"Jean?" mendengar nama itu, Ai mulai gelisah.     

"Iya Mom, Jean. Adikku ... dia ada di sini."     

Deggg.     

"Jean? Jeanice?" tanya Ai.     

Javier mengangguk. "Dia ada di sini Mom. Dr Key akan menghidupkannya," kata Javier semangat.     

Deggg.     

Ai melepas pelukannya pada Javier. "Daniel ... aku ke tenda dulu," kata Ai dengan tubuh kaku dan langsung berlalu.     

Javier memandang Ai kecewa, Paman Marco tidak percaya padanya, sekarang Mommy juga tidak percaya padanya, semua orang dewasa sepertinya tidak akan ada yang akan mempercayai ucapannya.     

Javier tidak mempedulikan Daddynya yang masih melihat wajahnya dan dengan kesal Javier berbalik cepat menuju tendanya bahkan Jovan yang baru datangpun diabaikan olehnya.     

Javier ingin sendiri mencari cara untuk membuktikan seemua ucapannya.     

Daniel mendesah berat. Saat ini yang penting menghibur Ai dulu setelah itu baru menanyakan maksud ucapan Javier.     

"Bos." Marco tiba-tiba menyela.     

"Tadi Javier katanya bertemu temannya, dan temannya adalah Jeanice. Dia juga menyebutkan laboratorium entah apa, lalu tiba-tiba bilang tubuh Jean ada di sini dan dia masih hidup. Aku bukan tidak percaya tapi menurutku itu terlalu impossible, kalau menurut kemungkinanku Javier bertemu roh Jeanice dan menanggap roh Jean itu tubuh asli dan bisa dihidupkan seperti dirinya dulu," kata Marco menjelaskan.     

Daniel mengangguk dan menepuk bahu Marco. "Terimakasih sudah menjaganya."     

"Sama-sama. Tapi ... Aaa aku akan mendapat pelukan sebagai hadiah?"     

"Tidak ... Aku harus memeluk Ai dulu dan sebaiknya kamu memeluk istrimu senduiri," ucap Daniel lalu meninggallan Marco yang cemberut.     

"Dasar pamer, iya tahu ... aku juga punya Lizz yang bisa aku peluk," gerutu Marco.     

"Junior pinjam Mama sebentar dong!" Marco menyela Junior yang sedang bermain rubik dengan Mamanya.     

"Ini masih sore Pa, jatahmu kan malam," kata Javier enteng.     

"Ih ... emang Papa mau ngapain? Mau peluk doang kok, atau Junior mau dipeluk juga?" Marco merentangkan tangannya.     

"Yakin, peluk doang?" tanya Junior meragukan niat tersembunyi papanya.     

"Kamu nggak percaya sama papa?"     

"Nggak." Jawab Junior langsung.     

"Ih ... Junior jahat deh. Babe peluk dong!" kata Marco langsung memeluk Lizz yang terkiki melihat tingkah suami dan anaknya. Junior yang tahu apa kelanjutan dari pelukan sang Papa pada Mamanya. Jadi dia lebih baik langsung menyingkir menjauh sebelum melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia saksikan.     

"Xia!" teriak sebuah suara menggelegar.     

Di sana Pete berdiri dengan wajah tegang, setegang otot Marco kalau lagi terangsang.     

Pete melihat satu persatu orang di sana demi mencari keberadaan istrinya. Marco memandang Pete jengah.     

"Lah ... telat dia."     

"Babe ... uncle nyariin Xia," protes lizz.     

"Biarin sih, Babe. Benar kata Junior aku nggak sanggup kalau peluk doang," kata Marco mengeratkan pelukannya. Lizz langsung memerah karena malu. Marco semakin gemas melihatnya. Istrinya itu sudah mau punya anak dua tapi masih saja malu-malu, kan Marco jadi pengen genjot mulu.     

Pete geram karena diabaikan, dengan cepat dia pun membuka satu persatu tenda yang berada di sana. Tenda pertama Javier, Jovan dan Junior yang hanya Diam. Tenda kedua. Ai yang tindih-tindihan dengan Daniel. Tenda ketiga kosong. Tenda ke empat barulah Pete melihat Xia dan Alxi yang tidur di pangkuannya.     

Melihat itu wajah Pete semakin mendung. Maka ... dengan sekali angkat Pete mengeluarkan Alxi dari dalam tenda dan melemparnya sembarangan, lalu menutup tenda agar anaknya tidak bisa masuk ke sana.     

Pete tidak memperdulikan protes dan jeritan Alxi yang kehilangan Mommynya dalam sekejap mata.     

"Om ... lepaskan." Xia cemberut.     

"Enggak mau, aku kangen kamu."     

Pete langsung menubruk istrinya tanpa bisa dihalangi meski negara api menyerang untuk kedua kali. Karena saat ini sang tongkol bekasi sedang ingin di manja tanpa ada penundaan lagi.     

Semua kembali ke aktifitas masing-masing di dalam tenda. Meninggalkan Alxi yang marah dan kesal jadi mengerjai bodyguard sebagai pelampiasan utama.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.