One Night Accident

PUJILAH SEDIKIT



PUJILAH SEDIKIT

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Menemukan sesuatu?"     

Jdugkkk.     

"Astaghfirullah haladzim." Marco langsung merasakan kepalanya berdenyut saat terantuk tabung di sampingnya ketika Daniel tiba-tiba nongol di dekat wajahnya.     

"Bos, kau mengagetkanku," protes Marco sambil cemberut melihat kakaknya yang tiba-tiba muncul.     

"Siapa suruh pergi tidak bilang-bilang." Daniel juga memprotes karena Marco raib tidak ada kabar begitu Daniel bangun.     

"Bagaimana mau bilang, kalau kamu masih asik kelonan sama istrimu?" Marco mau pamitan namun ditunggu hingga jam sembilan pagi dan Daniel masih betah di kamar bersama Ai. Males banget nungguin orang indehoy.     

"Kenapa kamu tidak membawa Lizz supaya bisa kelonan juga?" Marco mendengus, kalau soal kelon mengelon saja kakaknya itu cepat tanggap.     

"Si bos ngapain sih kesini? Kamu kan Raja. Urus tuh kerajaan. Enggak usah ngurusin kayak gini. Lagian mana pengawalmu? Raja itu kemana-mana harusnya dikawal." Marco melihat ke sekeliling dan hanya ada Daniel dan dirinya di tempat itu karena uncle Paul dan anak buahnya sudah ditarik begitu tidak mendapatkan apa-apa di sana.     

"Memang saat ini aku terlihat seperti Raja apa?" tanya Daniel sambil bersedekap.     

Marco memandangi kakaknya dari atas sampai bawah. Ternyata Daniel hanya mengenakan celana jeans dan kaus lengan pendek dan jaket hodie.     

"Wah ... parah. Baru kali ini Raja kabur dari istana."     

Daniel terkekeh. "Aku tidak kabur. Cuma mencariku adikku yg semalam datang pas pagi tiba-tiba sudah hilang. Aku bertanya pada penghuni istana dan Ai malah mengira aku lagi mengigau karena kamu datang tak dijemput pulang tak diantar."     

Marco cemberut. "Abang mah ... emang aku jailangkung?"     

"Makanya kalau pergi itu bilang-bilang biar nggak disangka dedemit." Daniel bahkan yakin Marco tidak pamitan pada istrinya Lizz lagi. Untung adik iparnya sabar dan enggak neko-neko. Kalu Lizz galak sedikit saja, pasti sudah minta cerai dari Marco karena sering ditinggal begitu saja tanpa kabar sama sekali.     

Marco berdecak kesal. "Udah sih abang sana balik ke istana, ganggu orang sibuk saja."     

"Emang kamu sibuk ngapain? Dari tadi aku perhatikan kamu cuma mondar-mandir nggak jelas."     

"Aku mondar mandir sambil ngepel bos, biar ruangan ini bersih, kinclong," sungut Marco.     

"Sudahlah ... kan aku sudah bilang Uncle Paul dan anak buahnya sudah memeriksa tempat ini. Tidak ada apa pun yang mencurigakan di sini." Daniel tidak meragukan kehebatan uncle Paul dalam penyelidikan.     

"Uncle Paul kan udah tua. Siapa tahu matanya rabun makanya nggak bisa merhatiin secara detail," bantah Marco.     

Daniel mengedikkan bahu dan akhirnya mau tidak mau ikut memeriksa laboratorium ini lagi.     

Daniel memilih tempat yang agak jauh dari Marco karena malas meladeni adiknya. Apalagi kalau alaynya kumat.     

Krakkk.     

Daniel menginjak sesuatu dan langsung berjongkok saat menemukan pecahan kaca yang lumayan banyak. Daniel memandangi lubang menganga di sampingnya yang terlihat warna kacanya sudah memudar dan pecah di bagian tengahnya. Bukan kaca yang pecah yang jadi perhatian Daniel tapi kekontrasan warna dari kaca besar dan remukan kaca di kakinya. Kalau remukan kaca itu adalah remukan dari kaca ini, bukankah harusnya warnanya sama? Kenapa ini berbeda? Terlihat sekali kaca yang retak itu sudah memudar warnanya dan dihuni bekas sarang laba-laba. Sedang pecahan kaca yang dia injak masih bening dan seperti belum lama terjatuh.     

Daniel mengernyit semakin berpikir dengan serius, Adrenalinnya langsung berpacu. Diperhatikannya sekelilingnya. Dinding yang sudah agak kehijauan karena berlumut, beberapa besi yang terlihat berkarat, meja kursi yang terlihat sudah memudar warnanya dan lapuk.     

Daniel mendekat ke meja, lalu ke lantai dan menyentuh permukaan tembok lalu menggesek jarinya menikmati tekstur yang terasa berbeda di tangannya.     

Kenapa dia baru menyadarinya sekarang? Semua lumut dan karat ini palsu. Ini bisa dibuat dalam sekejap mata. Dengan semangat Daniel menggosok lumut di pojokan dan tada ... lumut itu mengelupas seperti lakban yang sudah tidak merekat erat.     

Diperhatikannya tembok di balik kelupasan lumut palsu itu. Masih bagus dan yang pasti ini bukan laboratorium terbengkalai. Tapi sengaja ditinggalkan karena keberadaannya sudah dicurigai.     

Daniel jadi ingat perkataan Javier yang mengatakan bahwa dia baru beberapa jam masuk ke laboratorium ini sebelum laboratorium ini ditemukan olehnya. Tapi kata Javier suasananya sangat berbeda dan Javier ngotot bahwa dia tidak sedang berhalusinasi.     

Daniel memperhatikan sekelilingnya. Kalau yang dikatakan Javier benar bahwa laboratorium ini masih beroprasi, lalu kemana mereka pergi? Sangat mustahil memindahkan berbagai penelitian di tempat seluas ini dalam waktu singkat. Kecuali kalau merka masih di sekitar sini. Tapi kemana? Jalan satu satunya masuk ke tempat ini adalah pintu yang tadi dia lewati. Atau ada jalan rahasia di sini? Pasti itu jawabannya.     

Daniel mencari Marco agar membantunya mencari jalan rahasia, tapi kemana adiknya itu?     

"Marco?"     

"Aku di sini bos!" teriak Marco dari suatu tempat.     

Daniel mengernyit heran saat Marco terlihat ada di bawah sebuah meja. Apa sih sebenarnya yang di lakukan adiknya itu? Dia itu mau menyelidiki atau mau main petak umpet.     

Brakkk Brakkk     

Daniel memukul meja di atas Marco. "Keluar! Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Daniel semakin heran saat mendengar suara berisik dari bawah meja.     

"Sabar, Bos. Aku menemukan sesuatu," kata Marco lalu merangkak mundur agar bisa keluar dari bawah meja.     

"Tada ... Aku menemukan ini!" kata Marco semangat sambil menunjukkan tangannya yang basah.     

Daniel mendengus. "Dan apakah itu?" tanya Daniel malas.     

"Ini zat Protonema, Brotha. Spora yang bergabung menjadi protonema atau lumut, cairan ini sepertinya sudah diubah sehingga pertumbuhan lumut di sini dibuat sangat cepat, bahkan mungkin karat-karat itu juga buatan," kata Marco menjelaskan.     

Daniel mengangkat tangannya dan menunjukkan lumut buatan yang tadi dia ambil. "Aku sudah tahu."     

Marco langsung cemberut. "Yah ... abang nggak asyik. Setidaknya pura-puralah terkejut atau pujilah sedikit," gerutu Marco terlihat kecewa karena usahanya bahkan ternyata masih dibawah level kakanya.     

Daniel mendesah malas lalu merangkul Marco. "Yang terpenting saat ini, coba perhatikan sekelilingmu. Dari semua ruangan ini mana yang menurutmu memiliki jalan rahasia?" tanya Daniel serius.     

"Jalan rahasia? Kok jadi serem ya? Jangan-jangan banyak hantunya?"     

"Kamu takut hantu?" tanya Daniel heran, Marco kan bisa melihat aura, masa iys takut sama hantu.     

"Nggak juga. Kalau ada ... pengen aku ajak nge mall malah," ucap Marco ngelantur.     

Daniel menatap Marco dingin.     

"Iya ... iya Bos. Marco siap menjalankan tugas. Serius mode on." Marco membetulkan kemejanya dan memasang tampang coolnya.     

"Ehem ... jadi tugasku mencari jalan rahasia? Bukan pacar rahasia?" Marco manggut manggut memandang sekitar seolah berpikir keras.     

Daniel berjalan menjauh tidak tahan dengan Marco yang semakin nyeleneh. Lebih baik dia mencari jalan Rahasia itu sendiri. Mengandalkan Marco malah bikin emosi.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.