One Night Accident

BONEKA 2



BONEKA 2

0Enjoy Reading.     
0

***     

Paul memandang wajah Lin lin yang tertidur di pangkuannya, dia terlihat lelah. Paul mengedarkan pandangannya ke seluruh apartemen, sudah rapi seperti sedia kala seperti yang dia inginkannya. semua pria Cohza terbiasa mandiri sedari kecil dan tentu saja rapi dan tidak jorok.     

"Maaf ya membuatmu capek," kata Paul masih betah mengelus rambut Lin lin di pangkuannya. Hal yang selalu Paul lakukan pada Pauline saat mereka masih kecil. Paul tau dia terlalu terobsesi dengan adiknya. Paul sudah berusaha menghilangkan rasa itu dari dulu tapi selalu gagal. Pada akhirnya Paul menyerah dan memilih mengikuti arus, mencintai Pauline dengan sepenuh hati. Tapi cintanya malah membawa kehancuran untuk keluarganya, dan Paul sama sekali tidak bisa mencegahnya.     

Paul tahu apa yang sudah di alami Lin mey. Ia kan selalu mengawasi adiknya Pete, jadi apa pun kegiatannya pasti Paul tahu. Walau dia pernah kecolongan saat mendengar Pete menikahi rautan pensil yang adalah adik dari Lin mey itu.     

Lin mey hanyalah wanita yang bernasib sama dengannya. Dibutakan cinta dan rela melakukan apa pun demi orang yang dicintainya. Lalu apa yang terjadi? nyatanya Lin mey hancur juga persis seperti dirinya.     

Paul meminum kopi di depannya dengan sekali teguk, itu sudah menjadi kebiasaannya yaitu meminum kopi seperti meminum air putih. Tanpa menghirup aromanya, tanpa meminumnya sedikit demi sedikit agar terasa nikmat, toh menurut Paul hasilnya tetap sama, supaya tidak mengantuk.     

Setelah tandas, Paul yang awalnya mau meneliti pekerjaannya jadi mengurungkannya dan memilih menggendong Lin lin ke kamar lalu merebahkannya pelan.     

Cup     

Setelah mencium keningnya Paul menyelimuti Lin lin lalu keluar dan menutup pintunya pelan. Paul mengusap rambutnya dan menghela nafas lelah.     

Tiga bulan, sudah tiga bulan Paul tinggal dengan Lin lin. Jadi sudah sewajarnya jika Paul mulai mengetahui apa yang disuka dan yang tidak di sukai Lin lin. walau Lin lin selalu terlihat antipati dan ketakutan melihatnya tapi Paul tau apa saja yang bisa membuat Lin lin tersenyum secara sepontan atau cemberut karena dongkol.     

Paul selalu menuntut Lin lin agar menjadi Pauline, tapi semakin mirip bukannya Paul menjadi puas tapi paul semakin menyadari bahwa Lin mey bukanlah Pauline. Walau wajah sama, kelakuannyapun di setel sedemikian rupa tapi Paul bukan merasa bahagia justru dia semakin tertampar dan menyadari bahwa Pauline sudah mati dan wanita itu bukan Pauline, dia adalah Lin mey. wanita yang di siksa Pete dan di serahkan padanya agar perlakukan seperti budaknya.     

Lin Mey akan melakukan apa pun perintah darinya, dan siap sedia saat Paul memanggilnya. Bahkan Paul yakin Lin mey akan menjilat kakinya jika memang disuruh, hal yang terpaksa L in mey lakukan dari pada menjalani siksaan dari adiknya Pete Allberald Cohza. Siksaan yang Paul yakin akan membuat orang memilih mati dari pada harus berada di dalamnya.     

Paul mendudukkan pantatnya di sofa dan membuka laptopnya. Paul memegang dadanya yang terasa berdesir, entah rasa apa ini? Bukan cinta tapi bukan juga benci. Paul sepertinya mulai posesif pada Lin lin karena sudah tiga bulan sejak Lin mey tinggal bersamanya Paul tidak pernah lagi berkencan dengan model-model dan wanita penghibur lainnya, entahlah dia hanya merasa tidak berminat, justru akhir-akhir ini saat bersama Lin lin minatnya semakin meningkat. Ia membayangkan Lin lin mendesah dan menggeliat di bawahnya dengan keringat dan cengkraman kuat.     

Oh ... sialllll juniornya tegang sekarang.     

Mungkin liburan cocok untuknya, dan Paul yakin Lin lin juga akan menyukainya. Karena Paul tau, memanjakan Lin lin cukup mudah. Ajak jalan-jalan, shoping atau sekedar ke pantai maka dia akan luluh dan melupakan kekesalannya dan entah kenapa saat Lin lin tersenyum Paul terpesona melihatnya.     

***     

" Cepat bereskan baju," teriak Paul pada Lin mey.     

Lin mey yang asik berjemur jadi kaget, mereka sedang di hawai, dan itu baru beberapa jam, kenapa sekarang dia di suruh beberes? Katanya mau liburan sebulan?     

"Cepetannn, si tusuk gigi udah brojol anaknya."     

Lin mey semakin bingung.     

"Ck ... Xia adikmu melahirkan," ucap Paul menjelaskan.     

"Oh ...."Linmey lansung mengikuti Paul dan masuk ke kamarnya, dengan cepat dia membereskan barang-barang mereka, untung Lin mey belum membongkar semuanya jadi pekerjaannya tidak terlalu berat.     

"Kakak ... semua sudah siap," ucap Lin mey saat semua perlengkapan mereka sudah di bereskan.     

Paul mengangguk dan mengangkat koper mereka. Saat sampai di dekat mobil, suara ponselnya berbunyi.     

"Iyaaaa ini aku sudah akan ke sana," kata Paul menjawab telpon sambil memasukkan koper ke kursi belakang.     

"Tidak perlu, aku sudah tau tempatnya." Tanpa memperhatikan sekitarnya, Paul menarik Linmey dan mendorongnya masuk, dan sebelum Lin mey protes, Paul sudah menutupnya.     

"Bawel, sudah aku mau nyetir." Paul masuk ke kemudi dan langsung meluncur ke bandara.     

Perjalanan dari pantai sampai bandara memang agak memakan waktu, sekitar satu jam mereka baru sampai di bandara.     

"Kamu urusi koper kita, aku urusi pesawatnya," kata Paul pada Lin mey. Tapi dia langsung heran saat tidak mendengar jawaban dan Lin mey.     

Paul heran karena Lin mey tidak ada di mobil, kemana dia? Perasaan tadi Paul mendorongnya masuk mobil deh?     

"Lin lin?" Paul menghubungi no Lin mey.     

Tidak di angkat.     

"Kenapa hilang saat seperti ini? Pasti dia ketinggalan di pantai, biar anak buahku saja yang mengurusnya nanti, dasar," gerutu Paul dan langsung keluar dari mobil.     

Saat membuka bagasi bermaksud mengambil koper, mata Paul langsung melotot karena di sana Linmey sudah tergeletak pingsan.     

"Lin lin." Paul mengeluarkan Lin mey yang sudah lemas itu.     

"Ngapain masuk bagasi?" tanya Paul yang tentu saja tidak di jawab.     

Paul langsung membawa Lin mey masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat.     

***     

"Jadi bagaimana keadaanya?" tanya Paul pada Dokter yang memeriksa Lin mey.     

"Tidak apa-apa, dia hanya shokk, ketakutan dan sedikit kekuarangan oksigen. Tapi sekarang dia sudah sadar," kata Dokter mempersilahkan Paul masuk ke ruang rawat.     

Tanpa menunggu lagi, Paul lansung masuk dan melihat Lin mey yang sudah duduk dan menyender di ranjang.     

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Paul.     

Linmey diam saja. Dia malah memalingkan wajahnya dari Paul.     

Memang apa yang harus Lin mey katakan padanya. Baru sejam yang lalu Paul memasukkannya ke bagasi dan sekarang dia bertanya keadaannya seolah tidak terjadi apa-apa.     

Tidak taukah Paul, Lin mey sangat ketakutan di dalam sana, dia meringkuk dan merasa kebas di seluruh tubuhnya, dia sesak nafas, dia bahkan sudah membayangkan ajal yang akan segera menjemputnya.     

Walau dulu dia pernah berusaha bunuh diri karena tidak tahan dengan siksaan Pete tapi selalu di gagalkan anak buah Pete, tapi bukan berarti Lin mey ingin mati konyol di bagasi dan sekarang Paul bertanya keadaannya? yang benar saja????     

"Lin lin? Aku bertanya padamu." Paul memandang Lin mey tidak suka saat pertanyaannya tidak di jawab.     

"Aku baik-baik saja," kata Lin mey masih tidak mau memandang Paul.     

Paul duduk di tepi ranjang lalu menyentuh wajah Lin mey agar menghadap padanya.     

"Kamu kenapa?"     

Lin mey menggeleng, dia tidak mau membuka mulut karena khawatir tidak bisa mengontrol emosinya, dan mengamuk Paul. Lin mey masih ingat bahwa dia hanya boneka, apa pun yang di lakukan Paul padanya itu sudah menjadi haknya sebagai pemilik, dan sudah seharusnya Lin mey menerimanya tanpa bantahan karena ini jalan yang sudah di pilih olehnya.     

Tapi bolehkah Lin mey menangis sebentar saja untuk meratapi nasibnya.     

"Kamu kenapa sih masuk bagasi segala?" tanya Paul menggenggam tangannya.     

Linmey langsung menoleh kearahnya? Jangan bilang Paul lupa bahwa dia yang memasukkannya ke bagasi.     

"Lin lin?" Paul menunggu jawabannya.     

"Kamu yang memasukkanku ke bagasi kakak," ucap Lin mey lirih berusaha menahan air mata dari rasa kesalnya.     

"Apa maksudmu? Aku tidak mungkin setega itu, aku hanya memasukkan koper ke bagasi."     

"Kamu nemasukkan koper ke kursi belakang kakak dan memasukkan aku ke bagasi sebagai gantinya," bantah Lin mey sambil menahan rasa ingin meledak.     

"Tapi ... itu tidak mungkin. Astgaaaa benarkah?" Paul memandang Lin mey seolah baru menyadari apa yang terjadi.     

Linmey memalingkan wajahnya lagi. Kesal bercampur gondok. Ingin sekali dia menjedotkan kepala Paul ke tembok biar lebih encer dan tidak pelupa. Tapi mau bagaimana, efek umur mempengaruhi sih.     

"Maaf yaaa, setelah dari sini kamu boleh minta apa saja deh, sebagai permintaan maafku, tapi jangan minta cerai ya," kata Paul tersenyum manis.     

Linmey memandang Paul semakin merasa tertekan. Bagaimana dia mau minta cerai kalau menikah saja tidak pernah, situ ngigo, erang Lin mey dalam hati.     

"Sudah bisa jalan kan? Ayo pulang saja, besok baru kita lihat ponakanku," ajak Paul sambil membantu Lin mey turun dari ranjang Rumah sakit.     

Lin mey yang sebenarnya masih lemas hanya bisa menurut mengikuti perintah Paul.     

Memang siapa dia bisa membantah. Boneka tidak memiliki hak melawan perintah pemiliknya.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.