One Night Accident

BONEKA 4



BONEKA 4

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Aku harus ke prancis, kamu di sini saja, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku." Paul bebenah sambil berpamitan.     

"Hati-hati kak"     

"Alxi ... uncle pergi sebentar ya ... nanti Uncle cepat pulang kok," ucap Paul mencium pipi gembul Alxi dan langsung berderap keluar.     

"Pete ...." teriak Paul memanggil adiknya dan tidak lama kemudian Pete keluar dengan Xia di belakangnya.     

Sudah tiga bulan Lin mey dan Paul terpaksa tinggal di sebelah rumah Pete dan Xia. Ini terjadi karena Xia yang merengek dan menangis merindukan Alxi saat tau Alxi akan di rawat olehnya.     

Sedang Paul sudah menyerah mencari baby sister untuk Alxi. karena Alxi yang sangat rewelan dan para baby sisiter juga tidak ada yang bertahan dengan sikap intimidasi dari Pete. mereka biasa berakhir mengundurkan diri keesokan harinya.     

"Ini ngapain tombol hp ngikut?" tanya Paul memandang Xia yang sudah rapi dan memecah lamunan Lin mey.     

"Kenapa? Aku kan mengajak istriku sendiri bukan istri orang lain," jawab Pete santai.     

Paul mengibaskan tangannya, terserahlah dia ngomong juga percuma.     

"Lin lin kami berangkat,"pamit Paul.     

"Kakak tunggu."     

"Apa?"     

"Aku ingin ke bandung ketemu papa"     

"Kenapa Xia nggak di ajak?" Protes Xia.     

"Kamu kan mau ke Prancis, nanti habis dari Prancis kita bisa ke sana lagi."     

Xia cemberut tapi membayangkan indahnya pemandangan di Prancis dia jadi tersenyum.     

"Baiklah ... tapi beneran ya ... nanti kakak ajak aku ke sana."     

"Iya Xia," jawab Lin mey langsung membuat Xia tersenyum dan memeluknya.     

"Alxi kamu bawakan? kabari kalau sudah sampai," ucap Paul dan mendapat pandangan tajam dari Pete.     

"Apa? keberatan?"     

"Alxi nggak usah di bawa."     

"Trus taruh di mana? Kamu bawa juga? Nggak kan? Ya udah sih nurut. atau Kamu nggak percaya sama aku? aku jamin Alxi aman sama Lin lin," ucap Paul tegas.     

"Baiklah," kata Pete akhirnya mengalah tapi masih memandang Lin mey tajam.     

"Kalau terjadi sesuatu pada Alxi, jangan harap kamu bisa selamat," bisik Pete saat melewati Lin mey sebelum ikut masuk ke mobil dan mobil itu menghilang dari pandangannya.     

Percayalah ... Lin mey tidak akan berani melakukan apa pun pada Alxi, selain karena masih trauma dengan perlakuan Pete, Lin mey juga masih punya perasaan dan masih menganggap bahwa Alxi adalah keponakannya.     

Sebenarnya sudah hampir dua minggu yang lalu papanya menghubungi dan menyuruh Lin mey ke Bandung. entah untuk alasan apa, Lin mey juga tidak tau, yang Lin mey yakin saat ini papanya sedang menghadapi masalah besar karena dari nada suaranya dia terdengar gelisah dan panik.     

Tentu saja masalah itu pasti ada hubungannya dengan Lin mey, karena kalau tidak pasti papanya akan menghubungi Xia jika memang Lin mey tidak bisa membantu.     

***     

Lin mey berdiri gelisah di depan rumahnya di Bandung, pasalnya sudah hapir 10 menit dia di sana dan papanya belum membukakan pintu. Jika Lin mey masih punya kunci cadangannya pasti Lin mey sudah masuk dari tadi, apalagi Alxi mulai terbangun dan pasti sebentar lagi akan meminta susu.     

Ting tong     

Lin mey memencet bel rumahnya lagi dengan tidak sabar, apa papanya keluar? Tapi dia kan tau Lin mey akan ke sini?     

Ting tong     

"Iya ... iyaaa astaga ... tidak sabar banget sih," terdengar gerutuan dari dalam rumah dan suara bayi menangis?     

Tunggu dulu suara bayi????     

"Lin mey? syukurlah ... cepat masuk."     

"Papa kenapa ada suara bayi? Jangan bilang papa punya anak lagi?" tanya Lin mey sambil memandang papanya yang malah terus menariknya.     

"Ah ... ngaco kamu, siapa yang mau sama Papa, Papa udah ketuaan, mau deketin cewek juga udah encok duluan."     

"Sini Alxi sama aku saja, kamu urusin dia, dari tadi nangis terus nggak tau kenapa, padahal aku lihat dia nggak ngompol, nggak pup, nggak demam, habis minun susu juga, tapi tetep nangis terus," ujar Papa Lin mey mengambil Alxi yang sudah bangun dari gendongan Lin mey dan menunjuk seorang bayi kecil berusia 2 bulan yang tengah menangis menjerit-jerit.     

Lin mey yang masih bingung secara sepontan langsung mendekati si bayi dan menggendongnya, mengayun-ayunkannya sebentar lalu mengajaknya ke halaman belakang, benar saja tidak lama kemudian bayi kecil itu berhenti menangis.     

"Ternyata dia bosan papa, dia ingin di ajak jalan-jalan," kata Lin mey sambil menciumi wajah bayi mungil itu, entah kenapa Lin mey merasa wajah bayi ini sangat tidak asing, dan sangat familiar.     

"Papa yakin ini bukan anak papa?" tanya Lin mey memastikan.     

"Bukan, itu anaknya Anton."     

Deg     

Tangan Lin mey langsung terasa kaku saat mendengar itu. Lin mey berbalik lalu memandang papanya dengan wajah tegang.     

"Apa maksud papa?"     

"Kemarilah ..." Lin mey mengikuti papanya kembali ke dalam. Papanya menaruh Alxi di karpet karena terus mengeliat ingin turun.     

"Tunggu sebentar," ucapnya sambil masuk ke dalam kamar.     

Tidak berapa lama kemudian Lin Wuliu ayahnya Lin mey sudah keluar lagi dengan sebuah amplop di tangannya.     

"Bacalah ...," ucap Wuliu mengambil bayi mungil dari gendongan Lin mey dan menaruh amplop itu di meja. Lin mey dengan ragu mengambil amplop itu dan mengeluarkan kertas di dalamnya.     

Dear Lin mey.     

Bagaimana kabarmu?     

Aku sangat merindukan dirimu? Tetapi setelah apa yang terjadi aku tahu bahwa aku tidak pantas mengatakan itu.     

Aku tahu ini sangat keterlaluan.     

Tapi seandainya aku mendengarkan kata-katamu dulu, aku yakin kamu tidak akan menderita dan masih ada kata kita.     

Tapi penyesalan memang selalu datang di akhir. Aku bersalah dan sudah mendapat hukumannya. Hukuman yang tidak sanggup aku jalani.     

Maka dari itu maafkan aku sekali lagi jika membagi hukuman ini denganmu, karena aku tidak tau harus meminta tolong pada siapa lagi.     

Jaga dia untukku, satu-satunya yang tersisa dari keluargaku. karena walau benci tapi aku yakin kamu mau merawatnya untuk aku.     

Jangan mencariku dan anggaplah aku sudah tidak ada di dunia ini saat kamu membaca suratku.     

Dariku yang akan selalu mencintaimu     

Anton     

Lin mey mencengkram surat itu dengan tangis yang menyayat hati, kenapa semua berakhir seperti ini.     

Cintanya harapan satu-satunya sudah menyerah pada takdir, sedang Lin mey tertahan sendiri di sini dengan beban yang harus dia tanggung.     

Apa Lin mey akan sanggup? Entahlah.     

Lin mey memandang Alxi yang sudah bisa berjalan dengan benar, dia benar-benar menguras tenaga. Semua dia tanyakan, semua dia hancurkan, Lin mey sampai merasa seperti mengurus 3 anak bukan satu.     

Lin mey sudah kualahan menghadapi Alxi dan sekarang malah ketambahan satu bayi lagi. Lin mey tahu dia tidak akan sanggup.     

Maka, setelah kunjungannya beberapa bulan lalu ke rumah papanya, Lin mey dan papanya memang memutuskan membawa anak Anton ke panti asuhan saja.     

Bukan karena Lin mey tidak mau merawatnya tapi ... posisi Lin mey saat ini bukanlah posisi yang bisa memberi perlindungan ataupun mengambil keputusan. Dia hanya boneka alias budak. selain itu entah kenapa Alxi selalu usil jika di dekat bayi perempuan itu sehingga membuatnya menangis terus menerus, seolah Alxi tidak rela perhatiannya di bagi dengan orang lain.     

Sedang papanya sudah terlalu tua untuk merawat seorang bayi. Alhasil Lin mey menaruh putri Anton di salah satu panti asuhan di Bandung yang sekarang ini dialah salah satu donatur, tentu saja uang yang dia sumbangkan adalah uang dari Paul yang selama ini masuk ke rekeningnya. Lin mey yakin kehilangan 10 jt setiap bulan bukanlah hal yang mencurigakan bagi Paul.     

***     

"Lin lin," panggil Paul dari kamar.     

"Iya kak."     

"Kamu masih betah di sini?"     

Lin mey memandang paul tidak mengerti.     

"Aku harus mengurus pekerjaanku di Prancis dan tinggal di sini bukanlah pilihan yang bagus, aku harus bolak-balik setiap bulan, dan itu sangat menghambat."     

Lah ... siapa yang suruh bolak-balik, Paul menetap di sana juga Lin mey nggak keberatan kok, seneng malah.     

"Jadi aku memutuskan kita akan kembali ke Prancis."     

"Ki ... ta?" kenapa nggak kamu saja? erang Lin mey dalam hati.     

"Iya kita."     

"Lalu Alxi bagaimana?"     

"Dia kan punya mama papa ya sudah biar di rawat merekalah ...."     

"Tapi ...."     

"Sudah tenang saja, aku akan menyuruh Marco mengeceknya setiap minggu atau setiap hari kalau perlu, memastikan Alxi masih hidup di tangan mereka berdua," kata Paul yakin.     

"Kakak yakin?"     

"Yup ... jadi segera siapkan semua." Perintah Paul mutlak.     

Tidak ada bantahan dan Lin mey dan dia hanya bisa pasrah.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.