One Night Accident

BONEKA 6



BONEKA 6

0Enjoy Reading.     
0

***     

Berjam jam kemudian.     

Paul duduk di sebelah Lin mey dan menggenggam tangannya erat seolah-olah tidak ingin berpisah darinya.     

"Maaf ya ... sepertinya kita akan berakhir konyol di sini."     

Lin mey langsung menoleh ke arah Paul dengan cepat.     

"Tidak mungkin, kalian para keluarga Cohza sangat hebat tidak mungkin kan kita mati di sini." Lin Mey tidak percaya. Pasti Paul hanya menakut-nakuti dirinya. Paul kan suka iseng.     

Paul menunduk lalu memeluk Lin mey erat. "Maaf."     

Lin Mey menatap Paul dengan serius. "Tidak mungkin, kita pasti akan selamat kan?"     

Paul hanya memberi tatapan tidak berdaya kepadanya.     

Bukh bukh bukh.     

Lin mey memukuli dada Paul membabi buta.     

"Jahat ... kamu jahat, kalian semua pria Cohza kenapa jahat padaku ... hiks hiks."     

"Aku sudah melakukan apa yang kalian mau, tapi apa? Aku tetap akan mati kan? Kenapa tidak membunuhku dari dulu saja." Lin Mey menangis putus asa. Kenapa nasaibnya tragis sekali.     

Kehilangan orang yang dicintai, karir yang juga hancur. disiksa psycopath dan sekarang akan mati ditangan orang yang memperlakukan dirinya seperti boneka.     

"Kenapa memberi siksaa padaku sebegini berat dan sekarang baru membunuhku, aku benci     

kamu, aku benci semua keluarga Cohza, aku benciiiiiiiiii."     

Lin mey terus menangis dan memukuli Paul dengan keras dan Paul sama sekali tidak ada niat menghentikannya. Dia tahu Lin Mey pasti merasa tertekan. Siapa pun akan panik jika tahu mereka akan mati.     

Melihat Paul yang tidak membantah sama sekali Lin Mey semakin marah dan terus mengamuk sampai akhirnya dia kelelahan dan tertidur.     

Beberapa jam kemudian.     

Lin mey masih terduduk di pojok ruangan mengabaikan Paul yang hanya tertunduk lesu.     

"Boleh aku tanya sesuatu." Paul memecah keheningan.     

Lin mey tidak menjawab dan malah memalingkan wajahnya.     

"Sebelum kita berdua mati, apakah aku boleh tau perasaanmu padaku yang sesungguhnya, jujurlah tidak perlu takut."     

"Untuk apa aku takut toh sebentar lagi kita sama-sama jadi mayat," jawab Lin mey kesal.     

"Jadi ... apa kamu benar-benar tidak suka padaku sama sekali." Paul bertanya dengan sungguh-sungguh.     

Lin mey mendengus dan mengalihkan tatapannya ke arah Paul.     

"Aku rasa aku tidak perlu menjawabnya."     

Paul menunduk sambil tersenyum miris. "Kamu tahu, pertama kali melihatmu aku merasa hidup lagi, aku suka karena bisa memandangi wajah Paulineku."     

"Dasar aneh," cibir Lin Mey.     

"Ya ... aku memang aneh, tapi apa kamu tau apa yang lebih aneh? Jika dulu aku sangat menyukai wajah Pauline justru sekarang aku sangat membencinya."     

"Kalau kamu membenci wajahku, untuk apa masih mempertahankan aku, kenapa tidak di lenyapkan dari dulu."     

"Aku membenci wajahmu karena aku sadar aku mulai menyukaimu, bukan menyukai wajah yang kamu miliki tapi menyukai kamu dan semua tingkah matremu."     

"Aku tidak matre, aku hanya wanita normal yang masih suka berdandan dan belanja barang-barang bagus. Lagi pula toh belanjaanku tidak pernah bisa membuatmu bangkrut kan?"     

Paul terkekeh pelan.     

"Bagus tertawalah, sebelum kamu tidak bisa tertawa karena mati keleparan di sini."     

"Apa kamu ingin menyampaikan hal terakhir sebelum kita berdua pergi."     

"Buat siapa? Xia? atau Pete? pasti dia senang sekali karena berhasil menyingkirkan aku."     

"Bukan ... tapi untuk putrimu."     

Deg     

"Apa maksudmu?"     

"Kamu tidak berpikir aku tidak mengawasimu kan? Aku tau saat ini di salah satu panti asuhan di bandung kamu menitipkan putrimu yang ternyata adalah putri kandung dari Anton mantan tunanganmu."     

"Jangan sentuh dia." Wajah Lin Mey memucat seketika.     

"Tidak ... aku di sini bagaimana aku bisa menyentuhnya."     

"Kamu mengerti maksudku, jangan menyakiti anakku, dia tidak tahu apa-apa."     

Hufttt.     

"Apa sangat sulit berkata jujur?" tanya Paul pada Lin mey.     

"Jujur apa?"     

"Perasaanmu? Jangan di tahan lagi, kalau kamu menyayangi putrimu katakan sayang, kalau kamu membenciku katakan benci jangan menahannya terus, aku tau kamu menderita."     

Mendengar itu tidak terasa air mata Lin mey sudah berjatuhan.     

Bukh bukh bukh     

"Dasar brengsek, cowok nggak peka, pelupa, tua bangka tidak tau trimakasih, aku benci kamu."     

"Kamu tau nggak sih padahal aku sudah mulai menyukaimu sudah mulai menerima keberadaanmu di sampingku. walau kamu aneh menyebalkan tapi entah kenapa aku malah     

menyayangimu. Kamu itu memang pria tua menyebalkan, belagu padahal sudah kisut dan tidak bisa bangun lagi masih saja suka nyiksa aku." Lin Mey akhirnya menumpahkan unek-uneknya.     

"Whoaaa aku memang brengsek bajingan tapi aku tidaklah kisut dan masih bisa tegak berdiri. Kamu serius mengucapkannya tadi?" Paul tidak terima ketika keperkasaannya dipertanyakan.     

"Kalau kamu masih perkasa kenapa tidak pernah menyentuhku?" protes Lin mey.     

"Apa kamu ingin aku sentuh?" Wajah Paul bersinar Seketika.     

"Tidak ... aku tidak mau mengalami kekecewaan karena kamu yang ejakulasi dini."     

"Lin lin ... sepertinya aku harus tunjukkan padamu kekuatanku yang sebenarnya."     

"Tidak mauuuuu"     

Brukk bukhh bukhhh     

Lin mey terus memukuli Paul sampai kehabisan tenaga. Setelah di rasa lemas Paul memeluk Lin mey erat.     

"Maaf hanya bisa memberikan kehidupan penuh derita dan kematian konyol ini,"ucap Paul sambil menciumi puncak kepala Lin mey.     

Lin mey tidak bicara dia hanya bersandar pada Paul dengan pasrah, tenaganya sudah habis oksigen di sana juga sudah mulai berkurang, perutnya semakin lapar dan untuk itu Lin mey sudah pasrah jika kematian menjemputnya.     

Hening.     

Hanya keheningan menyelimuti keduanya.     

Lin mey dan Paul sudah tidak memiliki tenaga, mereka bahkan sudah lupa berapa lama mereka terkurung di sana 1 hari 2 hari entahlah ... yang Lin mey tau dia sudah semakin berat membuka matanya karena lemas. Paul berbaring di sebelah Lin mey dan memeluknya erat.     

"Siapa nama putri kita?" tanya Paul lirih sepertinya kondisinya juga sudah menurun.     

"Putri kita?"     

"Putri yang kamu rawat? Jika keajaiban terjadi dan kita selamat aku berjanji akan mencintaimu dan mengakui anak Anton sebagai putri kita." Janji Paul.     

"Jika kita selamat ya ... em ... baiklah jika kita selamat aku berjanji akan terus bersamamu dan mungkin belajar mencintaimu,"ucap Lin mey dengan senyum lembut.     

"Kamu serius?"     

"Serius ... sudahlah ... kita ini mau mati lebih baik tidur saja," ucap Lin mey mulai memejamkan matanya. Tidak mau merasakan perutnya yang melilit dan napasnya yang pendek karena merasa sesak kekurangan oksigen.     

"Jadi siapa nama putri kita?"     

"Nabila .... namanya Nabila." Gumam Lin mey sebelum kesadaran akhirnya meninggalkannya.     

Paul menepuk pipi Lin mey berusaha membuatnya sadar. "Lin Lin? Hay ... Lin Mey?" Paul berusaha membangunkan Lin Mey tapi sepertinya percuma. Akhirnya karena tahu ini adalah batasnya Paul ikut memejamkan matanya dan berbaring sambil memeluk tubuh Lin mey yang lemas.     

Jika memang ini sudah saatnya Paul akan menerimanya dengan ikhlas dan lapang dada.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.