One Night Accident

IMPOTEN 4



IMPOTEN 4

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Itu Jujun mau kemana lagi elahh." Jovan dan Javier mengikuti mobil Junior yang terus memutari seluruh jalanan ibu kota.     

"Nohhh, masuk ke Club dia." Jovan menunjuk mobil Junior yang berbelok.     

"Gila ya si Jujun kalau marah. Ngeri ow. Paman Marco yang super nyinyir saja di bentak-bentak," ucap Jovan.     

"Yeah. Orang pendiam kalau marah emang lebih mengerikan." Javier ikut mengakuinya.     

Dulu waktu Anggel hilang, Junior memang kalap. Tapi tidak separah ini. Dan Jujur Javier juga merasa merinding hanya dengan tatapan Junior yang seperti ingin menguliti siapa pun yang mendekatinya.     

Apa perlu di kasih garis polisi ya. Biar semua orang dalam radius 10 meter tidak ada yang mendekat. Atau pagar betis saja.     

"Javier. Kamu boleh marah sama momy dan dady. Tapi, jangan sampai bentak-bentak kayak Junior ya. Durhaka itu namanya." Javier mendengus mendengar perkataan Jovan.     

"Hmmm," gumam Javier. Dia itu sudah berusaha melupakan kejadian 15 tahun yang lalu. Kenapa malah diingetin.     

"Frustasi itu bocah. Padahal baru dua hari Queen ilang, udah gila dia." Javier dan Jovan turun. Ikut masuk ke dalam Club.     

"Astaga ... belum lima menit sudah dua gelas. Jujun mau ngilangin kesedihan apa mau bunuh diri sih." Jovan benar-benar tidak habis pikir.     

Javier mencegah Jovan saat Jovan ingin mendekatinya. "Biarin dulu. Kalau dia sudah teler, baru kita bawa pulang. Dia lebih baik mabuk dari pada kita ngikutin Junior muterin seluruh kota tanpa tujuan." Javier duduk agak jauh dari Junior.     

"Iya juga sih. Tapi kamu merasa ada yang janggal nggak sama menghilangnya Queen?"     

"Sudah jelas Queen ada yang ngumpetin. Itu maksudmu?" tanya Javier.     

Jovan mengangguk. "Gini deh. Kita ini Save Security lho. Melacak orang bukan hal yang susah. Tapi kenapa kita nggak bisa melacak Queen?"     

"Kalau Anggel susah di lacak karena kita pernah mengajarinya berbagai macam hal. Beladiri, senjata, pengobatan, tekhnologi. Apalagi dia kaburnya bareng mafia jadi wajar kita agak kesusahan waktu itu."     

"Sedang Queen? Dia itu Feminis sejati. Jadi, nggak mungkin dia bisa kabur tanpa terlacak, kalau tidak ada bantuan dari orang lain."     

"Dan aku curiga orang itu adalah Om Joe sendiri." tebak Javier.     

"Binggo. Jadi mendingan sekarang aku kasih tahu Paman Marco biar ngawasin terus itu Om Joe." Jovan hendak memencet nomor Marco.     

"Nggak usah kamu kasih tahu. Dari hari pertama Queen ilang, Paman Marco sudah ngawasin Om Joe. Masalahnya Om Joe itu artis. Pinter Acting," cegah Javier.     

"Tapi masak nggak ada yang mencurigakan sedikitpun dari Om Joe. Lagian kenapa Om Marco nggak tanya langsung saja, dari pada si Jujun gila."     

"Di sini itu yang salah Junior dan Paman Marco. Wajarlah kalau Om Joe ngumpetin anaknya, Paman sadar diri, makanya nggak berani minta aneh-aneh sama Om Joe."     

"Susah ini. Kalau terus begini, kacau jadwal kencanku. Ini saja sudah 13 kencan aku batalkan gara-gara nemenin Jujun nyariin Queen."     

Javier berdecak. Saat seperti ini masih sempat-sempatnya Jovan mikirin pacaran. Jovan belum pernah tahu rasanya patah hati sih jadi tak akan ngerti.     

Berbeda dengan Javier. Dia tahu pasti bagaimana rasanya kehilangan orang yang paling di cintai.     

Apalagi ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya.     

Berasa sakit tapi tidak ada obatnya.     

Hanya punya dua pilihan : Mati atau merintih dan menangis sambil menahannya.     

Seperti dirinya dulu. Saat rasa sayangnya pada Jessica berada di puncak. Saat dia sedang dalam tahap melayang hingga tidak terkendali. Dady dan momynya malah memisahkan mereka.     

Rasanya hidup Javier langsung tidak ada semangatnya waktu itu. Apalagi setelah itu Jessica malah menghilang.     

Javier hancur dan semakin menjadi pemurung saat kabar kematian Jessica menghampirinya.     

Hati Javier sudah mati dan dia tidak ingin jatuh cinta lagi.     

Jovan menoleh ke arah Javier dan langsung melotot.     

"E buset ... kenapa Javier jadi ikutan mabok? Jadi aku ngawasin dua orang ini?" Biasanya Jovan yang mabok dan Javier yang bawa pulang. Kenapa malah sekarang dia yang harus ngawasin Javier. Mana ketambahan Junior lagi.     

Hadehhhh. Laras, Linda, Listi, Liana dan Lana. Sabar ya sayang. Bang Jovan masih ngurusin dua orang patah hati.     

Jovan mendesah dilihatnya Junior yang sudah mulai merebahkan kepala di meja batender, lalu dia melihat Javier yang sepertinya sama saja.     

Ini mana yang mau di amankan dulu?     

"Azkaaa. Sini." kebetulan banget ada anak Om Vano. Pemilik Club yang mereka singgahi.     

"Ada apa Jov?"     

"Siapin kamar di atas dong, ada yang kosong kan?" Azka mengangguk.     

"Sama itu bantuin bawa Junior. Biar aku yang bawa Javier."     

"Junior?"     

"Tuh, di meja batender."     

"Itu Junior? tumben mabuk?"     

"Bawel ah. Angkat sana." Azka mengakat bahunya cuek, lalu menyuruh salah satu anak buahnya membawa Junior ke lantai atas. Di mana memang terdapat beberapa kamar untuk pelanggan yang terlanjur teler dan nggak bisa pulang. Yah ... Sekaligus tempat you know-lah.     

"Satu kamar saja?" tanya Azka.     

"Iya. Biarin mereka bobo bareng. Sesama orang pendiem, muram dan patah hati." Jovan masuk ke kamar dengan Javier yang merangkulnya sedang Junior sudah tidak sadarkan diri dan langsung di lempar ke ranjang begitu saja oleh anak buah Azka. Jovan ikut mendorong Javier ke ranjang di sebelah Junior.     

"Oke. Kalian berdua. Bobo yang anteng. Dede Jovan mau cari teman kencan dulu." Jovan kembali turun. Saatnya pedang pusakanya mencari sarang. Dua hari sudah libur, berasa sudah mengkerut ini.     

"Jovannn?" seorang wanita dengan celana super pendek dan rambut berwarna pirang menghampirinya.     

Jovan membuka mulutnya. Tunggu sebentar dia namanya Dita, Dara, Diana, Dira atau Delisa?     

"Jovannnn?" wanita itu langsung bercipika cipiki dengan Jovan.     

"Hay babe." panggil gitu saja. Aman.     

"Kamu jahat ya sama aku. Sudah dua minggu Dimi telfon kamu nggak pernah di angkat, sekarang malah ketemu di sini. Jovan mau selingkuh ya?" oh namanya Dimi.     

"Maaf ya sayang. Aku lagi sibuk banget. Tadi masuk sini karena ngikutin Javier dan Junior. Mereka sekarang sudah pada teler di atas. Kalau nggak percaya tanya saja Azka, anak pemilik Club ini."     

"Iya deh aku percaya," ucap Dimi.     

"Trus kamu sendiri ngapain di sini?" tanya Jovan.     

"Temen aku ulang tahun di sana." Dimi menujuk ke sebuah tempat yang sangat terlihat ramai.     

Jovan melihat jam. Sudah jam dua dinihari. Ia tidak mungkin mencari one night stand jam segini. Mendingan sama Dimi saja deh.     

"Sayang kamu kangen nggak sama aku?" Jovan mulai memeluk dan mengelus pinggang Dimi dengan halus.     

"Kangen bangettttttt."     

Jovan tersenyum dan mencium sekilas bibir Dimi, "Aku juga kangen banget sama kamu. Apalagi yang ini." Jovan menggesekkan miliknya ke pinggul Dimi dengan santai.     

"Kita ke atas yuk." Jovan sudah meremas dada Dimi dari balik bajunya. Dimi sudah mendesah keenakan.     

Melihat Dimi yang sudah pasrah. Jovan segera membawa Dimi ke lantai atas di mana tadi ia sudah menyewa satu kamar lagi untuk dia tempati bersama siapapun cewek one night standnya.     

Dan akhirnya setelah dua hari menjelang tiga hari berpuasa. Jovan kembali menjadi kijang kencana yang menunggangi, di tunggani dan tentu saja membuat Dimi serasa terbang melayang ke angkasa.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.