One Night Accident

IMPOTEN 13



IMPOTEN 13

0Enjoy Reading.     
0

***     

"MENJAUH DARI ANAKKU BOCAH MESUMMMM." Jovan dan Zahra tersentak kaget saat mendengar teriakan Pak Eko hingga membuat orang yang ada di sekitar pantai memperhatikan mereka.     

Jovan dan Zahra tidak sadar bahwa mereka sudah berjalan lumayan jauh dan kini sampai di pantai dekat para nelayan melabuhkan kapalnya. Mereka asik ngobrol dan asik menikmati suasana hingga melupakan sekitarnya.     

"Zahra sini. Jangan dekat-dekat dia." Zahra ditarik Pak.Eko hingga berada di belakangnya. Sedang Om Mico hanya bisa memandang bingung.     

Tadi dia mengantarkan obat ke bu bidan Anisa. Lalu memberitahukan keberadaan Zahra dan Jovan. Seketika Pak Eko panik dan memintanya mengantarkan ke tempat dia meninggalkan Zahra.     

Dan sekarang Pak Eko terlihat ingin menenggelamkan Jovan. Sebenarnya ada apa ini?????     

"Mas. Eko, ini ada apa? kenapa kamu terlihat marah sama Jovan?"     

"Ada apa? Memang abangmu si Marco nggak bilang. Kalau ponakan kurang ajarnya ini hampir memperkosa anakku?" ucap Pak.Eko dengan suara lantang. Tidak sadar orang-orang di sekitar mereka terkesiap kaget.     

Jadi Zahra pulang kampung karena di perkosa. Pantas pas di tanya kapan balik kuliah dia tidak menjawab.     

Kasihan banget ya. Eh ... Jangan-jangan bukan di perkosa. Tapi suka sama suka.     

Iya juga ya, buktinya masih mau ngobrol sama yang perkosa dia.     

Nggak nyangka ya Zahra begitu. Padahal penampilannya alim.     

(Itulah kira-kira suara netijen yang maha benar)     

Pak.Eko yang sadar dia sudah keceplosan langsung merasa kupingnya panas karena mendengar bisik-bisik di sekitarnya. Sedang Zahra menunduk sangat malu.     

Baru Pak.Eko akan berteriak lagi untuk membungkam mulut-mulut tajam di sekitarnya. Tiba-tiba.     

Brukkkkk.     

Jovan berlutut.     

"Maafin Jovan Om. Jovan memang salah, maka dari itu Jovan kemari karena Jovan mau tanggung jawab. Jovan mau nikahin Zahra."     

"APAAAAAAAA?????" Zahra shokkkk pemirsah.     

***     

Jovan duduk dan memandang semua orang di depannya dengan tegang.     

Dia merasa bodoh luar biasa. Karena mengajukan lamaran untuk Zahra. Seharusnya dia ke Jogja untuk konfirmasi kejadian yang sebenarnya. Lalu meminta baik-baik pak Eko agar menghilangkan kutukannya.     

Kenapa dia malah berlutut dan minta dinikahkan dengan Zahra? Konslet ini pasti otaknya.     

Tapi yang namanya ucapan. Pantang bagi Jovan menjilatinya lagi. Jadi di sinilah sekarang dia. Setelah tanpa rencana dia melamar Zahra disaksikan Om Mico dan masyarakat di sekitar pantai. Akhirnya pake Eko membawanya ke rumah agar bisa dibicarakan secara mendetail.     

Dipikir-pikir, dia kan belum pernah nyobain cewek berhijab. Mungkin memang ini saatnya. Seperti kata Javier, Zahra bisa dijadikan selir pertama.     

Sedang pak Eko merasa malu. Karena anaknya paling kecil jadi tontonan tetangga. Mana dia keceplosan Zahra hampir diperkosa sama itu bocah mesum.     

Kan bahaya. Bisa Viral nanti anaknya. Ngaku kuliah malah dikira enak-enak sama ponakannya Marco.     

"Pak, Zahra nggak mau nikah sama dia," ucap Zahra di samping pak Eko.     

Walau pelan tapi Jovan mendengar ucapan Zahra. Sialan, dia ditolak. Berasa cantik banget apa ya. Berani menolak seorang Cavendish. Batin Jovan kesal. Awas saja nanti kalau sudah jadi selir. Jovan bikin jalan ngangkang tiap hari.     

Asal tahu saja. Ini Jovan juga terpaksa dan tidak ikhlas lahir batin ngucapin kata tanggung jawab. Kalau bukan gara-gara si Anu yang disantet impoten Jovan nggak Sudi deket-deket cewek sok alim begitu. Eh ... Mau ding, dikit tapi. Sekedar incip-inciplah.     

"Tuh. Kamu dengar sendiri. Zahra tidak mau sama kamu," ucap pak.Eko. semakin membuat Jovan melotot.     

Bukan hanya anak. Bapaknya juga songong ini mah. Belum tahu mereka berhadapan dengan siapa. Jovan. Si playboy kijang kencana. Sekali rayu pasti klepek-klepek dia.     

Jovan tersenyum. "Zahra aku tahu kok. Aku memang mantan playboy. Tapi serius Om Eko. Saya itu cinta banget sama Zahra. Sampai khilap hampir perkosa dia. Padahal saya tahu Zahra itu calon istri Junior. Tapi, masak Om nggak pernah ngerasain jatuh cinta sih?"     

"Coba Om jadi saya. Selama dua tahun cuma bisa lihatin Zahra dari jauh karena dia malah kemana-mana sama Junior. Sakit Om. Sakit banget." Jovan menatap dengan wajah melas andalannya seolah merasa kecewa dan merana.     

"Cuma bisa melihat tanpa bisa memiliki. Itu seperti haus bukannya dikasih minum tapi disumpel sandal om. Udah nggak enak, seret lagi."     

"Waktu itu sebenarnya aku marah banget sama Junior yang malah pacaran sama Queen. Lalu Zahra dianggap apa sama dia? di PHP doang Om. Makanya Jovan kecewa. Jovan marah dan berusaha meniduri Zahra biar hamil sekalian. Terus biar aku dinikahin sama dia." Dalam hati Jovan bangga dengan bakat aktingnya sendiri. Coba dia mau jadi artis di tempat om Joe, pasti laris manis kek kacang almond.     

"Serius Om, Aku cinta banget sama Zahra Om." Jovan kembali duduk berlutut di hadapan Pak Eko dengan wajah melas. Membuat yang ada di sana tidak tega melihatnya.     

Miko terdiam. Pak Eko terpaku dan Zahra hanya bisa berkedip-kedip karena tidak menyangka Jovan akan berkata seperti itu.     

"Maksudmu kamu emang berencana Hamilin anakku?" tanya Pak Eko langsung berdiri.     

"Maaf om. Tapi beneran Om Jovan itu cinta banget sama Zahra. Please Zahra terima aku ya," ucap Jovan penuh permohonan.     

"Nggak mau," ucap Zahra cepat. Tadi bilangnya nggak level, bukan typenya dia. kenapa sekarang malah mau menikah dengan dirinya.     

Jovan tidak lagi kesambet kan? Atau memang dasarnya Jovan itu otaknya rada-rada.     

"Oke begini saja. Bagaimana kalau om izinkan Jovan bicara dulu dengan Zahra hanya berdua. Jovan harus menjelaskan sesuatu pada Zahra."     

"Tidak boleh, enak saja. Nanti anak Om kamu apa-apain."     

"Astaghfirullahaladzim. Enggak mungkin Om. Jovan janji hanya akan bicara. Kalau khawatir, ikat saja tangan dan kaki Jovan biar nggak macem-macem."     

"Boleh ya Om, please." Jovan menyatukan kedua tangannya seolah memohon.     

Pak Eko mendesah lalu dia mengangguk. "Saya kasih kamu waktu hanya 10 menit jangan sampai lebih."     

"Baik Om Terima kasih sudah percaya sama Jovan." Jovan berdiri dan memberi kode agar Zahra mengikutinya. Zahra takut, tapi bapaknya malah mengangguk sehingga mau tidak mau Akhirnya dia mengikuti Jovan juga.     

"Baiklah Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" Tanya Zahra begitu sampai di samping rumah.     

Jovan hanya diam. Dia berjalan agak jauh lagi memastikan Pak Eko dan Om Mico tidak mendengar percakapan mereka. Begitu merasa bahwa tempatnya sudah pas. Jovan berbalik menghadap Zahra.     

"To the point aja ya. Sebenarnya aku tuh nggak sudi nikah sama kamu. Tapi aku terpaksa. Kalau bukan gara-gara bapak kamu yang sudah mengutukku, aku enggak mungkin datang ke sini."     

Zahra menganga. Tuh kan, cowok ini memang bermuka dua, "Ternyata bener ya kamu itu emang bajingan." Zahra langsung berbalik tapi tangannya dicekal oleh Jovan.     

"Jadi kamu lebih memilih Aku mengucapkan kenyataannya. Bahwa yang hampir memperkosa kamu adalah Junior Bukan aku."     

"Oh ... kamu masih dendam karena aku memfitnahmu? Oke aku akui aku yang salah dan aku benar-benar minta maaf untuk itu. Sekarang bisa kan kamu jauh dariku dan semua keluargaku. Aku ingin melupakan kejadian kemarin."     

"Kalau aku bisa jauh aku nggak mungkin datang ke sini. Ini semua salahmu. Kalau kamu sedari awal Jujur aku nggak bakalan sial kayak gini."     

"Aku sudah minta maaf. Kamu mau aku ngapain lagi? Kamu ingin aku yang mengatakan kebenaran kepada bapakku." Zahra tidak terima kalau terus disalahkan.     

"Dan membuat hubungan baik antara Om Marco dan Ayahmu rusak?"     

"Maksud kamu apa?"     

"Kamu tahu kan kalau om Marco dan papamu itu udah temenan dari kecil. Mereka sangat akrab dan dekat, menurutmu apa yang akan terjadi jika bapakmu sampai tahu bahwa orang yang akan memperkosa mu itu Junior bukan Aku. Aku yakin papamu akan melabrak om Marco dan persahabatan mereka hancur seketika. Apakah itu yang kamu inginkan?"     

"Aku yakin persahabatan papa dan Om Marco lebih dari itu. Mereka mungkin akan saling membenci sebentar tapi setelah itu mereka pasti baikan lagi."     

"Baik, silakan saja. Tapi kamu melupakan satu hal. Menurutmu apa yang akan dikatakan oleh tetanggamu? kamu lupa papamu keceplosan bahwa kamu Hampir diperkosa di Jakarta."     

Zahra terdiam. Dia ingat pasti pandangan beberapa orang yang mendengar ucapan bapaknya. Mereka langsung melihat Zahra seolah dia sudah ternoda.     

"Kamu tahu kan mulut tetangga itu melebihi kecepatan cahaya. Orang yang di pantai mendengar bahwa kamu hampir di perkosa, tapi bisa jadi dari satu mulut ke mulut yang lain ucapan bisa bertambah dan berubah. Kamu yakin masih ada lelaki yang mau menikahimu jika tahu kamu korban pemerkosaan."     

"Aku tidak di perkosa."     

"Tapi kamu dilecehkan. Tubuhmu sudah pernah disentuh dan dilihat oleh pria yang bukan muhrim. Bukan hanya satu tapi dua. Junior dan Aku."     

Zahra memucat. Bayangan dia hampir diperkosa membuatnya gemetar ketakutan lagi. Jovan benar. Tubuhnya sudah tidak suci lagi. Sudah pernah ada tangan yang menyentuh bahkan menciumnya.     

"Zahra, kamu tidak apa-apa?" Jovan heran saat melihat Zahra yang memeluk tubuhnya sendiri dan terlihat gemetar.     

Jovan maju. Zahra tidak menjauh, "Zahra ...?" Zahra tetap diam. Akhirnya dengan nekat Jovan maju satu langkah lagi dan memeluk Zahra.     

"It's oke. Itu sudah berlalu." Jovan merasa tidak enak. Karena sepertinya dia mengingatkan Zahra pada trauma yang dilakukan Junior beberapa waktu lalu.     

"Aku kotor."     

"Makanya. Biar aku bertanggung jawab dan membersihkannya."     

"Aku bekas cowok lain."     

"Aku juga bekas cewek lain. Tidak apa-apa. Mau prawan atau Janda toh rasanya sama enaknya."     

"Aku masih perawan." Protes Zahra.     

"Nanti kalau jadi istriku ya pasti nggak perawan lagi."     

"Siapa yang mau jadi istrimu?" Zahra kan belum bilang setuju.     

"Oh, kamu mau jadi perawan tua?"     

"Ya nggaklah."     

"Makanya, menikah denganku. Anuku sembuh dan nama baikmu kembali. Bagaimana?"     

"Anu? Anu apa? Anumu sakit?" Anu itukan berjuta makna.     

"Nanti juga tahu kalau sudah jadi istriku. Bagaimana?"     

"Apa kita akan menikah dengan perjanjian dan bercerai setelahnya? Seperti kisah-kisah di novel?"     

"Novel apaan? Kalau sudah nikah, ngapain cerai. Ya untuk selamanya dongk." Kan kamu selir pertama, harus membimbing selir-selir yg lain nanti. Batin Jovan sudah terencana.     

"Menikah itu hanya untuk sekali seumur hidup. Kamu yakin mau menikah denganku?" Tanya Zahra ragu.     

"Jovan itu pantang ingkar janji. Sampai kapan pun kamu akan menjadi yang nomor satu." Setelah itu akan ada nomor dua, nomor tiga sampai tak terhingga.     

Zahra Masih ragu. Tapi, kalau dia menolak Jovan. Apa tetangganya akan percaya kalau Zahra hanya dilecehkan. Bukan di perkosa? Membayangkan bapaknya malu dan jadi omongan tetangga sudah membuat Zahra merasa berdosa. Walau bapaknya orang yang berpengaruh di sana tapi tetap saja jika nama baiknya tercemar orang akan mengolok-olok dirinya seolah-olah tidak becus mengajari anaknya.     

Zahra mendesah berat. Bagaimanpun dia yang awalnya memfitnah Jovan. Jadi memang dia yang telah berbuat salah. Maka, sudah seharusnya dia juga yang menanggung akibatnya.     

"Woyyy, Cox. Ngobrol boleh tapi ngapain itu tangan ada di sana?" Pak Eko menghampiri Jovan dan Zahra dengan kesal. Katanya nggak bakalan macem-macem. Tapi baru 10 menit, tangannya sudah geratilan di pinggang anak gadisnya.     

Benar-benar bocah mesum.     

Zahra dan Jovan langsung menjauh. Mereka bahkan tidak sadar bahwa mereka masih berpelukan.     

"Maaf Om. Terlalu terbawa suasana." Jovan mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Sedang Zahra langsung mengucap Astaghfirullah dan menjauhi Jovan sambil menunduk malu.     

Pak Eko melihat Jovan tajam. " Jadi apa hasil obrolan kalian tadi."     

"Kami sepakat akan menikah Om. Tentu saja kalau Om merestui," ucap Jovan sebelum Zahra membuka mulutnya.     

"Benar begitu Zahra? Kamu mau menikah dengan si bocah mesum ini?" Pak Eko memastikan.     

Zahra mengucap basmalah. Lalu dia memandang wajah Jovan tepat di matanya.     

"Iya. Zahra mau menikah dengan Jovan," ucapnya pasti.     

Degggg.     

Entah kenapa tiba-tiba jantung Jovan seperti berdesir dan membuncah bahagia.     

Pasti karena Anunya akan segera sembuh.     

Iya. Pasti karena itu.     

Iyain sajalah.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.