One Night Accident

IMPOTEN 11



IMPOTEN 11

0Enjoy reading.     
0

***     

"Jadi bagaimana?" Javier yang lelah menjadi sasaran pacar-pacar Jovan akhirnya tidak tahan. Dan disinilah dia, di rumah Junior dengan Alxi yang terus tersenyum lebar antara bahagia dan mengejeknya.     

Iyalah bahagia.10 kali lipat untuk idenya yang pasti gila.     

Kan anjing.     

"Buruan, kelamaan mikirnya," protes Javier karena sudah setengah jam dan Alxi belum bersuara.     

"Kalian pernah dengar Marco pas masih muda cuma bisa nidurin perawan nggak?" tanya Alxi.     

Javier dan Junior mengangguk.     

"Gimana kalau ...."     

"Nggak bisa. Kalau Jovan di buat hanya bisa nidurin perawan. Yang ada perawan se-Indonesia habis sama dia," bantah Javier sebelum Alxi meneruskan pembicaraannya.     

Brakkkk.     

Alxi menggebrak meja dengan semangat. "Gue tahuuuuuu. Buat Jovan impoten. Masih inget kan pas kejadian Zahra, si pak. Eko nyumpahin Jovan impoten. Kenapa kita nggak kabulin saja."     

"Janganlah. Nanti Jovan nggak bisa punya anak." Javier tidak setuju.     

"Iya, ide yang lain." Junior juga tidak setuju.     

"Ya elah. Pada merhatiin nggak sih. Pak.Eko bilang, Jovan cuma bakalan bisa berdiri sama Zahra. Jadi secara otomatis Jovan akan sembuh kalau menikahi Zahra."     

"Nggak ah. Masak Jovan musti nikahin Zahra, aku nggak rela." Javier lagi-lagi tidak setuju.     

"Emang nggak ada yang lebih cantik?" tanya Junior.     

"Justru itu. Zahra kan biasa saja, sedang Jovan itu belagu. Selama ini Jovan sangat bangga dengan setatusnya sebagai pangeran Cavendish dan calon suami putri Inggris. Jadi menurutku sih sesekali Jovan musti dikasih shok terapi yaitu bersanding dengan wanita yang jauh dari levelnya. Biar dia tidak meremehkan orang lain lagi," ucap Alxi menjelaskan.     

Javier dan Junior berpandangan. "Tumben otakmu beres."     

"Weizz jangan salah. Loe pada boleh jenius dalam pelajaran, tapi gue ini jago mengatasi masalah dalam kehidupan." Alxi menaik turunkan alisnya bangga pada dirinya sendiri.     

"Oke. Kalau begitu bagaimanakah caranya melakukan idemu yang luar biasa hebat itu?" tanya Javier pada Alxi.     

"Apalagi. Di hipnotislah. Kayak si Marco."     

"Maksudmu, aku musti ke Cavendish minta tolong dady buat hipnotis Jovan begitu?"     

"Si goblok. Ngapain minta tolong dadymu, suruh saja Junior yang hipnotis."     

"Aku nggak bisa hipnotis," bantah Junior.     

"Nah itu." Javier menjentikkan jari seolah menyetujui perkataan Junior.     

Alxi berdiri lalu bersedekap. "Kalian itu ya. Dari bayi bareng-bareng sampai mendapat julukan Triple J. Jenius luar biasa dalam menyelesaikan segala macam rumus. Tapi nol soal kepekaan." Alxi menggelengkan kepala seolah prihatin.     

"Gue saja yang ngamatin dari jauh langsung tahu kalau Junior itu bisa hipnotis. Nggak percaya, Junior coba lihat mata Javier. Suruh Javier melakukan sesuatu yang janggal atau apa saja. Dan aku jamin Javier pasti akan melakukannya." Tantang Alxi percaya diri.     

"Stress ini bocah," ucap Javier tapi Alxi menaikkan sebelah alisnya untuk menantang kebenaran ucapannya.     

Akhirnya Javier memandang Junior. Menyuruhnya menuruti perkataan Alxi.     

Junior menatap Javier tepat di matanya. "Javier. Tolong Sapu rumahku," ucapnya asal.     

"Oke," ucap Javier langsung berdiri dan mengambil sapu. Mulai menyapu rumah Junior dari bagian pojok.     

"See, bener kan kata gue. Loe itu bisa hipnotis. Kalau nggak, mana mungkin seorang Javier mau nyapu." padahal Alxi tahu Junior bisa hipnotis karena mendengar alias menguping pembicaraan Marco dan Joe. Alxi yang penuh keberuntungan.     

Junior mengangguk lalu melihat ke arah Alxi. Tepat di matanya. "Alxi. Tolong pel lantai rumahku."     

"Asiappp," ucap Alxi dan langsung menuju ke belakang mencari alat buat ngepel.     

Junior duduk dan melihat Javier dan Alxi yang sibuk membersihkan rumahnya. Tidak sia-sia nyuruh Javier minta saran Alxi ternyata berguna juga.     

Queen lagi hamil dan Junior tidak ada waktu bersih-bersih rumah. Sedang Art yang dia butuhkan belum dapat. Lumayanlah mendapat bantuan bersih-bersih.     

Hingga dua jam kemudian.     

"Eh bangke, kok gue jadi ngepel sih?" Alxi protes menyusul Javier yang lebih dulu merengut ke arah Junior. Sedang Junior menatap mereka datar-datar saja.     

Kulkas sialan.     

"Jadi kapan aku harus menghipnotis Jovan," tanya Junior kali ini terlihat lumayan berminat setelah mengetahui bakatnya yang selama ini tersembunyi.     

"Sekarang juga bisa," ucap Javier.     

"Jangan. Lebih baik nanti malam saja. Buat Jovan mabuk tapi jangan sampai tepar. Lalu Jujun hipnotis Jovan. Setelah itu sekitar jam 2 atau 3 Javier bangunin Jovan."     

"Buat apaan?"     

"Kamu kan indigo, pura-puralah lihat sesuatu memasuki tubuh Jovan. Jadi kesannya kayak Jovan kena santet dari Om Eko. Padahal di hipnotis sama Jujun. Oke." Alxi itu selalu punya strategi.     

Javier mendesah dan akhirnya mengangguk setuju.     

Malam itu Javier memapah tubuh Jovan yang sudah mabuk dan membawanya pulang. Di mana sudah ada Junior dan Alxi yang menanti.     

Lalu terjadilah kutukan itu.     

Bukan kutukan dari pak.Eko.     

Tapi kutukan dari Javier, Junior dan Alxi.     

Jovan selamat menikmati.     

***     

Jovan tersenyum lebar saat melihat Om Mico, adik angkat pamannya Marco saat ini tengah menghampirinya.     

"Kamu ..." Mico ragu menyebutkan namanya.     

"Jovan Om, elah dari dulu nggak bisa bedain ya?"     

"Habisnya mirip."     

"Ya miriplah Om, namanya juga kembar."     

"Tapi kok kesini sendirian? kenapa Javier tidak diajak."     

"Jovan cuma ada perlu sebentar kok. Paling lusa sudah balik ke Jakarta."     

Mico manggut-manggut dan langsung mengajak Jovan masuk ke mobilnya. Miko memang di beritahu keponakannya yaitu Junior bahwa kakak sepupunya yang kembar akan main ke Jogja dan menginap di sana. Makanya Mico langsung menjemput sendiri di bandara begitu tahu jadwal penerbangannya.     

"Kabar Deby bagaimana Om?"     

"Baik. Sehat, sekarang sudah bantu kerja di penginapan.Tapi, kok kamu tanyanya Deby doang. Kan anak Om ada tiga. Gilang dan Farhan? Kamu juga nggak nanya kabar Om sama tante."     

Jovan meringis. Kalau soal perempuan apalagi cakep dan bening dia gampang ingat kalau soal pria ngapain. Untung si Deby anak Om Mico kalau nggak sudah dia embat dari lama.     

"Soalnya nama Debi gampang diingat dari pada Gilang dan Farhan. Lagian Om bisa jemput saya berarti sehat kan. Kalau tante sih Jovan nggak berani tanya-tanya nanti Om cemburu."     

"Kamu ini bisa saja. Eh ... tunggu sebentar ya. Itu kayaknya anaknya Eko deh." Jovan ikut menoleh.     

Pucuk dicinta ulampun tiba. Ia ke Jogja mau ketemu pak.Eko dan Zahra. Eh ... orangnya nongol di depan mata.     

Mico meminggirkan mobilnya dan keluar.     

"Zahra. Kenapa berdiri di sini?" tanya Mico.     

"Saya habis nyari obat buat pasien ibu. Sekarang sih mau nyari angkot Om."     

"Mau pulang?" Zahra mengangguk.     

"Ya sudah. Ayo bareng Om saja."     

"Nggak usah Om, nggak enak. Nanti apa yang di katakan orang-orang kalau Zahra hanya berduaan semobil dengan Om. Dari kota lagi. Nanti di kira Zahra cloningan artis 80 juta lagi."     

"Kamu bisa saja. Om mana mampu bayar 80 juta. Om bisa nafkahin istri saja sudah bersyukur."     

"Yang pentingkan HALAL om."     

"Iya, walau tidak banyak yang penting halal ya. Dari pada mahal tapi merusak harga dirinya. Apalagi kids zaman now. Udah nggak halal, murah lagi. Geratisan malah. Baru di beliin es kepal udah mau di ajak ke semak-semak."     

Zahra hanya bisa tersenyum miris. Dia jadi teringat kejadian hampir sebulan yang lalu. Di mana harga dirinya hampir di koyak orang yang dia kagumi ketampanan dan kecerdasan otaknya.     

Yang bagus di luar memang belum tentu bagus di dalam.     

"Kamu tenang saja Om nggak sendirian kok. Ada keponakan Om di dalam. Yuk." Zahra ragu. Tapi, pada akhirnya dia membuka pintu belakang dan masuk juga.     

"Hay babe. Bagaimana kabarmu?" sapa Jovan membuat Zahra yang terlanjur duduk dan menutup pintu langsung melotot.     

"Jo-Jo Jovan?"     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.