One Night Accident

IMPOTEN 16



IMPOTEN 16

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Saya terima nikah dan kawinnya Anitya Zahra Utomo binti Eko Prasetyo Utomo dengan mas kawin tersebut di bayar TUNAI."     

"SAH?"     

"SAHHHHHHH," ucap saksi serentak.     

"Alhamdulilahirobilalamin ...." Lalu pengulu mengucap doa pernikahan yang diAmini oleh semua tamu yang ada.     

Setelah itu Jovan memasang cincin di jari manis Zahra begitu pula sebaliknya. Zahra mencium tangan Jovan dan Jovan mencium dahi Zahra.     

Lalu mereka menandatangani surat nikah dan mengambil beberapa foto untuk dokumentasi.     

Soal pernikahan siri, Jovan memang gagal meyakinkan pak Eko. Dan akhirnya pernikahannya tetap di resmikan oleh KUA setempat. Tapi, tidak apa. Toh Jovan pakai marga Cohza bukan Cavendish. Jadi yang menikah adalah Jovan Cohza sedang Jovan Daniel Cavendish masih single.     

Pinter kan dia.     

"Jovan ajak istrimu masuk kamar sana, udah malam. Pasti kalian capek kan?" Anisah menunjukkan kamar mereka setelah tamu mulai sepi.     

Jovan tersenyum lega. Sumpah, nikah itu ternyata melelahkan. Di pajang seharian, tersenyum sana-sini dan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan semua orang.     

Jovan langsung melempar jasnya sembarangan dan merebahkan diri ke kasur.     

Shittt, keras banget ini kasur.     

Springbed harga berapa sih? Jovan bangun kembali.     

Zahra langsung menuju meja rias dan melepas semua asessories di tubuhnya. Jujur, Zahra sangat gugup dan takut. Kejadian dengan Junior masih terbayang jelas. Tapi, sudah kewajiban istri melayani suami.     

Antara dosa dan trauma.     

Apa yang harus dia lakukan?     

"Butuh bantuan?" tanya Jovan membuat Zahra terlonjak kaget karena tiba-tiba Jovan ada di belakangnya.     

"Kalau nggak bisa ngomong dong. Jangan diam saja. Nggak usah malu, sekarang aku sudah jadi suamimu. Bentar lagi aku juga bakalan lihat semuanya." Jovan membantu Zahra melepas hijabnya. Zahra menunduk semakin malu.     

Selain ibu dan bapaknya belum pernah ada yang melihatnya tanpa hijab.     

"Rambutmu panjang juga ternyata, lembut lagi." Jovan mengelus rambut Zahra dan memainkan diantara jemarinya. Dia mengamati wajah Zahra yang terlihat semakin menunduk itu.     

"Ini mau aku bukain apa kamu buka sendiri?" Jarinya bermain di resleting gaun pernikahan Zahra yang berada di belakang.     

"Mending aku buka saja ya, kamu pasti kesusahan menjangkaunya." Dengan lembut tapi pasti resleting itu mulai turun dan memperlihatkan punggung Zahra yang putih dan mulus.     

"Baru kali ini aku lihat orang indonesia dengan kulit seputih milikmu," ucap Jovan sambil mengelus punggung Zahra.     

"Putih, lembut tapi tidak pucat." Jovan mengelusnya lagi dan tiba-tiba merasa tegang.     

Bukan karena melihat tubuh Zahra yang mulai gemetar panik tapi Jovan bisa merasakan Anunya berdenyut dan mulai bangun minta di keluarkan.     

Mi apah? Ini baru punggung dan Anunya sudah tegang maksimal. Bagaimana kalau sudah sodok menyodok jangan-jangan baru tiga kali tanjakan dia udah ngecrot duluan.     

Sialan pak Eko. Ternyata kutukannya emang manjur. Anunya hanya bisa bangun kalau sama Zahra.     

Sabar Jovan sabar. Jangan terburu nafsu, nggak lihat Zahra udah keringat dingin. Dia itu masih perawan, sudah pasti gugup. Apalagi dia punya pengalaman tidak menyenangkan dengan Junior. Jadi harus dengan cara halus, lembut dan menenangkan.     

"Kamu mau mandi dulu apa langsung tidur?" tanya Jovan ingin memberi waktu Zahra mempersiapkan dirinya.     

Zahra mendongak bingung. "Kamu tidak ingin melakukannya?" tanya Zahra.     

"Tentu saja aku ingin. Tapi lebih baik kamu ke kamar mandi dulu, mandi biar fress lalu ganti baju yang lebih nyaman." Sekaligus menyiapkan lahir batin buat Jovan.     

Zahra hanya mengangguk dan berjalan ke kamar mandi. Tapi, sebelum masuk dia berbalik. "Em, bisa nggak malam pertamanya ditunda dulu?" Zahra menatap Jovan dengan penuh permohonan.     

"Kalau ditunda namanya bukan malam pertama, tapi kedua, ketiga. Aku sih tidak keberatan tapi sebagai wanita muslimah yang taat beribadah tahu dongk dosa apa yang akan didapat kalau menolak suami?"     

"Besok deh ya? Aku lelah." nego Zahra.     

Jovan duduk di pinggir ranjang. "Iya, besok saja. Tapi, kamu nggak apa-apa kan dilaknat malaikat sampai besok."     

Zahra cemberut. "Kamu sok tahu, playboy macam kamu tahu apa soal keagamaan," ucap Zahra kesal.     

Jovan mengangkat sebelah alisnya. Dia memang playboy tapi please deh. Marco itu kan mendidiknya dengan seimbang. Ngajarin jadi bajingan tapi, ngajarin juga soal keagamaan.     

Dan karena Jovan punya otak yang cerdas jadi semua tetap nyantol di otaknya walau tidak pernah dia lakukan.     

"Demi rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu dia menolak ajakannya,maka Rabb yang di langit dalam keadaan murka terhadapnya hingga suaminya ridha kepadanya." (HR. Muslim)     

Zahra menganga Shokkk. Seorang Jovan. Hafal hadist. Dia saja hanya sekedar tahu bahwa menolak suami itu dosa dan dilaknat para malaikat. Tapi, dia tidak pernah menghafalkannya.     

"Kok bengong, sana mandi. Aa tunggu di sini." melihat Zahra yang sepertinya masih terkejut akhirnya Jovan berdiri dan mendorong Zahra memasuki kamar mandi.     

"Mau aku mandikan ya?" Zahra langsung gelagapan dan menutupi tubuhnya.     

"Tidak usah, aku bisa sendiri." Zahra menutup pintu kamar mandi dengan jantung berdegub kencang.     

Dia mandi dan mengganti bajunya sambil mensugesti dirinya bahawa dia sudah menikah dan sudah kewajiban istri melayani suami.     

Benar.     

Siap tidak siap dia harus melakukannya.     

Zahra menarik nafas dan menghembuskannya sebelum keluar dari kamar mandi. Di sana Jovan terlihat sedang bermain dengan ponselnya.     

"Sudah?" tanya Jovan dan Zahra mengangguk malu-malu.     

Jovan memaruh ponselnya di meja lalu masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian terdengar suara air mengalir.     

Zahra mondar-mandir sambil mengucapkan doa. Dia merapikan ranjang, meja atau apa pun yang bisa membuatnya melupakan kegugupannya.     

"Kamu ngapain?" Jovan keluar hanya menggunakan handuk di pinggangnya.     

Zahra menoleh dan langsung menjerit. "Astagfirullahhaladimmmm." tanpa sadar Zahra melempar bantal ke arah Jovan.     

"Kamu kenapa sih?"     

"Kenapa kamu nggak pakai baju?" Zahra berbalik sambil menutupi wajahnya.     

Jovan tertawa. Baru kali ini ada cewek histeris dan takut lihat dia telanjang dada. Biasanya cewek lain histeris ingin menungganginya.     

"Jovannnn cepat pakai bajumu."     

"Ngapain pakai baju, sebentar lagi kan kita telanjang semua." Jovan berdiri tepat di belakang Zahra.Tubuh Zahra langsung kaku seketika.     

"Rileks, aku nggak bakalan kasar kok." Jovan menyentuh pinggang Zahra dan merayap ke depan sampai melingkari perutnya. Lalu menempelkan tubuhnya secara sempurnya.     

Jantung Zahra serasa melompat-lompat ingin keluar. Dia super duper tegang.     

"Stttt, santai Zahra. Pejamkan matamu dan nikmati saja." Zahra mengikuti perkataan Jovan dan memejamkan matanya saat merasakan nafas hangat di tengkuknya.     

Jovan membalik tubuh Zahra. Memandangi wajahnya yang ternyata cantik saat rambutnya tergerai sempurna. Andai Zahra mau memakai pakaian sexy pasti dia tidak terlalu kalah cantik dengan Queen. Apalagi kulitnya yang sangat putih itu. Jovan jadi tidak sabar apakah payudara dan pahanya akan seputih punggungnya.     

Jovan menangkup wajah Zahra yang masih menutup matanya karena takut. Dengan lembut Ia mencium dahinya sayang, turun ke mata, hidung, pipi lalu menempelkannya di bibir.     

Jovan mengerang senang. Dan mulai penjelajahannya di bibir Zahra. Ia menarik tubuh Zahra dan langsung bisa merasakan deguban jantung Zahra yang terasa cepat dan tubuhnya yang tegang seperti tali yang hampir putus.     

"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu." bujuk Jovan sambil mengelus punggung Zahra agar tidak tegang.     

Zahra masih takut tapi dia sudah mulai pasrah saat Jovan mengecup bibirnya lagi. Menjilatnya hingga akhirnya melumatnya, membuat Zahra bergidig geli.     

Zahra langsung melotot begitu Jovan menjulurkan lidahnya dan memaksa Zahra membuka mulutnya. Zahra ingin protes tapi tiba-tiba tubuhnya sudah terhempas ke ranjang dengan Jovan di atasnya.     

Jovan bisa merasakan miliknya sudah berdenyut kencang dan sudah tidak sabar menjebol keprawanan. Tapi, Jovan berusaha setenang mungkin dalam mempersiapkan Zahra agar benar-benar nyaman.     

"Mmppttttt." Zahra mulai mengeliat karena tangan Jovan sekarang menjalar ke arah dada dan mengusap lembut dari balik baju tidurnya.     

Zahra terengah. Jovan membuka matanya dan tersenyum melihat ekspresi Zahra yang kebingungan. Antara geli, nikmat, malu dan gengsi.     

"Manis." bisik Jovan menurunkan wajahnya lagi, tapi tanpa sengaja matanya melihat sesuatu.     

Seketika Jovan melompat dan memandang Zahra ngeri.     

"Menjauh dariku," teriak Jovan.     

Zahra yang masih dalam tahap terlena jadi bingung saat melihat Jovan yang sepertinya ketakuatan.     

"Ada apa?" tanya Zahra bingung.     

"Zahra, menjauh dari sanaaa." Jovan menujuk belakang Zahra.     

Zahra menoleh, hanya ada dinding di belakangnya. Ada cicak juga sih?     

Tunggu dulu, jangan bilang Jovan takut dengan cicak.     

"Kamu takut cicak?" tanya Zahra antara ingin tertawa dan kasihan melihat wajah Jovan yang pucat pasi.     

"Zahra, sini. Jangan dekat-dekat dengan makhluk itu." Jovan tidak habis fikir kenapa istrinya anteng sekali. Nggak geli apa lihat makluk kecil, lembek, empuk yang ekornya bisa putus tapi tetapa bergerak-gerak. Grrrrr. Membayangkan saja Jovan merinding sendiri.     

Zahra menyingkirkan cicak dengan melemparnya keluar jendela.     

"Sudah aman." ucap Zahra tersenyum geli.     

"Apa kira-kira dia punya sanak saudara lain?" tanya Jovan memastikan.     

"Aku tidak tahu. Aku kan bukan keluarga cicak."     

Jovan cemberut lalu naik ke atas ranjang sambil memperhatikan sekelilingnya. Memastikan si cicak dan familinya tidak nongol lagi.     

"Sini tidur," ajak Jovan menepuk ranjang di sampingnya.     

"Tidur? Yang tadi nggak jadi?" tanya Zahra penuh harap.     

"Nggak jadi. Udah nggak pengen." gimana mau pengen gara-gara cicak sialan itu. Anunya yang siap tempur langsung mengkeret melihatnya. Moodnya amblas.     

"Nanti aku dosa."     

"Dosanya aku yang nanggung. Sini tidur," rengek Jovan tidak perduli wibawanya sebagai playboy lenyap tak berbekas.     

"Zahra, deketan elah." tanpa menghiraukan pekikan kaget Zahra. Jovan menarik Zahra ke dalam pelukannya. Bukan, tapi Jovan menyungsup ke pelukan Zahra.     

Takut kalau bakal melihat cicak lagi.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.