One Night Accident

IMPOTEN 17



IMPOTEN 17

0Enjoy Reading.     
0

***     

Zahra mendekati ranjang dengan ragu. Semalaman dia hampir tidak bisa tidur. Bagaimana bisa tidur kalau Jovan malah nyungsep diantara leher dan dadanya.     

Setelah menstruasinya yang pertama. Zahra sudah tidak pernah lagi tidur dengan Bapak atau pun kakak lelakinya Zainal.     

Makanya begitu dia semalam tidur dengan Jovan yang memeluknya erat. Zahra bukan hanya tegang dan deg-degan. Zahra hanya bisa diam kaku dengan mata terjaga saking geroginya. Hingga entah jam berapa baru akhirnya dia tertidur.     

Saat bangun pun Zahra hampir berteriak panik karena ada cowok bertelanjang dada memeluknya. Untung dia segera ingat Jovan sudah menjadi suaminya. Makanya dengan gerakan sepelan mungkin. Zahra melepas pelukan Jovan dan berlari masuk ke kamar mandi. Kebelet pipis sekaligus malu.     

Zahra mendekat dan memanggil Jovan dari jarak dua meter.     

"Jovannnn, bangunnn, Jovannn."     

Jovan mengeliat malas. "Bentar lagi Jav," gumamnya sambil menelungsupkan wajahnya ke bantal.     

Zahra mendekat ke ranjang. "Jovannn, bangunn waktunya sholat subuh." Zahra mengguncang tubuh Jovan dengan guling.     

"Tante Lizz, 5 menit lagi ya?"     

Zahra berkedip. Tadi dia panggil Jav, sekarang tante Lizz. Sebenarnya Jovan ingat tidak sih kalau sekarang lagi di Jogja.     

"Jovannnn, ini Zahra. Bangun ...! di tunggu bapak sholat subuh di masjid."     

Jovan membuka matanya. Melihat Zahra bingung. "Kamu ngapain di kamarku?"     

"Ini kan kamarku," ucap Zahra cemberut.     

Jovan tersenyum, hampir lupa kalau dia sudah menikah. Mines malam pertama gara-gara cicak.     

Sialan.     

"Kenapa masih malam bangunin aku?"     

"Ditunggu Bapak. Diajak sholat subuh di masjid."     

"Oh sudah subuh. Ya udah bentar." Jovan berjalan ke kamar mandi untuk wudhu sambil mengingat-ingat. Niat sholat subuh yang mana. Karena terakhir Jovan sholat sepertinya sudah bertahun-tahun yang lalu tentu saja selain solat Jumat dan sholat Id yang memang tidak pernah terlewat.     

Bisa dihajar paman Marco kalau sholat seminggu sekali saja dilewatkan.     

Jovan keluar dari kamar mandi dan sudah fresh karena sekalian mandi.     

"Kamu mandi? Enggak dingin apa?" Tanya Zahra heran. Rumahnya tidak Jauh dari pantai dan bagian samping serta belakang kampung ini pegunungan. Jadi bisa dibilang pagi hari airnya dingin banget. Karena bukan air PAM tapi sumur, dan di sini mana ada yang punya pengatur suhu air di kamar mandi. Di rumah Zahra mandi pakai shower itu saja sudah termasuk wah.     

"Nggak kok, biasa saja," balas Jovan yang keluar menggunakan celana boxer dan kausnya semalam.     

Zahra nggak tahu saja. Alxi itu kalau latihan di SS kejam bin sadist macam bapaknya. jangankan air gunung disiram air es saja dia pernah.     

Untung Triple J lahir lebih dahulu jadi mereka jarang terlibat latihan bersama Alxi. Soalnya latihan sama Alxi sama kayak bunuh diri. Ekstrime.     

Dorong orang kejurang seperti dorong orang naik ayunan. Santai banget.     

Ish, ngapain di sini dia mikirin Alxi. Najis banget dah.     

"Kayaknya kamu nggak bawa baju koko, jadi pakai punya bapak saja deh ya." Jovan melihat Zahra yang sudah mengenakan mukena lalu melirik baju yang disiapkannya di atas ranjang.     

Ternyata punya istri memang menyenangkan. Semuanya ada yang mempersiapkan untuknya.     

"Trima kasih. Makin cinta deh Aa jadinya." Jovan menoel pipi Zahra sekilas sebelum mengambil bajunya.     

"Jovannnnnn, aku kan sudah wudhu kenapa malah di toel batal kan jadinya," protes Zahra.     

Jovan menoleh. "Kita kan sudah muhrim. Ya nggak batallah."     

"Batal tahu."     

"Kata siapa? Hadis mana yang menyebutkan suami istri batal Wudhunya jika bersentuhan?" tanya Jovan sambil melepas kaus miliknya dan mengenakan baju yang di berikan Zahra.     

"Itu ... Aku nggak tahu. Tapi, kata ustadku batal."     

"Iya sih pendapat beberapa ulama mengatakan batal tapi ada benerapa yang mengatakan tidak. Yang mengatakan batal karena takutnya nyentuhnya pake nafsu, aku kan iseng doang. Memang nggak pernah dengar hadist yang menyebutkan Nabi Muhammad pernah mencium istrinya sebelum sholat berjamaah dan beliau tidak melakukan wudhu lagi? mau aku ucapin juga hadistnya?"     

"Nggak usah, aku tahu. Tapi, tetap nggak tenang. Aku mau wudhu lagi saja." Sebenarnya Zahra Antara malu dan kesal. Dia yang terlihat alim hanya mengerti baca Al-Qur'an. Sedang suaminya yang jelas bajingan malah hafal hadist. Kan nyesek rasanya.     

"Ya sudah. Aku tunggu di ruang tamu sama bapak deh. Jangan lama-lama ya. Atau, wudhu di masjid sajalah, tadi aku dengar sudah adzan keburu ikomah nanti."     

Zahra yang sudah mau masuk ke kamar mandi menoleh lagi. "Kamu ngapain nungguin aku?"     

"Buat sholat berjamaah di masjid kan?"     

"Yang ke masjid ya cuma kamu sama bapak. Yang sholat di masjid kan cuma laki-laki."     

"Kok gitu? terus kamu sholat sendiri di rumah gitu?"     

"Emang udah biasa begitu."     

"Oh, ya sudah wudhu sana." Jovan keluar dari kamar menemui bapak mertuanya.     

"Lama bener deh. Cepat, keburu khomat." Eko langsung berdiri begitu melihat Jovan keluar kamar.     

"Maaf pak. Jovan mau sholat sama Zahra saja di rumah. Maklum pak pengantin baru pengennya masih berduaan," ucap Jovan manis.     

"Mbelgedes, nggak bilang dari tadi. Ya sudah, bapak berangkat sendiri. Assalamu'alaikum."     

"Wa'alaikum salam." Jovan menjawab pelan karena Eko sudah melesat dengan cepat.     

Jovan masuk kembali ke kamar bertepatan dengan Zahra yang selesai wudhu.     

"Kamu kok masih di sini?" tanya Zahra bingung.     

"Mau sholat jama'ah sama istrikulah. Masak aku dapat pahala 27 kali lipat istriku cuma dapat 2. Nggak adil ah. Lebih bagus kalau aku dapat 27 kamu juga 27 iyakan?"     

"Emang kamu sudah pernah jadi imam?"     

"Pernahlah." pas belajar sama paman Marco waktu kecil. Makanya ini dia lagi berusaha nginget-nginget niat solat kalau jadi imam.     

"Tenang saja, Aku enggak pake tato, nggak ada tindik. Otomatis sah jadi imam."     

Zahra mengangguk dan mengenakan mukenanya lagi.     

"Sholat subuh 3 rokaat kan?"     

"Jovannnnn, sholat subuh duaa rakaat. "     

"Haahaa iya tahu. Istriku tegang banget sih. Nggak bisa diajak bercanda." Jovan hampir mencolek Zahra lagi, sayang Zahra sudah tahu dan segera menghindar.     

Hingga lima belas menit kemudian akhirnya mereka melaksanakan sholat subuh juga. Tentu dengan Jovan sebagai imam yang Al-Hamdullilah tidak lupa gerakan ataupun hafalan suratnya.     

Jovan langsung melepas bajunya kembali dan hendak beranjak tidur lagi saat tangannya sudah di tarik Zahra.     

"Jangan tidur habis sholat subuh, nanti rezekimu di patok ayam," tagur Zahra.     

Jovan ingin membantah. Dia mau tidur sebulan penuh juga rezekinya enggak kemana-mana. Tapi, ya sudahlah cari muka dulu di depan mertua. Toh cuma tiga hari ini. Karena setelah itu, Ia akan boyong Zahra ke Jakarta dan di sana Ia adalah penguasanya.     

"Trus, aku ngapain? Mau grepe-grepe kamu udah nanggung waktunya." lagian Jovan tidak mau tragedi cicak semalam terjadi lagi.     

Masih mending semalam baru pemanasan. Coba kalau terlanjur naked udah naik turun terus Anunya tetiba mengkerut karena lihat cicak. Kan nggak lucu. Mending grepe-grepe Zahra di Jakarta saja. Aman dan sudah pasti bebas cicak.     

"Ya, ngapain kek. Terserah kamu, tapi jangan tidur," ucap Zahra menunduk malu saat mendengar kata grepe. Jadi membayangkan yang iya-iya.     

Ayolah dia itu walau tidak pernah baca yg adult-adult atau nonton film yang hot-hot. Tapi, dia kan calon dokter kandungan. Tahu dan hafal yang namanya proses pembuahan. Dan jika Jovan ngomongin soal sentuh atau grepe dia jadi penasaran apakah teori sama prakteknya beneran sama?     

Astagfirullohaldzim. Apa yang kamu fikirkan Zahra??? Zahra bergidig sendiri.     

"Zahra. Nggak bisa panggil Aa apa ya? udah di bilang panggil Aa juga."     

"Wajahmu western masak di panggil Aa sih?"     

"Dari pada Akang mending Aa kan? atau mau panggil mas saja?" tanya Jovan tersenyum lebar.     

"Iya. Terserah Aa saja." Zahra malas berdebat. Nanti Jovan ngeluarin hadist lagi bahaya. Makanya dia memilih setuju sambil melipat mukena dan mengembalikan ke tempatnya bersama sajadah dan sarung yang tadi dipakai Jovan.     

"Sekarang, dari pada nganggur. Temenin Aa jalan-jalan di pinggir pantai lagi yuk, sambil nunggu matahari terbit. Pasti bagus dan keren."     

"Aku harus bantuin ibu masak dan beresin rumah."     

"Emang di sini nggak ada Art?"     

"Ada. Tapi, kata ibu aku ini perempuan jadi enggak boleh terlalu mengandalkan Art. Karena Art juga manusia, ada sakitnya, ada capeknya. Ada juga mudiknya. Jadi harus tetap bisa mengurus diri sendiri."     

"Ibu mu kok kayak paman Marco sih. Aku cowok saja juga di wajibkan bisa ngurus diri sendiri. Padahal maid berjibun."     

"Mungkin karena sama-sama tumbuh besar di sini jadi pemikiran mandiri dari kampung ini kebawa terus."     

"Bisa juga sih. Em ... Zahra kalau begitu bagaimana kalau kita masak berdua?"     

"Emang bisa?"     

"Bisa dongk, yuk. Aku lagi pengen makan makanan laut. Di sini pusatnya kan?"     

Zahra mengangguk. "Jovannn, em Aa. Bisa kan pakai bajunya dulu?" tanya Zahra malu, melihat Jovan yang bertelanjang dada.     

Jovan melihat tubuhnya lalu tersenyum. Dengan cepat dia menyambar kausnya dan memakai celana pendek selutut lalu mengulurkan tangan ke arah Zahra.     

"Mau ke dapur saja harus gandengan?" tanya Zahra.     

"Siapa bilang ke dapur. Aku mau ikan yang fresh, cumi yang fresh, lobster yang fresh semua serba fresh. Jadi kita ke pasar nelayan dekat rumah Om Miko. Yuk."     

Zahra menyambut tangan Jovan yang langsung digenggam olehnya. Lalu Jovan berjalan ke luar dengan percaya diri.     

Sedang Zahra yang berada disampingnya hanya sanggup menuduk malu di sepanjang perjalanan.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.