One Night Accident

IMPOTEN 20



IMPOTEN 20

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Menstruasi mas."     

"Whatttt? Maksudnya kamu lagi haid?" tanya Jovan memastikan.     

Zahra mengangguk semakin tidak enak.     

Jovan melepas tangan Zahra yang dari tadi ia genggam. Ia melihat bagian bawah tubuhnya yang terasa sesak menyakitkan.     

Sudah punya istri. Masak iya harus main solo di kamar mandi?     

Bodo ah.     

Udah sebulan lebih Anunya tidak ngecrot gara-gara kutukan pak Eko. Sekarang sudah terlanjur bangun dan minta dimanjakan malah patnernya ngecrot merah duluan. Jadi, terpaksalah main sabun dulu. Jovan sudah tidak tahan.     

Jovan masuk ke kamar mandi. Menurunkan celananya sehingga Anunya yang menegang keras langsung keluar dengan gagahnya.     

Jovan mengelusnya pelan. Dan langsung melenguh nikmat saat jemari tangannya berhasil menyentuh Anunya yang memang haus belaian.     

Ia membasahi miliknya dengan Air dan menuangkan sabun cair ke tangannya. Lalu secara perlahan Jovan megocok Anunya yang semakin keras dan berdenyut-denyut.     

"Mas ... Mas nggak apa-apa?" Zahra berdiri di depan pintu kamar mandi yang tertutup. Dia merasa resah saat mendengar suara Jovan terdengar aneh di dalam sana.     

"Mas? Mas kenapa?"     

Jovan tidak memperdulikan panggilan Zahra ia justru mempercepat kocokannya dan membayangkan Zahra yang sedang berada di bawah tindihannya.     

"Zahraaaaaa." Jovan mengerang agak keras merasakan miliknya yang keenakan.     

"Iya mas ada apa? Mas sakit? Butuh bantuan?" Zahra semakin bingung dan gelisah. Apalagi sekarang Jovan terdengar meracau dengan menyebut namanya.     

Karena khawatir dan tidak tenang akhirnya Zahra membuka pintu kamar mandi untuk melihat keadaan Jovan.     

"Ma ...." Zahra tidak sanggup menyelesaikan perkataannya. Apa yang dia lihat membuatnya megap-megap seketika.     

Jovan menoleh saat mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Di sana Zahra melihatnya dengan mata terbelalak lebar seperti melihat hantu.     

"Mas, Mas ngapain?" tanya Zahra ngeri. Karena baru kali ini dia melihat milik pria dan dia tidak menyangka kalau bentuknya sebesar itu. Bodohnya salking terkejutnya Zahra malah tidak bisa memalingkan wajahnya.     

Jovan yang memang merasa sudah semakin dekat dengan klimaknya bukan menutupi miliknya justru semakin terangsang melihat wajah Zahra yang memerah antara kaget dan malu.     

"Sini bantu Mas."     

Zahra terpekik saat tangan kiri Jovan menariknya masuk. Sebelum dia protes tiba-tiba Jovan sudah melumat bibirnya dengan rakus.     

Zahra baru akan mendorong tubuh Jovan menjauh saat merasa sesuatu yang keras dan hangat berada digenggaman tangannya. Tentu saja tangan Jovan yang membimbingnya ke sana.     

"Ya ... seperti itu Zahra ... sedikit lagi ... Uh ...." Jovan menaik turunkan tangan Zahra yang ada di bawah jarinya dengan semakin cepat.     

Zahra yang shok hanya terdiam kaku dengan mata melotot ngeri melihat tangannya yang mengocok milik Jovan dengan semakin cepat.     

"Zahraaaa Shit, shit, oh ... Siaallllll .... Uchhhhhhhhhh." Tubuh Jovan mengejang saat mencapai klimaks dan beberapa detik kemudian Anunya menyembur dengan sangat banyak hingga muncrat dan membasahi tangan Zahra yang kebetulan ada di dekat ujungnya.     

Zahra semakin shok melihat tangannya berlumuran cairan putih kental dengan aroma khas.     

Jovan membasuh tangan Zahra hingga bersih.     

"Makasih istriku. Aku mandi dulu ya, kamu tunggu di meja makan saja." Jovan mengecup bibir Zahra sekilas lalu mendorong tubuhnya keluar kamar mandi dan menutupnya pelan.     

Tubuh zahra langsung merosot lemas di lantai. Dia masih memandangi tangannya dengan shok.     

Apa yang baru saja dia lakukannnnnn????????     

***     

Zahra memandang makanan di depannya dengan linglung. Jovan di hadapannya sudah bersih dan wangi.     

"Sederhana, tapi enak. Kamu nggak makan?" tanya Jovan mulai melahap sarapannya.     

Zahra hanya masak sayur bayam, sambel dan menggoreng nugget.     

Walau Jovan adalah pangeran Cavendish. Jovan sudah terlalu sering makan makanan sederhana ala tante Lizz. Jadi lidahnya bukan lidah pemilih. Semua makanan bisa masuk ke perutnya tanpa masalah.     

Mau masakan padang, masakan sunda, jawa bahkan sayur kol pun ia doyan semua.     

"Dek Zahra. Makanan itu di makan bukan di lihatin."     

Zahra melihat Jovan yang sama sekali tidak merasa bersalah. Dia kehilangan selera makan kan gara-gara dia. Tahu nggak sih. Setiap melihat tangannya, Zahra masih bisa merasakan tekstur benda padat, keras yang baru tadi dia kocok sampai muncrat.     

Apalagi saat melihat nugget yang entah kenapa kebetulan berbentuk panjang. Zahra langsung keinget lagi apa yang baru saja dia lihat di antara selakangan Jovan.     

Itu baru nugget bagaimana kalau ada sosis di meja makan. Zahra mungkin akan mual-mual seketika.     

"Kamu mau di suapin?" Jovan mengangsurkan sendoknya ke mulut Zahra.     

Zahra ingin menolak tapi Jovan malah menatapnya tanpa berkedip. Akhirnya dengan terpaksa Zahra membuka mulutnya dan mengunyah makanan yang disuap oleh Jovan.     

"Nggak nyangka aku, ternyata kamu manja ya." Jovan menyingkirkan piringnya yang sudah kosong dan menarik piring Zahra ke hadapannya.     

Dengan senyum lebar Ia menyuapi istrinya dengan sabar.     

Jovan tahu pasti bahwa Zahra masih shokk dengan apa yang terjadi. Dan Jovan tidak malu atau pun menyesalinya. Jovan mau Zahra bisa melakukan service apa saja. Biar nanti jika Jovan punya istri muda Zahra tidak kalah pamor dan akan tetap Jovan nantikan pelayanananya.     

"Oh ya. Karena kamu lagi haid. Jadi aku mending tidak menginap di sini. Yang ada aku tersiksa. Aku pulang saja ke rumah. Nanti kalau haidmu sudah selesai baru aku balik ke sini."     

"Pulang?"     

"Iya, ke rumah yang sebelahan sama rumah Anggel. Nanti aku bawa hachi deh buat nemenin kamu."     

"Hachi?"     

"Kucingku. Biasanya aku bawa ke mana-mana. Tapi, karena kemarin aku di Jogja lama jadi sekarang Hachi di bawa sama Javier."     

Baru Zahra akan bertanya lagi. Pintu apartemen terbuka, di sana Javier masuk dengan seekor kucing digendongannya.     

"Baru aku omongin udah di bawa." Jovan langsung mengambil Hachi dari tangan Javier.     

"Dia mencakari jok mobilku." Javier memprotes. Yang seperti biasa tidak ditanggapi oleh Jovan. Karena Hachi memang kesayangan Jovan.     

"Zahra ini Hachi. Alias Hatters chicak. Selama ada dia di sini di jamin tidak akan ada cicak berani nongol."     

Zahra menatap Jovan dan kucing itu bergantian. "Suamiku kan kamu, kenapa aku malah tinggal sama kucing?"     

Javier menutup mulutnya hampir tertawa. Skak mat sekali Zahra.     

"Kamu kan lagi nggak bisa di pegang ... aku nggak mau deket-deket, takut nanti pengen. Kecuali kamu mau bantuin kayak yang tadi pagi. Aku sih oke-oke saja."     

Jovan menaik turunkan alisnya sambil melirik kamar mandi.     

Zahra langsung pias saat mengerti maksud perkataan Jovan.     

"Oke. Aku sama Hachi saja." Zahra mengambil Hachi dari tangan Jovan dan memeluknya erat.     

"Aku ganti baju dulu." pamitnya. Lalu dengan tubuh kaku Zahra masuk ke dalam kamar. Bergidig lagi membayangkan kejadian tadi pagi.     

"Zahra kamu apain? kok kayak ngeri gitu lihatin kamu?" tanya Javier yang ternyata sudah duduk di meja makan dan mengambil sarapan.     

"Cuma aku kasih sosis."     

"Dia nggak suka sosis?"     

"Suka kok, tapi kayaknya masih gengsi."     

Javier menghentikan kunyahannya saat menyadari maksud sosis yang Jovan bicarakan.     

"Sialannn," ucap Javier sambil melempar sendoknya ke arah Jovan.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.