One Night Accident

IMPOTEN 23



IMPOTEN 23

0Enjoy reading.     
0

***     

Jovan keluar dari kamar mandi dan melihat istrinya yang ternyata sudah selesai membereskan bekas makan malam mereka. Dan kini sudah siap-siap tidur, dengan piama lengan panjang gambar boneka. Benar-benar tidak sexy sama sekali.     

Padahal biasanya, wanita yang bersama Jovan selalu mengenakan lingerine yang menampilkan lekuk tubuh mereka atau kemeja kebesaran tanpa pakaian dalam agar terlihat menggiurkan dan siap santap.     

Tapi, ya sudahlah. Ini juga sudah termasuk kemajuan. Karena sekarang, Zahra sudah terbiasa menggerai rambut panjangnya di depan Jovan. Tidak seperti waktu mereka baru menikah dan tinggal di Jogja dulu. Zahra masih malu-malu jika rambutnya terlihat Jovan tanpa penutup hijabnya.     

"Zahra, ambil wudhu gih. Kita sholat dulu," ucap Jovan membuat Zahra yang sudah naik ke atas ranjang memandangnya bingung. Namun, sekejab kemudian. Dia mengerti apa yang diinginkan suaminya. Lalu dengan wajah tertunduk malu, Zahra turun dari ranjang dan mengambil wudhu di kamar mandi.     

Jovan tersenyum melihat pipi Zahra yang terlihat merona. Jadi enggak sabar dia melihat ekspresi Zahra saat bercinta nanti.     

Dalam keheningan, akhirnya Jovan menjadi imam bagi Zahra dan melaksanakan sholat dua rokaat sesuai yang disyariatkan dan dipelajari Jovan dari kitab Qurotul uyun.     

Begitu selesai, Jovan membiarkan Zahra mencium punggung tangannya. Jovan mendekat lalu dia meletakkan telapak tangannya diubun-ubun Zahra sambil mengucap do'a.     

"Ya Allah, Aku memohon kebaikannya, dan kebaikan tabiatnya yang Ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya, dan kejelakan tabiat yang Ia bawa"     

Jovan menurunkan tangannya dari atas kepala Zahra yang masih betah menunduk. Dengan pelan Jovan mendekat dan mengecup dahi Zahra dengan lembut. Zahra semakin menunduk malu.     

"Mukenanya nggak mau di lepas?" tanya Jovan saat melihat Zahra tetap diam di tempatnya. Sedang Jovan sendiri sudah berdiri melepas sarung yang dia pakai sholat tadi.     

Zahra terlalu gerogi sampai tidak menyadari Jovan sudah menjauh. Zahra langsung ikut berdiri melepas mukena dan melipatnya bersama sajadah dan sarung Jovan. Lalu meletakkannya dengan rapi di tempatnya.     

"Sini." Jovan duduk di pinggir ranjang dan menepuk tempat kosong di sebelahnya. Dengan jantung berdebar-debar Zahra duduk dengan tubuh kaku di sebelah Jovan.     

"Zahra, kamu tahu kan aku mau apa?" tanya Jovan menatap wajah Zahra yang menunduk.     

Zahra mengangguk sambil menggigit bibirnya khawatir.     

"Kamu sudah siap?"     

Zahra mengangguk lagi.     

"Yakin?"     

Zahra mengangguk dan menunduk semakin dalam.     

"Terus, kenapa nunduk terus dari tadi? emang mas Jovan jelek ya?"     

Zahra menggeleng dan langsung menatap wajah Jovan dengan wajah memerah malu.     

Jovan tersenyum saat melihat wajah Zahra yang terlihat malu bercampur tegang luar biasa.     

"Rileks, jangan terlalu dipikirkan. Nikmati saja. Oke?" Walau mengatakan itu. Sebenarnya Jovan juga sedang mengusap telapak tangannya yang berkeringat dingin.     

Demi sempak pokemon. Jovan sudah sering bercinta dengan berbagai wanita dan dia selalu bisa menguasai keadaan. Kenapa dengan Zahra dia merasa deg-degan. Jovan bahkan belum menyentuhnya.Tapi, Ia sudah merasakan desiran yang membuat tubuhnya terasa penasaran dan ingin segera merasakan tubuh Zahra yang selalu tertutup busana muslimah itu.     

Zahra hanya sanggup mengangguk lagi. Dia tidak berani membuka suara karena takut tergagap saking geroginya.     

"Kalau takut, tutup saja matamu," bisik Jovan sambil mendekatkan wajahnya.     

Zahra yang memang malu luar biasa akhirnya memilih memejamkan mata. Pasrah dengan apa pun yang akan Jovan lakukan pada dirinya.     

Jovan menarik nafas sebelum mencium dahi Zahra, kali ini lebih lama dari sebelum-sebelumnya. Lalu ciumannya turun ke mata, hidung kedua pipinya, dan akhirnya Jovan ikut menutup matanya saat bibir mereka bertemu.     

Jovan memberi waktu Zahra agar tidak terlalu tegang dengan hanya menempelkan bibirnya saja. Tanpa melakukan gerakan apa pun. Begitu dirasa Zahra sudah terbiasa dengan bibir mereka yang saling bersentuhan. Jovan mulai mengecupnya pelan, menjilatnya sedikit dan menghisap dengan lembut.     

"Buka bibirmu," bisik Jovan diantara kecupannya. Zahra menuruti keinginan Jovan.     

"Lebih lebar." Jovan mulai mengelus rambut Zahra agar wajahnya tidak menjauh karena Jovan akan segera memulai ciuman yang sebenarnaya.     

Begitu Zahra membuka bibir sesuai yang diinginkan Jovan. Maka dengan cepat Jovan memasukkan lidahnya dan membelit lidah Zahra yang berada di dalamnya.     

Zahra membuka matanya terkejut. Dia mencengkram pundak Jovan saat dengan ganas Jovan mulai mengobrak-abrik isi mulutnya.     

Masih asik mencium dan menghisap bibir lembut Zahra, kini tangan Jovan sudah mulai turun dan melepaskan kancing piama yang dikenakan Zahra. Satu per satu hingga semua terlepas.     

Tubuh Zahra meremang, dia belum menyadari bahwa piamanya sudah terbuka lebar dan menunjukkan bagian depan tubuhnya dengan sempurna.     

Jovan melepas bibir Zahra saat menyadari nafas Zahra mulai tersenggal-senggal. Lalu ia menurunkan ciumannya ke leher hingga belakang telinga. Tangannya tidak tinggal diam. Mulai mengelus perut Zahra dan terus naik ke atas hingga mencapai gundukan kenyal yang terasa keras menantang.     

Jovan terpaku, sedang Zahra terkesiap saat merasakan payudaranya diremas dengan lembut.     

"Kamu tidak memakai bra?" tanya Jovan takjub sambil memandang payudara Zahra yang sangat putih mulus dan kenyal dan saat ini berada di genggaman tangannya.     

"Memakai bra saat tidur, tidak baik untuk kesehatan," Jawab Zahra dengan suara serak.     

"Aku suka," bisik Jovan sebelum menurunkan wajahnya dan menghisap salah satu payudara Zahra yang sangat ranum.     

Zahra menggigit bibirnya menahan jeritan yang ingin keluar. Kepalanya mendongak dengan dada naik turun merasakan cumbuan Jovan yang sangat ahli. Zahra bahkan merasakan seluruh tubuhnya memanas dan mulai berkeringat. Bagian intim di bawah sana mulai basah dan tangannya meremas rambut Jovan yang terus asik memakan dan meremas kedua asetnya tanpa jeda sama sekali.     

Zahra memang tidak mendesah atau mengerang. Tapi napasnya yang tersenggal-senggal sudah memberitahu Jovan bahwa istrinya sudah sangat terangsang.     

Dengan lembut Jovan melepas piyama Zahra yang masih menggantung di pundaknya sambil menghisap dan meninggalkan banyak tanda di leher mulusnya. Lalu dengan sabar Jovan mulai mendorong Zahra terlentang di tengah ranjang dengan Jovan berada di atasnya.     

Jovan melepas baju dan celananya. Menyisakan celana dalam saja. Lalu agar adil Jovan juga melepas celana piama Zahra dan juga menyisakan celana dalamnya saja.     

Jangan ditanya seberapa malunya Zahra. Sekujur tubuhnya terlihat merona, kedua kakinya merapat dan tangannya menutupi payudaranya yang sudah terekspose.     

Jovan merangkak ke atas tubuh Zahra. Tersenyum melihat pemandangan indah di bawahnya.     

"Tidak perlu malu, hanya mas kok yang lihat," bisik Jovan sambil meregangkan kedua tangan Zahra ke samping agar tidak menutupi payudaranya. Zahra langsung memejamkan matanya malu.     

Jovan mengecup lagi bibir Zahra. Melumatnya hingga dia kehabisan nafas lalu mencium lehernya hingga tidak ada satu pun kulit yang terlewatkan.     

Jovan sudah mulai hilang kendali. Kali ini sentuhannya tidak selembut tadi. Ia mulai meremas dan menjilati payudara Zahra dengan rakus. Bahkan memelintir dan mencubit putingnya hingga membuat Zahra akhirnya memekik karena sakit.     

Zahra meremas seprai dengan kencang. Seluruh tubuhnya terasa berdesir tidak karuan.     

"Massss."     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.