One Night Accident

IMPOTEN 31



IMPOTEN 31

0Enjoy Reading.     
0

***     

"SP? Loe gila? Gue mau itu tiga perempuan di depak dari kampus." Jovan menatap Junior kesal.     

"Kita nggak bisa DO begitu saja Jov. Di kampus juga ada peraturannya. Nggak sembarang DO orang hanya karena masalah pribadi." Walau kampus ini milik Cavendish bukan berarti mereka bisa keluar masukin mahasiswa sesuka hati.     

"Tapi, mereka bully Zahra. Pakai ngatain murahan sama munafik lagi. Kan aku kesel jadinya. Gimana kalau gara - gara kejadian ini Zahra minta di louncing. Minta pengakuan kalau dia itu istri aku. Kalau sampai di dengar sama Mom di lempar sepatu aku." Jovan sudah bisa membayangkan wajah Ai jika mengamuk.     

"Kalau mereka membully Zahra sama seperti saat mereka membully Nabilla. Kita bisa langsung DO. Karena mereka ada bukti sudah menampar dan menjambak Nabilla. Sedang Zahra, mereka bukan terlihat membully hanya seperti adu pendapat. Bahkan mereka tidak ada yang sampai berteriak atau meninggikan suara berlebihan. Jadi, aku hanya bisa memberi mereka SP."     

Apalagi waktu kejadian dengan Nabilla itu Alxi turun tangan sendiri sebelum Junior bereaksi. Otomatis tidak perlu di DO. Cewek - cewek itu sudah kapok sendiri dan enggak berani muncul di kampus. Bagaimana mana mau muncul kalau mereka saja sudah di hajar habis-habisan sama Alxi sampai masuk rumah sakit dan kritis.     

Enggak anak enggak bapak. Bar-bar semua. Untung sudah ada pawangnya.     

"Parah, sumpah. Zahra itu istri aku Jun. Dia sudah jadi wanita Cohza. Dan kamu membiarkan seorang wanita Cohza dihina?" Jovan kesal. Kenapa Jujun malah membela wanita yang menghina istrinya.     

Junior mengusap dagunya pelan. "Seperti katamu. Zahra itu belum louncing. Jadi, menurutku dia belum sempurna menjadi wanita Cohza," ucap Junior santai.     

"Oke. Kalau loe nggak bisa bikin mereka out dari kampus ini, aku punya cara sendiri melakukannya." Jovan berdiri berniat keluar dari ruangan Junior.     

"Jovvv, selain menyingkirkan wanita-wanita yang sudah membully istrimu. Sebaiknya kamu ajarkan istrimu membela diri atau bersikap lebih tegas."     

Jovan berbalik. "Maksudnya apa? Zahra membela diri kok kemarin. Dia tidak diam saja saat di bully."     

"Tapi pada akhirnya Zahra kabur sambil menangis kan? Itu tandanya Istrimu masih lemah, belum percaya diri." Junior berdiri menghampiri Jovan.     

"Zahra itu bukan penakut, tapi dia juga bukan pemberani. Dan yang paling jelek dari sifat Zahra adalah. Sikapnya yang plin-plan. Dia mengikuti arus. Orang di sekitarnya mengatakan A dia akan ikut A walau dalam hatinya tahu bahwa yang benar adalah B. Keragu-raguan itu suatu hari bisa membahayakan dirinya sendiri. Jadi sebaiknya kamu ajari istrimu bersikap lebih tegas dan berani. Jangan melempem," ucap Junior panjang lebar. Sampai serasa lelah mulutnya.     

"Sok tahu. Suaminya Zahra itu aku. Aku yang lebih tahu tentang dirinya dari pada dirimu."     

Junior kembali duduk di tempatnya. "Dia memang istrimu. Tapi, kamu baru dekat dengannya tiga bulan ini. Lupa ya selama dua tahun siapa yang mengantar dan menjemput Zahra tiap hari? Aku. Dan aku rasa cukup aku saja yang jadi korban sikap plin-plan Zahra." Tambah Junior lagi.     

"Eh ... di sini korbannya Zahra sama aku kali. Gara - gara kamu, aku yang harus menikah Zahra. Dasar kurang ajar. Situ yang berbuat aku yang Jadi kambing hitam."     

"Aku tidak membahas itu. Aku membahas sikap labil istrimu. Ingat, Zahra tahu aku pacaran sama Queen. Tapi, saat papa menjodohkan dirinya denganku. Dia tidak menolak. Padahal saat bicara dengan ku dia mengusulkan agar aku menikahi Queen dari pada kumpul kebo. See jelas sekali siapa yang tidak punya pendirian kuat di sini."     

"Di depan papa mengatakan oke di depanku mengatakan tidak. Munafik kan?" Tambah Junior mengingatkan Jovan atas kejadian dulu. Yang membuat Junior sampai sekarang masih rada males kalau berhubungan dengan Zahra.     

"Loe, berani ngatain istri gue?" Jovan maju dan langsung mencengkram leher Junior hingga berdiri.     

Junior hanya menatapnya datar. "Tidak, tapi aku yakin kamu mengerti apa yang aku maksud." Junior melepas cengkraman Jovan dan kembali duduk.     

"Aku akan memberi Sp dan skors beberapa waktu untuk mereka yang menghina Zahra. Selebihnya terserah padamu. Dia istrimu. Jadi ... urus sendiri." Junior mulai mengirimkan surat skorsing untuk ketiga mahasiswi yang di maksud Jovan.     

Junior sengaja tidak mau membantu. Karena Junior ingin tahu sudah sejauh apa rasa perduli Jovan kepada Zahra.     

Jovan kesal dan meninggalkan ruangan Junior tanpa permisi. Dengan cepat dia mendial nomor seseorang yang pasti bisa membantunya.     

Ayolah, Jovan itu terbiasa main halus. Jadi dia malas mengotori tangannya sendiri hanya untuk menyingkirkan orang lain. Mending suruh yang sudah biasa ngurus hal remeh dan pasti sudah pengalaman.     

"Alxiiiiiii."     

"Tumben telpon. Ada apaan nih?" Suara Alxi terdengar agak jauh. Pasti lagi di louspeaker karena terdengar suara bayi menangis juga di sana.     

"Ke rumahku, ambil kartu yang kamu mau. Aku ingin kamu menyingkirkan seseorang."     

"Siappp, mas bro. Oteweeeeee."     

Jovan langsung mematikan panggilan telponnya. Dan masuk ke dalam mobil.     

Kuliah belum di mulai dan tiga hari lagi pasti Dad dan Mom-nya akan datang ke perayaan kelahiran anak Junior dan Aurora.     

Sepertinya Jovan harus mulai mengatakan tentang Zahra.     

Semua tergantung pada Ai. Jika Jovan berhasil membujuk sang Ratu Cavendish agar dia bisa poligami. Maka, Jovan yakin sang Raja pun akan tunduk patuh.     

Secara Ai kan paling sayang sama Jovan. Pasti Ai akan menuruti kemauan Jovan.     

Dan Daniel sebagai Daddy-nya hanya akan mengikuti. Iyalah mau di lempar sepatu sepanjang malam apa. Nggak nurutin keinginan istri tercinta.     

Apalagi kalau sampai nggak dapet jatah. Uring-uringan pasti.     

***     

Jovan membuka mata saat alarm ponsel membangunkan Ia dari tidur lelapnya. Jovan meraba ranjang di sebelahnya. Tumben kosong.     

Biasanya Jovan yang selalu membangunkan Zahra. Karena jika sampai Zahra kesiangan dan melewatkan sholat subuh akibat kegiatan malam mereka. Zahra bisa cemberut seharian penuh.     

Percayalah melihat Zahra cemberut itu menyiksa. Bukan karena takut di cuekin atau apa. Tapi bibir tipis Zahra kalau sudah cemberut malah bikin Jovan pengen terus - terusan . Sedang om Marco akan ceramah sepanjang rel kereta jika Jovan tidak segera menyelesaikan spesialisasi nya.     

Makanya sekarang Jovan pasang alarm. Tidak mau melihat Zahra cemberut dan berakibat dia telat kuliah atau ke rumah sakit karena nambah putaran di pagi hari.     

Bisa rusak gendang telinganya jika setiap hari mendapat kultum dari om Marco.     

"Zahraaa? Dek Zahraaa?" Jovan melihat Jam. Benar kok ini masih jam lima pagi. Tapi, kemana istrinya?     

"Zahraaa?" Jovan keluar dari kamar dan melihat Zahra sudah ada di dapur.     

"Zahra, ngapain di dapur. Ini masih jam lima pagi. Aku belum ingin sarapan." Jovan menghampiri Zahra.     

"Aku lagi bikin rujak. Kamu mau?" Zahra melewati Jovan begitu saja. Dan menaruh berbagai buah serta sambel yang tadi dia sudah buat.     

Jovan melongo. Ngerujak di jam lima pagi. Bininya ngidam apa ya?     

"Zahra? Kamu hamil?" tanya Jovan curiga.     

"Eh ...."     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.