One Night Accident

IMPOTEN 32



IMPOTEN 32

0Enjoy Reading     
0

***     

"Zahra? Kamu hamil?" tanya Jovan curiga.     

"Eh ..."     

Zahra yang baru mencolek sambel dengan potongan mangga langsung berpikir. "Entahlah, aku belum memeriksanya," katanya cuek sambil memakan rujaknya. Bukan dia tidak peduli apakah dia hamil atau tidak. Namun, entah kenapa saat ini rujak yang dia makan masih lebih menarik dari apa pun di dunia. Zahra tidak bisa berhenti dan terus memakannya.     

"Kapan jadwal haidmu?" Jovan duduk di depan Zahra yang sudah asik mengunyah rujak yang terlihat sangat  pedas itu.     

"Haidku kan nggak teratur mas. Nanti Zahra periksa deh." Zahra benar-benar menikmati sarapannya. Padahal Zahra bukan penggemar pedas. Tetapi kali ini rasa pedas itu sama sekali tidak menggangu lidahnya.     

"Nggak usah. Mas saja yang periksa. Kamu tunggu di sini. Mas ke apotek dulu beli taspek."  Jovan kembali memasuki kamarnya.     

"Jangan lupa sholat subuh dulu mas." Zahra mengingatkan. Karena Jovan suka bikin alasan jika tidak disuruh.     

"Iya," teriak Jovan dari dalam dan akhirnya melakukan sholat subuh sebelum pergi mencari tespek.     

10 menit kemudian Jovan sudah kembali. Bukan hanya membawa tespek dia juga membawa alat pendeteksi detak jantung untuk janin dan bahkan alat USG. Juga beberapa vitamin dari rumah sakit Cavendish.     

Bukan Jovan yang mengambil barang - barang itu. Tapi Jovan sempat meminta salah satu asistennya untuk mengantarkan alat yang dia minta saat Jovan membeli tespek di apotik yang buka 24 jam.     

"Zahra, sudah dulu makan rujaknya. Sini periksa dulu." Jovan mendekati Zahra yang masih asik dengan rujaknya.     

"Nanggung mas, bentar deh. Enak tahu. Sini mas coba, seger deh." Zahra mengacungkan potongan  mangga ke arah mulutnya.     

Jovan mendesah dan mengikuti permintaan Zahra. Tapi baru saja dia mengunyah mangga yang di sodorkan istrinya. Giginya terasa ngilu seketika.     

"Kecutttttttt banget Zahra." Jovan sampai mengeluarkan  air mata saking tidak tahan. Ini masih pagi dan sarapan kayak gini. Bisa mules langsung ini perut.     

"Sudahan rujakan-nya." Jovan minum dan menyingkirkan sambel di hadapan Zahra agar Zahra mengikutinya.     

"Masss, Zahra masih mauuu." Zahra berusaha merebut sambel yang sekarang berada di ujung meja.     

"Ini masih pagi. Bagaimana kalau kamu beneran hamil. Makan rujak saat perut kosong. Bisa sakit nanti. Ayo mas periksa dulu." Jovan menarik tangan Zahra lembut dan segera membawanya ke toilet.     

"Tes urine dulu. Tahu caranya kan." Jovan menyerahkan tespek di tangannya.     

Zahra cemberut. Jelas dia tahulah, dia kan calon dokter kandungan juga. Bagaimana sih.     

"Bagaimana?" tanya Zahra penasaran juga. Saat suaminya itu malah menutup hasil tespek miliknya.     

"Satu garis," ucap Jovan kecewa.     

"Oh ...." Zahra ikut diam saat melihat suaminya sepertinya sedih.     

Zahra tidak tahu harus bagaimana. Mereka belum pernah membahas soal anak. Tapi, Zahra juga sadar kalau mereka tidak pernah menggunakan pengaman saat berhubungan.     

Apa Jovan sudah sangat ingin memiliki anak ya? Soalnya Junior, Alxi bahkan Alca yang semuanya lebih muda darinya sudah menggendong anak semua.     

Irikah dia?     

"Mas, maaf ya. Mungkin memang belum saatnya kita di percaya memiliki anak." Zahra mengelus bahu Jovan.     

Jovan merangkul Zahra dan berbisik di telinganya. "Mas bohong, dua garis kok. Selamat ya calon mama muda." Jovan tersenyum lebar sebelum melepas rangkulannya dan mencium bibir Zahra yang masih terpana.     

"Mppptttt." Zahra memukul bahu Jovan agar di lepaskan.     

"Aku hamil?" tanya Zahra tidak percaya.     

Jovan mengangguk dan memeluk Zahra bahagia. "Aku akan jadi papa muda."     

"Mas senang Zahra hamil?" tanya Zahra memastikan.     

"Senang dongk. Masak istri hamil nggak senang sih. Apalagi ini anak pertama kita. Aku rasanya gimana ya. Yah ... Pokoknya senang dan nggak sabar melihatnya." Jovan mengelus perut Zahra yang masih rata.     

"Kamu, juga senang kan?" tanya Jovan pada Zahra.     

Zahra tersenyum lalu memeluk suaminya dengan haru.     

Zahra benar - benar merasa beruntung. Suami yang tampan, romantis, kaya dan yang pasti selalu memanjakan dirinya. Zahra sudah merasa tidak memerlukan apa pun asal Jovan berada di sampingnya.     

Apa ini yang di namakan jatuh cinta? Zahra jatuh cinta pada suaminya.     

"Kok nangis?" Jovan menghapus air mata Zahra.     

"Ini air mata bahagia mas. Zahra senang karena akan memiliki anak. Zahra juga senang karena bisa membuat mas bahagia."     

"Mas akan selalu bahagia. Asal ada kamu di samping aku." Jovan mencium dahi Zahra. "Uchhh ... Makin cinta deh sama kamu." Jovan menciumi seluruh wajah Zahra hingga Zahra memekik karena geli.     

"Zahra juga cinta sama mas Jovan." Zahra mengucapkan kalimat itu dengan cepat dan langsung menunduk karena malu.     

Jovan terdiam. Dadanya terasa membuncah bangga karena setelah tiga bulan Ia mengucapkan kata gombalan. Pada akhirnya istrinya berhasil di taklukkan juga.     

Zahra adalah wanita pertama yang susah membalas pernyataan cinta darinya. Dan begitu keluar memang terdengar lebih istimewa.     

"Mas lebih cinta sama kamu. Cinta banget sayang." Jovan memeluk erat Zahra dengan senyum semakin lebar.     

"Tapi ... bagaimana dengan hubungan kita. Maksudnya bagaimana pernikahan kita? Sampai kapan akan di sembunyikan dari orang tuanya mas Jovan?" Zahra ingat status yang dia miliki. Mereka sudah menikah, Zahra juga sudah hamil. Tetapi statusnya belum jelas di mata keluarga Cohza dan Cavendish.     

Zahra tidak mencari kedudukan. Zahra hanya ingin kepastian.     

"Tenang saja. dua hari lagi Mommy dan Daddy akan ke sini. Nanti aku akan berusaha bicara dengan mereka tentang pernikahan kita. Apalagi kamu sekarang lagi hamil. Mas yakin mereka pasti bisa menerimamu karena ada cucu mereka di sini." Jovan kembali mengelus perut Zahra. Ah ... Ternyata dia tok cer juga. Enggak sia-sia perjuangannya setiap malam olah raga naik turun gunung.     

"Mas yakin?" Zahra merasa khawatir. Karena dia pribadi baru beberapa kali bertemu Ai dan entah kenapa Ratu Cavendish itu selalu terlihat sangat anggun dan penuh kesombongan khas bangsawan.     

"Tentu, om Marco ada di pihak kita. Jadi santai saja ya." Jovan sudah punya rencana.     

"Tapi ...."     

"Stttt, jangan di pikirkan. Kamu sedang hamil jadi jangan stress. Mending sekarang berbaring di ranjang. Mas mau periksa calon bayi kita. Mas kan ingin tahu juga. Sudah  berapa Minggu usianya." Jovan menata alat USG sedang Zahra tiduran di ranjang dengan gel yang sudah dia balurkan ke perutnya yang masih rata. Lalu Jovan memeriksanya dengan teliti dan raut bahagia saat mendengar detak jantung yang kuat dan mantap.     

Pagi itu adalah pagi paling membahagiakan bagi Zahra. Walau pernikahan mereka awalnya penuh keragu-raguan. Tetapi sekarang Zahra yakin akan mempertahankannya. Karena dengan bayi yang dia kandung Zahra merasa Jovan benar-benar mencintainya.     

Zahra benar - benar bahagia.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.