One Night Accident

IMPOTEN 35



IMPOTEN 35

Enjoy Reading.     

***     

Zahra berdiri gelisah. Dia takut, khawatir dan merasa terintimidasi.     

Setelah 10 menit Mommy dan Daddy Jovan masuk ke kamar. Om Marco datang. Dan cukup membuat Zahra merasa tenang. Tapi, hanya sebentar. Karena Tidak berapa lama kemudian. Zahra mendengar suara teriakan dan sesuatu yang seperti di lempar Sampai menimbulkan suara gaduh di kamar Jovan.     

Lalu om Marco dan kedua orang tua Jovan keluar. Tapi, tidak mengatakan apa pun padanya. Dan keluar dari apartemen Jovan.     

Om Marco hanya megangguk  menyuruh Zahra tidak usah khawatir dan tetap menunggu.     

Menunggu apa?     

Menunggu kedua orang tua suaminya memutuskan apakah menerima dirinya jadi mantu. Atau mendepaknya keluar?     

Zahra benar-benar merasa tertekan.     

Lalu 30 menit kemudian mereka kembali masuk. Dan Zahra semakin tidak tenang. Apalagi tidak ada yang bicara setelah itu.     

Zahra tidak berani duduk karena memang tidak ada yang duduk. Om Marco tersenyum tipis menenangkan dirinya. Tapi wajah sang Raja terlihat dingin. Dan sang Ratu mengetukkan sepatu hak tinggi ke lantai seolah menunggu sesuatu sambil bersedekap. Tanpa melirik Zahra sedikit pun.     

Zahra semakin pesimis bahwa dia akan di terima sebagai menantu.     

Apakah Jovan akan tetap dinikahkan dengan putri Inggris.     

Kalau iya.     

Apakah Zahra akan di ceraikan? Atau di madu.     

Kalau di ceraikan. Bagaimana nasib anak yang sedang dia kandung.     

Kalau tidak di ceraikan. Tapi dia bakal poligami. Apakah Zahra siap. Membagi suami dengan orang lain. Apalagi sainganya seorang putri. Pasti Zahra akan tersisihkan.     

Cklekkk.     

Zahra mendongak saat mendengar suara pintu terbuka.     

Jovan baru membuka sedikit pintu apartemen. Saat dengan gerakan super kilat Ai melempar sepatu berhak lancip hingga mengenai dahinya.     

"Mommm, kenapa Jovan di lempar sepatu?" Protes Jovan sambil mengelus jidatnya.     

Zahra mengganga kaget melihat dahi suaminya memerah. Dan semakin gemetar saat dengan beringas Ratu melempar apa pun ke arah Jovan.     

"Mommm, stoppp." Jovan berlari ke belakang sofa.     

Zahra ingin berlari membantu suaminya. Tapi melihat Ratu yang sepertinya marah besar. Zahra hanya bisa menangis memandang Jovan yang berusaha menghindar.     

Zahra baru bernafas lega saat Ratu sepertinya kelelahan setelah melempar semua barang.     

Lalu Jovan keluar dari persembunyiannya. Melihat ke arah dirinya dan Om Marco. Dan mengumpat seketika.     

"Mommm, Jo ...."     

"DIAMMMMM."     

Zahra sampai telonjak kaget mendengar bentakan Ratu Cavendish.     

"Mommy nggak mau tahu. Sekarang juga, KAMU CERAIKAN ZAHRA."     

DEGGG.     

Ucapan Ratu langsung meremukkan hati Zahra.     

Zahra mati rasa. Dia bahkan sudah tidak mendengar protes suaminya.     

Ternyata wanita biasa sepertinya benar - benar tidak diinginkan     

menjadi menantu seorang Raja.     

Brugkhhhh.     

Semua orang menoleh ke asal suara.     

"Zahraaa?????" Wajah Jovan memucat dan langsung menghampiri istrinya yang pingsan dan tergeletak di lantai.     

"Sayang, bangun sayang." Jovan menepuk pipi Zahra. Lalu dengan cepat membopongnya ke kamar dengan wajah panik.     

Ai, Daniel dan Marco Hanya mengikuti dan melihat dari pintu kamar dengan heran.     

Kenapa Jovan heboh sekali.     

"Marco. Kamu bilang anakku tidak cinta sama Zahra. Katamu dia menikah karena di kerjain Javier dan Junior. Trus, Kamu bilang Jovan mencintai Ella. Kok panik begitu?" tanya Ai pada adik iparnya dengan berbisik.     

"Mana aku tahu. Jovan sendiri yang bilang cuma cinta sama Ella. Dan menikah dengan Zahra karena terpaksa. Makanya dia mohon-mohon pernikahan dirinya dengan Zahra di sembunyikan. Supaya kalian tidak tahu, dan membatalkan perjodohan dengan putri Inggris," jawab Marco berbisik pula.     

"Mungkin Jovan Tsundere," ucap Daniel.     

"Maksudnya?" Ai tidak mengerti.     

"Maksudnya. Jovan bilang nggak suka sama Zahra. Padahal sebenarnya dia suka." Marco yang menjawabnya.     

Ai berdecih. "Cowok Cohza bukan Tsundere. Tapi gengsian. Sok nggak butuh, ditinggal baru tau rasa." Ai berbalik dan malah duduk di sofa.     

"Ai kok kamu santai banget sih? Mantumu lagi pingsan itu?" Marco menginginkan kalau Zahra sudah jadi menantunya.     

"Lah!! Suaminya kan dokter biar diurus sendiri dong!" Ai bisa apa. Dia kan malah tidak mengerti bidang farmasi.     

"Tapi kan yang bikin pingsan kamu." Marco menatap kesal.     

"Ya Mana aku tahu kalau kata-kataku malah bikin istrinya pingsan. Aku kan cuma pengen ngetes doang. Beneran nggak Jovan suka sama Ella."     

"Tapi nggak menyuruh mereka cerai juga kali Ai." Marco heran deh. Dari dulu Ai masih suka pake cara bar-bar dan seenaknya sendiri. Wajar sih Jovan jadi seenaknya juga. Turunan dari emaknya.     

"Lah itu kan cara paling gampang kalau emang Jovan cinta sama Ela pasti dia mau dong menceraikan Zahra. Tapi, kalau ternyata Jovan nggak mau menceraikan Zahra. berarti Jovan itu ada rasa sama Zahra. Paham gak sih maksud perbuatanku apa?"     

"Terus kalau ternyata Jovan     

benar-benar menceraikan Zahra Bagaimana?"     

"Ya nggak Bagaimana bagaimana. Kalau Jovan memang memilih Putri Ella sebaiknya Zahra di Ceraikan Saja dari pada menderita."     

"Tapi Ai ...."     

"Stttttttt." Ai mengatupkan tangannya tanda agar Marco diam.     

"Bang, kasih tahu bininya napa. Kalau cerai itu bukan hal sepele." Marco menatap Daniel yang sedari tadi diam saja.     

"Aku setuju dengan Ai. Pernikahan tanpa cinta pasti akan rusak juga lama-lama. Jadi sebelum Jovan dan Zahra berjalan terlalu jauh. Mendingan berpisah saja."     

"Lalu bagaimana kalau Jovan tidak mau menceraikan Zahra?" tanya Marco.     

"Berarti pernikahan dengan putri Ella batal. Dan Jovan harus nikah ulang dengan Zahra. Aku kan juga mau lihat anakku menikah. Masak nikah diam-diam. Pokoknya harus nikah ulang." Ai enggak terima.     

"Dan pernikahan harus terjadi Di CAVENDISH. Karena Jovan putra mahkota Cavendish juga, agar keberadaan Zahra di ketahui dunia." Tambah Daniel.     

Sementara Raja, Ratu dan Marco sedang berdebat. Jovan  yang tadi melihat istrinya pingsang dan membawanya ke kamar, dengan cepat  memeriksa seluruh tubuh Zahra.     

Khawatir istrinya kenapa-kenapa. Mengingat dia sedang hamil muda sekarang.     

"Zahra?" Jovan berusaha membangun istrinya. Tapi, sepertinya Zahra belum berniat membuka mata.     

Jovan memeriksa sekali lagi dan  setelah memastikan Zahra tidak mengalami cidera dan hanya butuh istirahat. Akhirnya Jovan keluar dari kamarnya.     

"Mommm, apa maksud mom minta Jovan menceraikan Zahra?" tanya Jovan langsung nge-gas.     

"Duduk." Bukan Ai tapi Daniel yang memerintah. Tidak suka dengan nada bicara Jovan yang agak tinggi.     

Jovan duduk dengan wajah kesal.     

"Benar Zahra istrimu?" Daniel mulai mengintrogasi.     

"Yes dad."     

"Kamu mencintainya?"     

Jovan diam saja.     

"Kamu mencintai putri Ella?"     

"Yes dad."     

"Oke. Ceraikan Zahra. Kita percepat pernikahanmu dengan putri Ella."     

Jovan langsung mendongak terkejut.     

"Noooo. Jovan tidak akan menceraikan Zahra."     

"Jovan? kalau kamu memang mencintai Ella. Kamu harus menceraikan Zahra. Jangan egois. Mau Zahra tapi mau Ella juga. Di keluarga Cohza nggak ada yang poligami ya." Ai melotot ke arah Jovan.     

"Kalau Jovan bisa menceraikan Zahra, akan Jovan lakukan. Tapi, Jovan tidak bisa mom."     

"Whyyyy?"     

Jovan memandang wajah orang tua dan pamannya satu persatu. Setelah menghembuskan nafas. Dia menjawabnya.     

"Zahra sedang hamil."     

Hening.     

Satu detik, dua detik, tiga detik.     

"WHATTTTT. Haa ha Hamillllll?" Ai langsung berdiri dengan mulut terbuka saking terkejutnya.     

"Astagaaaa, aku akan punya cucu. Danielllll kita akan punya cucu. " Ai  memeluk Daniel sambil  melompat bahagia.     

Dia datang ke Indonesia selain ingin melihat anak Junior, Alxi  dan Aurora. Sebenarnya Ai juga ingin mengajukan agar pernikahan Jovan dan Ella di percepat.     

Karena Ai sungguh iri dengan Marco yang setatusnya adik ipar. Tapi malah sudah punya cucu. Langsung tiga lagi. Padahal anaknya lebih tua dari anak-anak Marco.     

Kan Ai jadi ikut kebelet pengen punya cucu juga.     

Dan sekarang malah tanpa di minta. Dia mau punya cucu.     

Kurang bahagia apa coba.     

"Ya ampunnnnn. Zahra kan barusan pingsan.  Marco sini periksa Zahra dengan benar jangan sampai mantu dan calon cucuku  kenapa - napa." Ai langsung menarik tangan Marco begitu saja menuju kamar.     

Daniel sepeecless, sedang Jovan melongo heran.     

Tadi nyuruh cerai kenapa sekarang semangat sekali?     

"Ai ... Zahra sudah di periksa Jovan."     

"Kamu lebih ahli, periksa lagi."     

"Enggak usah!!! Kesempatan banget pegang istri Jovan. Lagian Zahra pingsan gara - gara mom. Dia itu shokkk, gara-gara mom suruh Jovan ceraikan Zahra." Jovan menepis tangan Marco saat akan memeriksa istrinya.     

"Gengsi aja terus. Bilang nggak suka Zahra. Tapi lihat om sendiri mau pegang saja enggak boleh. Cowok Cohza sama saja. Sok jual mahal." Ai menaikkan dagunya kesal.     

"Bukan gitu mommmm."     

"Halahhh, sudah. Mom enggak jadi suruh kalian cerai. Enak saja calon cucuku mau enggak ada bapaknya."     

"Sebagai gantinya. Pernikahan dengan putri Inggris BATAL." Keputusan Ai mutlak.     

"WHATT???" Jovan ingin membantah tapi posisinya sedang tidak menguntungkan.     

"Mommm, daddy. Kita bicarakan nanti saja ya. Please. Zahra lagi pingsan dia butuh ketenangan. Apalagi dia lagi hamil. Jadi jangan bahas soal putri Inggris dulu oke."     

"Please, nanti setelah Zahra sadar dan sudah tenang. Jovan akan ke rumah dan kita bisa membahas semuanya." Jovan menatap momynya dengan wajah memohon.     

"Tweety, kita temui Javier dulu. Aku rasa dia butuh waktu berdua dengan istrinya." Daniel menarik pinggang istrinya dan menggiringnya keluar dari apartemen Jovan. Marco menyusul di belakangnya.     

Jovan menutup pintu dengan lega  dan langsung merebahkan tubuhnya ke samping Zahra. Di amati wajah istrinya yang sedikit pucat.     

"Maaf ya Zahra. Aku tidak mau menceraikan kamu. Apalagi kamu hamil anakku. Mana rela anakku di rawat bapak tiri. Tapi, aku juga mau menikahi putri Ella."     

"Aku memang egois menginginkan kalian berdua. Tapi, mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur menjadi stalker putri Ella. Bahkan sudah mengambil ciuman pertamanya."     

"Tahu enggak? Dari dulu aku yakin dia akan jadi istriku. Jadi saat semua gagal pasti aku merasa kecewa karena tidak bisa meraih impianku." Jovan mengelus rambut Zahra.     

"Aku tidak ingin jadi raja Inggris. Tidak, menjadi raja bukan cita-cita ku. Aku hanya ingin putri Ella. Hanya dia." Jovan mengusap pipi Zahra yang sedikit memucat.     

"Kamu cantik, baik, Sholihah. Tapi ... semua itu belum cukup untukku."     

"Karena kamu bukan Ella."     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.