One Night Accident

IMPOTEN 37



IMPOTEN 37

0Enjoy Reading.     
0

***     

Zahra meremas tas yang ada di tangannya. Jantungnya berdetak dengan kencang. Dia takut. Tapi, dia penasaran. Maka dengan pelan Zahra mulai memencet bel di depannya.     

Zahra menunduk. Terlihat canggung karena ada bodyguard yang menatapnya intens.     

Bukan apa. Pasti bodyguard itu bingung. Kenapa Zahra malah memencet bel, padahal biasanya dia masuk begitu saja.     

Ya. Kalau yang di dalam Jovan dan Javier maka Zahra langsung masuk tanpa minta izin. Tapi, di dalam rumah besar itu saat ini ada Raja dan Ratu Cavendish. Zahra merasa dirinya lancang jika main Selonong saja.     

"Mbak Zahra, silahkan masuk. Kok tumben mencet bell." Seorang maid membuka pintu untuknya.     

"Em ... Apa yang mulia Raja dan Ratu ada?"     

"Raja sedang keluar, tapi Ratu ada di dalam bersama Nyonya Queen."     

Zahra semakin gelisah. Kenapa harus ada Queen. Zahra tidak benci dengan Queen. Tapi, Zahra tidak mungkin bisa berbicara dengan Ratu kalau ada Queen di sana.     

Zahra akhirnya hanya tersenyum dan mengikuti maid tersebut ke ruang keluarga. Di mana ada Ratu dan Queen yang sedang bercengkrama.     

Zahra kadang merasa iri dengan Queen. Dia cantik dan bisa cepat akrab dengan orang yang dia sukai. Tapi, bisa tegas dan sombong jika dengan orang yang membuatnya kesal.     

Wajarlah kalau Junior pada akhirnya tidak bisa lepas dari pesonanya. Sedang Zahra siapa? Di lihat dari segi manapun, dia kalah jauh darinya.     

Lebih iri lagi saat dia yang setatusnya istri Jovan tidak bisa ngobrol santai dengan Ratu. Sedang Qi terlihat sangat nyaman dan akrab, selayaknya bercanda dengan orang tua sendiri.     

"Permisi yang mulia. Nona Zahra datang ingin bertemu," ucap maid sambil membungkuk hormat.     

"Ishhh, sudah berapa kali aku bilang. Enggak usah pakai nunduk-nunduk. Ini Indonesia bukan Cavendish."     

"Baik yang mulia."     

Ai mengangguk dan mengibaskan tangannya tanda menyuruh maid itu pergi. Dengan langkah senang Ratu menghampiri Zahra yang terlihat gugup.     

"Mantukuuu. Kenapa kesini nggak bilang-bilang. Kan bisa mommy jemput." Ai langsung memeluk Zahra bahagia dan bercipika cipiki dengannya.     

"Eh ...." Zahra terdiam kaku. Tidak menyangka akan mendapat respon senang dari Ratu. Lagi pula masa iya Ratu suruh jemput dia. Yang benar saja. Emang dia siapa? Ibu suri.     

Kemarin saat perayaan tujuh hari kelahiran anak Junior. Zahra dan Jovan memang datang dan sempat bertemu.     

Raja dan Ratu waktu itu terlihat tidak keberatan dengan kebersamaan Zahra dan Jovan. Tapi, mereka juga tidak menegaskan hubungan resmi Zahra dan  Jovan ke keluarga yang lain.     

Zahra dan Jovan bergabung dengan Raja dan Ratu juga tidak lama. Karena mereka juga harus menyapa sanak saudara yang lain.     

Apalagi entah kenapa Zahra sangat mengantuk. Jadi belum setengah jam Zahra berbaur dengan keluarga Jovan dia sudah tidak betah. Dan tertidur di salah satu kamar tamu.     

Padahal saat itu baru jam sembilan pagi.     

Di saat wanita hamil muntah-muntah. Syukurlah Zahra tidak mengalaminya sama sekali. Tapi, ya itu. Dia bisa tidur sepanjang hari. Dan akan tetap mengantuk lagi dan lagi.     

Bahkan saat suaminya minta jatah pun Zahra kadang sudah tertidur dan membiarkan Jovan berbuat sesuka hati.     

"Ayo duduk." Zahra hanya menurut saat Ratu menggandengnya duduk di sebelah Queen.     

"Hay tante Zahra," ucap Queen sambil menggerakkan jari anaknya.     

Zahra tersenyum dan secara refleks mengelus pipi dari anaknya Queen. Entah cewek apa yang cowok Zahra tidak tahu.     

"Maaf," ucap Zahra langsung menarik tangannya. Khawatir Qi tersinggung karena dia mencolek pipi anaknya sembarang.     

"Tidak apa-apa. Kamu kan sekarang tantenya juga."     

Zahra duduk salah tingkah saat Qi mengatakan itu.     

"Belum Qi. Belum resmi. Nanti kalau sudah resmi baru Zahra bisa di sebut tantenya Justine. Iya kan ganteng." Ia benar-benar gemas dengan anak Junior itu.     

Zahra langsung menunduk. Jadi menurut Ratu, dia belum resmi jadi istrinya Jovan.     

Melihat Zahra yang sepertinya butuh berduaan dengan Ratu Cavendish. Akhirnya Qi berpamitan.     

"Ratu maaf, aku harus pulang. Khawatir Juliette menangis di rumah."     

"Yaaaa, padahal aku masih mau cium si ganteng. Tapi, enggak apa-apa deh. Aku kan sebentar lagi juga mau punya cucu."     

Qi yang sudah berdiri menatap Ratu bertanya.     

"Mantukuuu kan sudah hamil sekarang." Ai merangkul Zahra sambil mengelus perutnya. Pamer pada Queen.     

"Maksud Ratu. Zahra hamil?" Tanya Qi memastikan. Qi sudah tahu Jovan menikahi Zahra dari Junior suaminya.     

"Iya dongk, mantuku siapa lagi kalau bukan dia."     

"Oh ... kalau begitu, selamat ya Zahra."     

"Iyaaa, terima kasih." Zahra menyambut uluran tangan Qi.     

"Qi pergi dulu ya yang mulia. Zahra."     

Ai mengangguk dan Qi langsung keluar dari kediamannya.     

"Jadi Zahra. Ada perlu apa kamu nyari aku?" Tanya Ai langsung.     

Ai sebenarnya bukan tidak suka dengan Zhara. Tapi, kemarin Jovan menemuinya secara pribadi dan memohon agar pernikahannya dengan Ella tidak di batalkan. Karena dia mengaku sangat mencintai Ella.     

Dan Zahra hanya wanita yang tanpa sengaja terjebak bersamanya. Jovan tidak bisa menceraikan Zahra karena dia sedang hamil. Apalagi kata Jovan, Zahra sudah tahu kalau Jovan akan menikahi putri Inggris dan rela di poligami.     

Walau awalnya Ai menolak. Karena dalam seluruh sejarah keluarga Cohza, Cavendish maupun Brawijaya. Tidak pernah ada istilah poligami.     

Tapi melihat anaknya memohon tentu saja Ai tidak tega. Cukup Javier yang menjadi dingin dan terkesan cuek setelah kepergian Jean. Jangan sampai Jovan juga membencinya karena tidak mendapatkan wanita yang dia cintai.     

Walau Ai ragu juga. Apa Jovan benar-benar mencintai Ella atau obsesi semata. Apalagi kemarin dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana paniknya Jovan saat melihat Zahra pingsan. Dan kecemburuan Jovan terlihat sangat jelas.     

Ai tidak mau Zahra mengalami nasib yang sama seperti dirinya dulu. Mengasuh anak tanpa kehadiran sang ayah.     

"Zahra, kenapa diam?"     

"Sebelumnya, Zahra minta maaf Ratu. Jika ..."     

"Stttt, panggil momy. Sekarang kamu menantuku. Jadi kamu adalah putriku juga."     

"Mommy?" Tanya Zahra memastikan. Benarkah dia di anggap putri oleh Ratu Cavendish.     

"Bagus. Panggil mommy saja. Jadi ada apa? Katakan saja. Jangan takut. Aku janji tidak akan marah."     

"Lagipula aku itu nggak nggigit kok." Ai meyakinkan.     

Zahra tersenyum canggung. Nggigit sih enggak, tapi lempar sepatu iya.     

"Sebenarnya ...Em ... Sebenarnya Zahra hanya ingin bertanya. Apa ... Apa benar mas Jovan akan tetap di nikahkan dengan putri Inggris?"     

Ai menatap Zahra. "Kamu keberatan?"     

"Saya, saya hanya ingin mengatakan bahwa. Saya rela di poligami. Jika memang itu satu-satunya jalan agar mommy tidak menyuruh mas Jovan menceraikan Zahra."     

"Sebenarnya Zahra Tidak takut di cerai. Tapi, anak Zahra pasti tetap membutuhkan ayahnya. Dan Zahra rela di madu demi anak ini."     

"Tunggu dulu. Kenapa kamu berpikir kalau Aku akan menyuruhmu bercerai dengan Jovan?" Tanya Ai curiga.     

"Waktu itu bukankah Ratu maksud Zahra mommy mengatakan kepada mas Jovan untuk menceraikan Zahra. Mas Jovan juga bilang mommy akan menyalahkan Zahra kalau sampai pernikahan dengan putri Inggris batal. Karena pasti akan terjadi perseteruan antar kerajaan."     

"Makanya Zahra kemari. Zahra ingin minta maaf jika keberadaan Zahra membuat posisi Mas Jovan dan mommy jadi tidak nyaman. Tapi, Zahra benar-benar mencintai mas Jovan."     

"Kata mas Jovan kalau Zahra tidak mau di madu. Maka Ratu pasti akan menceraikan kami saat ini juga karena membuat kerja sama antar kerajaan gagal."     

"WHATTT????"     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.