One Night Accident

IMPOTEN 45



IMPOTEN 45

0Enjoy Reading.     
0

***     

Javier baru keluar dari ruang kerja Omanya saat pengawalnya menghampiri.     

"Pangeran. Anda di tunggu pangeran Jovan di ruang olahraga." Javier mengangguk dan menuju ruangan yang di sebutkan oleh pengawalnya.     

Jika di Indonesia Javier dan Jovan hanyalah keturunan Cohza alias anak orang kaya dengan kehidupan biasa saja.     

Maka, berbeda jika mereka sedang berada di Cavendish. Mereka adalah pangeran. Yang tentu saja memiliki semua fasilitas ala pangeran.     

Asisten, pengawal pribadi, koky, desainer, bahkan juru bicara jika sedang di perlukan.     

Javier masuk ke ruang olahraga dan melihat Jovan sepertinya sudah memulai latihannya.     

Dengan santai Javier menuju ruang ganti. Melepas kemeja yang dia kenakan, lalu memakai kaos dan celana olah raga yang selalu tersedia di sana.     

"Baru kali ini aku datang tidak di sambut pelukan tapi malah di ajak latihan? Apa kamu terlalu banyak bercinta hingga seluruh tubuhmu terasa kaku semua." Javier berbicara sambil melakukan pemanasan di bagian pinggir ruang olahraga.     

Sedang Jovan masih asik berlari-lari di treadmill.     

"Kamu kenapa? tumben diam? Berantem sama Zahra?" Javier menyalakan treadmill di sebelah Jovan. Ini jam 11 siang dan Jovan malah ngajak olah raga. Hebat.     

"Kalau sudah selesai aku tunggu di sana." Jovan mematikan treadmill nya dan menuju tempat yang lebih luas. Sepertinya tempat mommy-nya senam, pilates, yoga atau apa pun yang di lakukan mommy dan Daddy nya.     

Sepuluh menit kemudian Javier menyusul ketempat ya berdiri.     

"Jadi, kita mau ngapain? Senam? Kamu lagi nggak ngajakin aku bikin boyband kan?" Javier menatap cermin di belakang Jovan. Kok seperti tempat orang latihan dance ya.     

"Tanpa pengaman dan senjata. Harus tangan kosong," ucap Jovan tiba-tiba.     

Javier yang masih melihat sekeliling langsung menatap wajah Jovan heran.     

Muka Jovan itu enggak ngenakin banget sumpah.     

"Kamu kenapa sih? Aneh deh." Javier mendekati Jovan. Tapi saat sudah sampai di dekatnya.     

Bugkhhhh.     

Javier langsung terjengkang karena mendapat pukulan telak tanpa persiapan.     

"Shittt, maksud loe apaan?" Javier mengusap darah di sudut bibirnya. Melihat Jovan kesal.     

Jovan bergeming dan malah mengkode Javier agar maju.     

Javier langsung berdiri dan memasang kuda-kuda nya. Sepertinya ada sesuatu yang membuat Jovan marah. Apa pun itu Javier tidak berminat mengalah.     

Bonyok satu, harus bonyok semua.     

Latihan ya latihan.     

Dan itulah yang terjadi selama satu jam kemudian.     

Jovan dan Javier saling memukul dan menendang. Bahkan sempat saling mengunci cukup lama. Hingga akhirnya keduanya yang sudah sama-sama babak belur berbaring kelelahan di lantai.     

Lalu hening untuk waktu yang cukup lama.     

"Kamu kenapa tiba-tiba ngamuk." Javier memecah keheningan. Menolah ke arah Jovan yang memejamkan matanya. Tapi Javier tahu Jovan tidak tertidur.     

"Aku tahu semuanya."     

"Hah?"     

"Kenapa kamu tega sekali." Jovan menoleh ke arah Javier dengan wajahnya yang cemberut seperti biasa.     

Javier agak lega setidaknya wajah Jovan sudah tidak semengesalkan tadi. Lebih ke merajuk kalau tidak di turuti keinginannya. Mungkin babak belur sudah melampiaskan apa pun kekesalannya tadi.     

"Tega kenapa?" tanya Javier bingung sambil duduk.     

"Masih tanya kenapa lagi. Nggak berasa banget ya ngerjain sodara sendiri." Jovan ikut duduk.     

"Ngerjain apa? Kapan aku ngerjain kamu?" Javier masih tidak mengerti.     

"Nyuruh Junior hipnotis aku. Bikin aku nikahin Zahra. Bawa aku ke Afganistan atas perintah mommy. Apa perlu aku perjelas." Jovan berdiri sambil mondar-mandir kesal.     

"Kamu tahu dari mana?" Javier menatap Jovan semakin tidak enak.     

"Enggak penting aku tahu dari mana. Yang ingin aku tahu kenapa kamu lakukan ini sama aku? Aku percaya sama kamu Jav." Jovan memandang Javier dengan kecewa.     

Javier berdiri dan menghampiri Jovan. "Aku lakukan ini semua demi kebaikanmu. Biar kamu berhenti main-main sama wanita. Kita punya adik cewek, kita punya keponakan cewek dan tidak menutup kemungkinan kita bakalan punya anak cewek. Apa kamu mau apa yang kamu lakukan di masa lalu anak perempuanmu yang menanggunganya? Semua perbuatan ada karmanya Jov."     

Jovan tertawa keras. "Loe yakin lakuin semua ini karena gue nggak mau dapat Karma?"     

"BILANG AJA LOE MAU REBUT ELLA DARI GUE BRENGSEK." Jovan mendorong Javier hingga mundur beberapa langkah kebelakang.     

"WHATT???" Javier tidak habis fikir dengan pemikiran Jovan yang super gila.     

"GUE SELAMA INI MENGHAGAI CINTA LOE BUAT JEAN. DAN LOE JUGA TAHU KALAU GUE DARI DULU CUMA CINTA SAMA ELLA. TERUS SEKARANG LOE MAU NIKUNG GUE?" Jovan menunjuk wajah Javier dengan dada naik turun karena emosi.     

"Loe gila? Gue nggak mungkin nikung loe Jov. Gue masih WARAS."     

Jovan kembali tertawa. "Nikung bukan hal baru lagi Jav. Nggak usah munafik deh. loe iri gue banyak cewek? Loe iri gue punya calon istri seorang putri. Sementara loe nggak bisa move on dari Jean?"     

"Nggak apa-apa Jav, mau calon istri adek juga. Asal cantik, bahenol cetar membahana mempesona ulaala udah tikung saja. Sodara hempasan sajahhh...."     

Bugkhhhh.     

Javier memukul Jovan dengan keras hingga terjengkang kebelakang saking  emosinya. Lalu mencengkram kaus yang dia kenakan hingga membuat tubuh Jovan sedikit terangkat keatas. "Loe benar-benar sudah enggak WARAS. loe lupa kalau sudah punya istri?"     

Jovan melepas genggaman Javier dan kembali mendorong tubuhnya hingga terpisah. "Gue emang punya istri," ucap Jovan tersenyum sinis.     

"ISTRI YANG GUE NIKAHIN KARENA TERPAKSA."     

"Dan semua itu gara-gara perbuatan loe." Tunjuk Jovan kembali.     

"GUE HARUS MENIKAHI WANITA YANG SAMA SEKALI TIDAK GUE INGINKAN."     

PLAKKKK.     

Pipi Jovan langsung terasa panas saat sebuah tamparan mendarat di pipinya. Jovan menoleh.     

PLAKKKK.     

"Mommmm?" Wajah Jovan memucat melihat momynya yang sepertinya marah besar itu.     

Jangan bilang Mom melihat perkelahian dirinya dengan Javier.     

"Mom Jovan ...."     

PLAKKKK.     

"Tidak perlu menjelaskan. Jelaskan saja pada ISTRIMU." Ai menunjuk ke arah pintu.     

Jovan mengikuti telunjuk Ai dan darah langsung seolah menyusut dari wajahnya.     

Di pintu Zahra berdiri dengan wajah pucat dengan tubuh kaku seperti mayat.     

"ZAHRA."     

:lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard:     

SEBELUMNYA.     

"Kemana semuanya?" tanya Stevanie saat sudah ada di meja makan. Sedangkan hanya ada Ai dan dirinya.     

Ashoka, duo J dan katanya istrinya Jovan tidak ada di sana. Benar-benar tidak sopan. Ada Oma di sini dan mereka malah menghilang.     

Ai menoleh ke arah ajudannya. "Di mana Zahra?" tanya Ai langsung.     

Kenapa dia tanya Zahra. Bukan Jovan. Karena setelah beberapa hari ini mengamati. Di mana ada Zahra pasti ada Jovan. Sepaket. Setelah itu tinggal nyari yang lain.     

"Nona Zahra ada di kamarnya."     

Ai langsung menoleh. Di kamar? Siang-siang? Dasar Jovan. Enggak bisa nunggu malam apa ya. Mana ada Stevanie lagi.     

"Mom, biar aku panggil Zahra dulu." Ai berpamitan.     

Stevanie hanya diam. Walau sedikit heran. Apa gunanya pengawal kalau untuk memanggil menantunya saja di lakukan sendiri. Ratu yang aneh.     

Ai langsung mengetuk pintu kamar Zahra dengan kasar begitu sampai. Dia yakin kalau tidak di ganggu anaknya baru akan keluar besok pagi.     

Enggak ingat istri baru hamil tiga bulan apa. Di genjot melulu.     

Kalau cucunya Samapi luntur bagaimana.     

Dasar cowok tidak berprikemanusiaan.     

"Mommy." Zahra membuka pintu kamar.     

"Zahra sayang, ini waktunya makan siang. Yuk makan dulu. Mana Jovan?" tanya Ai manis.     

"Mas Jovan ... Zahra tidak tahu mom. Sejam yang lalu mas Jovan suruh Zahra masuk kamar. Dan belum kembali." Zahra menjelaskan.     

"Ya sudah. Kamu ke meja makan ya. Mommy cari Jovan dan yang lain."     

"Mommm, Zahra ikut ya?" Ai baru akan berbalik saat Zahra bicara lagi.     

Baru Ai akan menolak tapi sudah kebiasaan Zahra yang beberapa hari ini memang seperti lengket dengan Jovan. Jadi baru di tinggal sejam saja sudah kangen. Turuti Ai. Mungkin bawaan bayi.     

"Ya sudah yuk." Ai menggandeng tangan menantunya. Lalu bertanya keberadaan anak-anak nya yang lain pada salah satu pengawal.     

Ai dan Zahra baru masuk ke dalam ruang olahraga saat mendengar suara teriakan Jovan yang kencang.     

"BILANG AJA LOE MAU REBUT ELLA DARI GUE BRENGSEK."     

Ai mencekal tangan Zahra yang hampir masuk. Firasatnya mengatakan percakapan anaknya tidaklah baik.     

Baru Ai akan menyuruh Zahra keluar saat teriakan Jovan kembali terdengar.     

"GUE SELAMA INI MENGHARGAI CINTA LOE BUAT JEAN. DAN LOE JUGA TAHU KALAU GUE DARI DULU CUMA CINTA SAMA ELLA. TERUS SEKARANG LOE MAU NIKUNG GUE?"     

Ai membekap mulutnya menahan jeritan kaget. Sedang di sebelahnya. Ai bisa merasakan tubuh Zahra yang langsung berubah menjadi kaku.     

"ISTRI YANG GUE NIKAHIN KARENA TERPAKSA."     

Degggg.     

"GUE HARUS MENIKAHI WANITA YANG SAMA SEKALI TIDAK GUE INGINKAN."     

Degggg.     

Zahra tidak tahu harus mengatakan apa. Ucapan Jovan terasa langsung menghujam ke dalam jantungyanya. Tanpa tameng atau perlindungan.     

Dia istri yang di nikahi karena terpaksa.     

Dia istri yang tidak di inginkan sama sekali.     

Rasanya jantung Zahra langsung berhenti berdetak.     

Dunianya serasa mati seketika.     

Zahra tidak masalah jika seandainya pernikahan dirinya dan Jovan tidak di restui keluarga Jovan.     

Zahra tidak masalah jika pernikahan dirinya di tentang oleh banyak fans Jovan.     

Zahra tidak perduli seberapa kaya dan seberapa tingginya pangkat Jovan sebagai pangeran.     

Zahra hanya tahu dia diinginkan.     

Zahra bertahan dan akan terus di samping Jovan. Karena selama ini Zahra yakin Jovan akan mencintainya.     

Jovan akan membela dan memperjuangkan pernikahan mereka .     

Tapi saat Jovan sendiri ternyata tidak menginginkan dirinya.     

Apalagi yang harus Zahra perjuangkan?     

Rasa Sayang?     

Apa benar Jovan sayang padanya?     

Rasa Cinta?     

Jovan dengan jelas mengatakan hanya  mencintai Ella.     

Lalu untuk apa Zahra ada di sini?     

Untuk apa???     

Zahra tidak bisa membendung air matanya lagi. Semua terlihat kabur di hadapannya.     

Tidak ada yang tersisa dari Jovan untuk dimiliki Zahra.     

Tidak ada apa pun yang bisa Zahra terima selain rasa sakit bahwa dia sama sekali tidak di inginkan.     

Tidak ada sayang, tidak ada cinta apalagi perhatian.     

Semuanya palsu.     

Semuanya kamunflase belaka.     

Zahra tidak kuat lagi dan memilih berlari menuju kamarnya.     

Tidak mempedulikan teriakan Ai atau Jovan di belakangnya.     

Tidak memperdulikan pandangan heran para pengawal dan maid di sepanjang jalan menuju kamarnya.     

Zahra hanya butuh sendiri.     

Meratapi nasib pernikahannya     

Dan menangisi hatinya yang baru saja hancur.     

Remuk tak berbentuk.     

:lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard:     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.