One Night Accident

IMPOTEN 47



IMPOTEN 47

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Di mana Javier?" Stevanie bertanya setelah melihat di meja makan hanya ada Ashoka dan Jovan.     

"Di kamar Zahra."     

"Whatt? Untuk apa dia di sana?" Jovan curiga. Untuk apa Javier berada bersama Zahra di kamar berduaan. baru Jovan akan berdiri saat Daniel menatapnya tajam dan mengkode untuk kembali duduk.     

"Kenapa Javier yang di kamar Zahra? Bukannya Zahra istri Jovan?" tanya Stevanie tidak mengerti.     

"Zahra sedang sakit. Dan yang membuat dia sakit adalah Jovan. Jadi saat ini dia masih marah dan tidak mau bertemu Jovan." Ai menjelaskan.     

"Memangnya siapa dia? berani marah sama cucuku? Harusnya dia bersyukur ada pangeran yang mau menikahi rakyat jelata."     

"Mommmm." Ai dan Daniel berucap serentak.     

"Grandma ini semua salah Jovan. Bukan salah Zahra."     

"Ya ampun. Pangeran itu mau salah juga tetap benar. Jaga dongk wibawanya sebagai lelaki. Jangan mau kalah sama istri. Pakai acara merajuk segala. Memangnya dia fikir dia siapa?" Stevani masih tidak terima. Masih tidak rela cucunya tidak menikahi putri Inggris malah menikah dengan perempuan antah berantah.     

"Kebiasaan. Cucu salah di bela terus. Jadi pada ngelunjak," gumam Ai kesal.     

"Kamu ngomong apa?" Stevanie menatap Ai tajam.     

"Dari pada mom bela Jovan. Kenapa enggak sekalian bawa Jovan ke Inggris sana. Dia itu sudah menikah dengan Zahra tapi masih mau menikah dengan Ella si putri Inggris." Sindir Ai.     

"Mom bukan begitu juga ...."     

"Kamu mau menikahi Ella?" Stevanie memotong ucapan Jovan.     

"Iya. Udah mom bawa saja ke Inggris cucu Oma yang satu ini. Sekalian nikahkan di sana. Biar cucu mommy bahagia." Ai berbicara dengan ketus.     

"Oh ... begitu. Lalu apa masalahnya kalau Jovan mau menikah dengan Ella? Bukankah itu bagus. Ella lebih sepadan dari pada si Zahra itu.".     

"Apa di dunia ini semua di hitung dengan kedudukan." Ai tidak terima.     

"Bukan begitu. Tapi kalau memang ada yang lebih baik. Kenapa tidak. Lagipula bukankah di agama kalian punya dua istri itu di perbolehkan?" Stevani juga tidak mau kalah.     

"Poligami memang di perbolehkan. Ai juga tidak menentang laki-laki yang ingin berpoligami. Asalllll bukan berasal dari keluarga Cohza. Lagipula zaman dulu  poligami di perbolehkan karena untuk dakwah. Menolong janda atau korban perang. Bukan karena emang kegatelan sama daun muda. Wanita lebih bahenol atau emang dasarnya rakus."     

"Kamu kok malah ngatain anak kamu sendiri kayak gitu sih?" Stevanie menegur Ai.     

"Terus apa namanya kalau bukan rakus. Udah ada istri masih saja kurang. Kalau Zahra itu mandul atau apa, mungkin masih bisa di pahami. Zahranya cantik, baik dan sudah jelas kesuburannya. Kayak gitu masih ngarep cewek lain. Emang dasar penjahat kelamin."      

"Semua harus di nilai dari semua sudut Ai. Bukan hanya cantik dan baik. Pertimbangan juga latar belakang dan posisinya." Stevanie juga tidak mau kalah.     

Brakkkkk.     

"Aku sudah selesai." Ai pergi dari meja makan. Tidak perduli jika di katakan tidak sopan.     

Ai sedang malas saja kalau harus menghadapi tingkah songong mantan Ratu Cavendish itu. Sepadan tidak sepadan yang jelas Zahra sudah melendung. Dan itu tidak bisa di bantah lagi.     

"Seperti biasa. Istrimu itu, masih tidak sopan."     

"Maaf Mom, tapi apa yang di katakan Ai benar. Mau Zahra setara ataupun tidak. Status Zahra sudah menikah dengan Jovan dan saat ini sedang mengandung juga. Tapi ... Mom juga benar. Jovan sendiri mengaku dia mencintai Ella jadi hari ini juga aku berencana mengajaknya ke Inggris sekalian perkenalan resmi dengan putri Ella."     

"Dad tapi Zahra sedang sakit. Jovan enggak akan ke mana-mana." Bantah Jovan.     

"Dad yakin akan banyak orang di sini yang bisa menjaga Zahra. Tapi, hanya kamu yang bisa menemui putri Ella."     

"Tapi, Dad ...."     

"Jovan. Benar kata daddymu temui dulu putri Ella, kalau perlu grandma akan menemanimu juga. Lagipula orang seperti kamu memang sudah seharusnya mendapatkan yang setara. Tidak perlu kamu mengkhawatiran Zahra. Walau kamu tidak bersama dirinya grandma pastikan kamu akan bisa menemui anakmu walau kalian sudah tidak bersama."     

Jovan ingin membantah. Dia tidak yakin dengan ini. Tapi di sisi lain hari ini yang sudah lama dia nantikan.     

"Baiklah." Desah Jovan pasrah.     

"Jovan segera bersiap. Aku akan menyuruh asistenku memberitahukan pihak Inggris bahwa kita akan berkunjung." Daniel meninggalkan meja makan. Ingin menyusul Ai terlebih dahulu sebelum berangkat.     

"Honey ...." Daniel memeluk Ai dari belakang.     

"Kapan berangkat?" tanya Ai.     

"Sebentar lagi."     

"Jovan tidak menolak pergi?" Ai memutar tubuhnya menghadap Daniel. Berharap Jovan tetap tinggal.     

Daniel menggeleng. "Mungkin Jovan memang tidak mencintai Zahra. Jadi sudah seharusnya kita segera menyatukan Jovan dengan Ella. Agar tidak ada Zahra Zahra lain yang menjadi korban."     

Ai kecewa sebenarnya mengetahui Jovan menolak tapi tidak bersikeras.     

"Tapi bagaimana kalau Jovan salah? Bagaiman kalau ternyata dia mencintai Zahra. Hanya belum menyadarinya. Aku tidak mau anakku patah hati." Ai tahu dia egois. Zahra sudah di buat sakit hati tapi Ai tetap tidak rela jika Jovan mengalami apa yang di alami Javier. Merana karena cinta.     

"Kalau Jovan salah. Berarti dia harus berjuang. Jangan takut membuat kesalahan. Karena dengan kesalahan dia bisa memperbaikinya. Siapa tahu malah lebih baik."     

"Kalau Zahra tidak mau kembali bagaimana?" Ai masih khawatir.     

"Kalau Zahra tidak mau dengan Jovan lagi. Berarti, Zahra memang di ciptakan bukan untuk Jovan."     

"Aku tidak suka ini. Apa pun yang kita lakukan. Tetap saja di sini Zahralah korbannya." Sebagai sesama wanita Ai tetap merasa ikut sakit hati.     

"Percaya padaku. Biar Jovan memastikan hatinya. Setelah menemui putri Ella. Aku yakin Jovan akan bisa memutuskan dengan pasti. Siapa wanita yang dia inginkan. Karena pria Cohza itu jika sudah menetapkan hatinya untuk satu wanita. Dia tidak akan pernah berpaling," ucap Daniel yakin.     

Ai mendesah pasrah. " Baiklah Aku mau melihat Zahra dulu." Ai berbalik tapi urung karena Daniel sudah menarik tubuhnya dan menyatukan bibir mereka dalam.     

"Aku akan kembali sebelum makan malam." Daniel mengecup bibir Ai sekilas sebelum melepas pelukannya dan pergi menemui Jovan dan Stevanie.     

:lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard:     

Jovan merebahkan tubuhnya ke jok mobil. Merasa sangat lelah. Dia baru saja selesai melakukan pertemuan dengan putri Inggris.     

Jovan memang memilih pulang terlebih dahulu dari pada grandma dan Daddy nya. Karena entah kenapa Jovan merasa tidak nyaman di sana.     

Ada apa dengan dirinya?     

Ini hari yang selama ini dia tunggu. Bertemu Ella setelah sekian lama.     

Tapi ... kenapa rasanya HAMBAR.     

Ella masih seperti yang dia ingat. Terlihat menawan layaknya putri Raja. Cantik, anggun, sopan dan tentu saja ramah.     

Tapi ada yang kurang. Jovan tidak merasakan bahagia yang meledak-ledak saat bertemu dengan Ella. Tidak ada rasa bahagia luar biasa.     

Semua terasa BIASA.     

Justru sekarang yang ada di otaknya malah Zahra. Istrinya.     

Apa yang sedang di lakukan Zahra? Sudah makan apa belum? Apa Zahra masih marah padanya?     

Sialannnn.     

Sepertinya dirinya benar-benar jatuh cinta pada Zahra.     

Otaknya isinya Zahra semua.     

"Pak lebih cepat." Jovan memerintah sopirnya. Sudah tidak sabar segera sampai ke istana Cavendish.     

Jovan sudah tidak perduli dengan yang lain. Kedudukan, gengsi, tahta dan cita-cita nya. Semua tidak penting lagi.     

Dia hanya mau segera bertemu Zahra. Meminta maaf padanya dan memastikan agar Zahra percaya bahwa Jovan tidak akan pernah poligami atau menduakan dirinya.     

Ternyata benar kata Daddynya. Jika Jovan jatuh cinta. Jovan tidak akan bisa memikirkan wanita lain selain orang yang dia cintai. Walaupun di hadapannya ada bidadari sekalipun.     

Jovan langsung keluar dan berlari begitu sampai istana. Dia bahkan tidak sabar hanya sekedar menunggu pengawal membukakan pintu mobil untuknya.     

Waktu 10 menit yang biasa di tempuh untuk mencapai kamarnya hanya dia lewati 3 menit dengan berlari.     

Jovan menormalkan nafasnya sebelum mengetuk pintu kamar di mana Zahra berada.     

Dia sudah siap di marahi, di pukuli bahkan kalau Zahra mau mecincang dirinya juga Jovan rela.     

Ikhlas lahir batin.     

Enggak apa-apa.     

Yang penting Zahra memaafkan dirinya.     

Yang penting Zahra masih mau sama dia. Jovan Relaaaaaaa.     

Jovan mengetuk pintu kamarnya dengan pelan. Jantungnya mulai berdegup kencang.     

"Zahra ... Ini mas Jovan."     

Tok tok tok.     

"Zahra sayang bisa buka pintunya sebentar saja. Enggak usaha lama-lama. Cukup lima menit."     

Jovan mondar-mandir tapi hingga bermenit-menit tetap tidak ada jawaban.     

"Zahra ... Please. Buka dong sayang. mas Jovan mau minta maaf."     

"Zahraaa, maafin mas dongk. Mas Jovan menyesal. Zahra boleh Jambak, pukul atau apa pun buat melampiaskan kemarahan. Tapi please buka pintunya."     

"Zahraaa. Mas Jovan sayang sama Zahra."     

"Cinta sama Zahra."     

"Demi tuhan Zahra. Mas beneran cinta sama kamu."     

"Buka pintunya dong cintaaaaaaaaaaaaaa." Jovan sudah merengek sambil terus mengetuk pintu kamarnya tidak ingin menyerah.     

"Zahraaa, cintanya Jovan. Pleaseeee buka pintunya ya? Mas Jovan beneran nyesel bikin kamu salah faham."     

"Mas Jovan enggak cinta sama Ella. Mas Jovan bahkan sudah menolak menikahi putri Ella buat kamu."     

"Zahraaa percaya sama mas ya. Mas itu beneran cinta sayang. Cinta banget sama Zahra."     

Jovan masih sabar menunggu dan terus mengetuk tanpa mengenal lelah.     

Jovan akan terus berada di sana sampai Zahra membuka pintu untuknya.     

Pintu kamar dan tentu saja pintu hatinya.     

"Ngapain kamu di sini? Bukan harusnya kamu sedang tunangan dengan putri Ella?" Ai melihat Jovan yang menaruh dahinya di pintu kamar sambil memanggil nama Zahra dan terus mengetuknya.     

Jovan berbalik melihat momynya dengan wajah melas. "Jovan enggak mau menikah sama Ella mom. Jovan bahkan sudah bilang langsung pada Ella kalau Jovan sudah menikah dan tidak akan bisa melanjutkan perjodohan ini." Jovan menggenggam tangan ibunya dengan erat.     

"Jovan salah. Jovan baru sadar kalau Ella hanya obsesi Jovan sedang cintanya Jovan ternyata hanya untuk Zahra. Jadi, mom bantu Jovan dongk biar Zahra mau buka pintu buat Jovan." Jovan memasang tampang sedih andalannya yang biasanya langsung meluluhkan mommy-nya.     

"Jovan mohon mom. Jovan ingin minta maaf pada Zahra. Jovan akan laukin apa saja yang penting bantu Jovan ketemu Zahra." Jovan sudah merosot ke bawah memohon pada Ai.     

Sekesal-kesalnya Ai. Semarah-marahnya Ai. Jovan tetap anaknya. Dan Ai tidak tega melihat Jovan merendahkan diri dan memohon.     

Ai ikut duduk dan mengangkat wajah Jovan agar menghadap dirinya.     

"Jika mom bisa. Mom pasti membantumu sayang. Tapi sayangnya mom tidak bisa." Ai berdiri sambil menarik tubuh Jovan agar ikut berdiri.     

"Kenapa? Mom boleh memukuli Jovan. Menghukum Jovan. Apa pun boleh mom lakukan. Tapi please beri Jovan kesempatan bertemu Zahra. Sebentaaaaaar saja."     

Ai memandang wajah Jovan dengan sedih. "Maaf sayang. Tetap tidak bisa."     

"Kenapa???"     

Ai mengelus wajah Jovan penuh penyesalan. "Karena Zahra sudah pergi."     

"Pergi?"     

"Apa maksudnya Zahra pergi?" Tanya Jovan menjauh dari mommy-nya.     

Ai mendesah. "Zahra sudah kembali ke Indonesia."     

"What, kenapa? Kenapa mom biarkan Zahra pergi mom?" tanya Jovan sambil mengguncang tubuh Ai tidak terima.     

Ai mendesah. "Lalu, untuk apa mom menahan Zahra di sini? kamu suaminya saja tidak menginginkan dirinya. Tidak ada hal yang bisa menahan Zahra di sini. Karena yang seharusnya bisa menahannya hanya kamu. Sedang dirimu malah pergi menemui wanita lain."     

"Jadi untuk apa Zahra di sini. Kalau hanya untuk kamu sakiti."     

Jovan merosot turun dan mengusap wajahnya frustasi.     

Zahranya pergi.     

Dia mengecewakan Zahra. Menyakitinya. Dan sekarang Zahra meninggalkan dirinya.     

Jovan memang pantas mendapatkan nya.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.