One Night Accident

IMPOTEN 49



IMPOTEN 49

0Enjoy Reading     
0

***     

PLAKKKK.     

Jovan kembali mendapat tamparan dari Mommy-nya.     

"Ai, apa-apaan ini? jangan menampar anak di depan pengawal. Sama saja kamu menjatuhkan harga dirinya sebagai pangeran." Stevanie langsung menegur begitu melihat cucunya di tampar.     

Ai berdecak. "Bela saja terus cucunya. Salah juga di bela." Ai kesal, lama-lama dia lempar kembali ini nenek sihir balik ke Prancis. Tiap ada di Cavendish cuma bikin emosi.     

"Jovan memang salah karena tiba-tiba membatalkan pertunangan dengan putri Inggris. Tapi tidak perlu di tampar juga kali. Toh, masih ada Javier yang menggantikan. Pihak Inggris juga tidak keberatan siapa pun pangeran yang menikahi putri Inggris. Asal dia keturunan asli Cavendish." Stevanie mengusap pipi Jovan yang memerah.     

"Maaf Mom, maaf Grandma. Jovan yang salah. Bahkan tamparan ini tidak seberapa di banding semua kesalahan Jovan." Jovan menunduk semakin sedih. Dia ingin segera menyusul Zahra. Tapi saat izin ke mommy malah tamparan yang dia dapatkan.     

Jovan tahu dia pantas mendapatkan ini semua. Tetapi, Jovan benar-benar ingin segera meminta maaf kepada Zahra.     

"Lagi pula ngapain sih kamu mau nyusul Zahra? Di sana sudah ada Javier yang menjaganya," ucap Ai memancing reaksi Jovan.     

"Javier? Maksud mom. Zahra pergi dengan Javier? Bagaimana bisa?" Jovan merasa tidak suka. Javier dan Zahra pulang bareng. Walau Javier kembarannya entah kenapa Jovan cemburu juga.     

"Ya bisalah. Soalnya kami semua sudah sepakat. Jika kamu memilih putri Ella dari pada Zahra. Maka Javier akan menikahi Zahra."     

"WHATTTTT????"     

Stevanie dan Jovan sama-sama berteriak terkejut.     

Javier dan Zahra?     

Membayangkannya saja Jovan sudah tidak rela. Apalagi kalau sampai menjadi nyatanya.     

Enggak akan pernah Jovan izinkan.     

Stevanie tidak akan membiarkan semua ini terjadi. Apa istimewanya perempuan itu. Sampai dua saudara berkewajiban menjaganya.     

Jovan sudah menikahinya jadi Stevani tidak akan membiarkan satu cucunya mendapat bekas adiknya sendiri. Cukup Jovan saja itu karena sudah terlanjur jangan Javier juga mendapat rakyat jelata.     

Masak kejadian Marco mau terulang lagi. Punya istri biasa saja, mendekati kampungan malah. Dan tidak bisa di ajak modis sama sekali. Untung Lizz bisa memberi anak-anak super keren Junior dan Aurora.     

Untung juga Marco itu anak kesayangan Stevanie. Mana kelihatan sekali Marco cinta mati sama istrinya. Kalau tidak sudah lama itu Stevanie ingin tukar tambah Lizz dengan yang lebih setara.     

"Ai, kamu itu bagaimana sih. Seharusnya jangan biarkan Javier melakukan ini. Masak bekas adik sendiri dia nikahi." Protes Stevanie.     

"Kalau Javiernya mau. Kenapa tidak.  Turun ranjang nggak buruk-buruk amat kok. Bukannya mom bilang kalau kita harus mendukung apapun yang di lakukan anak?" Ai membalikkan kata-kata mertuanya sambil mengangkat dagunya songong.     

"Bukan begitu juga kali. Jovan ...." Stevanie melihat ke belakangnya di mana tadi Jovan berada.     

"Di mana Jovan?" tanya Stevanie.     

"Sudah pergi. Mau nyusul istrinya kali." Ai mengendikkan bahunya cuek. Lalu berjalan meninggalkan Stevanie yang terlihat gemas padanya.     

Biarkan saja Jovan berjuang sendiri. Jangan sampai ada yang membantunya.     

Sedang Jovan yang mendengar Javier akan menikahi Zahra langsung berlari keluar istana. Tanpa menunggu sipir dia masuk dan mengendarai sendiri mobil istana. Tentu saja dengan kecepatan yang menakutkan.     

Tidak.     

Jovan tidak akan membiarkan Javier merebut Zahra.     

Jovan tidak akan membiarkan Javier menikahi Zahra.     

Sampai kapan pun Zahra hanya akan menjadi istrinya dan jangan pernah berharap Jovan akan menyerahkan Zahra begitu saja.     

Tidak akan ada perceraian antara Jovan dengan Zahra.     

Tidak akan pernah.     

Mimpi saja Javier sana.     

Saudara Bangsat.     

Jovan meremas setir dengan kuat dan melajukan  mobil dengan semakin cepat.     

Hatinya terasa terbakar. Membayangkan Zahra dengan Javier.     

Tidak.     

Zahra hanya milik Jovan. Hanya untuk Jovan.     

"Shitttttttt." Jovan membanting stir ke kanan saat hampir menabrak truk dari arah lain. Sayangnya bagian belakang mobilnya tetap tersenggol.     

Ckittttttttt.     

Brakkkkk.     

Mobil yang di kendarai Jovan terpental, lalu  berguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti.     

***     

Ckittttttttt.     

Javier menghentikan laju mobilnya mendadak. Tiba-tiba dia merasakan perasaan tidak enak.     

"Bisa hati-hati nggak sih?" Protes Zahra di bangku penumpang saat mobil yang di kendarai Javier hampir menyerempet sepeda motor yang sedang menyalip.     

Memang dari bandara Javier memilih mengendarai mobil sewaan sendiri dari pada sopir yang sudah di siapkan mommy-nya bahkan sebelum Zahra dan Jovan sampai di Jogja.     

"Maaf," ucap Javier kepada Zahra.     

Dulu Jovan suka nebeng. Sekarang Zahra lebih parah. Hanya mau duduk di bangku belakang.     

Fix. Sepertinya Javier alih profesi menjadi sopir pasangan ini. Mana Javier harus pakai masker. Karena wajahnya yang mirip Jovan bikin Zahra selalu emosi.     

Ini kah yang di rasakan om Marco saat Queen nyidam dahulu? mual setiap melihat wajahnya hingga om Marco harus menutupi dengan helm dan masker agar bisa memeriksa keadaan menantunya.     

Ternyata di nistakan memang tidak enak. Sepertinya Javier harus ngurang-ngurangin bully orang lain.     

"Javierrr." Zahra kembali berteriak saat Javier hampir menabrak lagi.     

"Maaf." Javier benar-benar tidak tenang. Seperti ada sesuatu yang salah.     

"Aku naik angkot saja." Zahra sudah hampir membuka pintu mobil saat Javier malah menguncinya.     

"Javier, bukaaa."     

"Enggak. Kamu pulang sama aku saja."     

"Buat apa? biar bisa bunuh aku? biar nggak ada jejak Jovan pernah punya istri. Biar dia bebas nikah lagi. Iya kannnn."     

"Astagfirullahhaladzimmmmm, nggak boleh su'udzon Zahra. Kalau aku mau bikin kamu celaka. Ngapain aku pulangkan kamu ke Jogja. Mending di lenyapkan di Cavendish. Aman, tidak akan ada yang curiga."     

"Jadi ... jadi kalian emang mau bunuh aku ya?" Mata Zahra sudah berkaca-kaca.     

"Enggak Zahra. Tidak ada yang mau bunuh kamu. Aku mau antar kamu pulang dengan selamat. Sumpah demi Allah." Sabar Javier sabar. Lagi hamil ini. Calon anakmu, kalau emang jadi.     

"Ya sudah jalan." Zahra memalingkan wajahnya melihat ke luar mobil. Males kalau harus melihat Javier.     

Walau wajah sudah di tutupi tapi postur tubuh kan masih sama kayak Jovan. Dan Zahra selalu sedih, kecewa, sakit hati setiap mengingatnya.     

Javier menghela nafas lega begitu dia menoleh ke belakang dan ternyata Zahra sudah tertidur.     

Satu hal yang membuat Javier bersyukur. Kehamilan Zahra membuatnya doyan tidur. Bahkan sepanjang perjalanan dari Cavendish Zahra hanya terjaga saat minta rujak saja. Selebihnya Zahra tertidur lelap di kamar yang tersedia di dalam pesawat.     

Javier lebih suka Zahra tidur dari pada bangun. Karena ya itu, kalau Zahra bangun Javier bingung harus melakukan apa. Khawatir apa yang dia kerjakan malah membuat Zahra kesal dan marah.     

Javier menyesal sekarang. Kenapa dia tidak punya pengalaman sama sekali mengenai wanita.     

Coba ilmu gombalan adiknya nyantol sedikit padanya. Pasti enggak kebingungan dia menghadapi Zahra.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.