One Night Accident

IMPOTEN 51



IMPOTEN 51

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Kamu kok tidur di luar?" Eko yang baru bangun dan berniat sholat subuh ke masjid heran saat menemukan menantunya tidur di sofa ruang tamu.     

Javier terbangun dan langsung duduk. Bagaimana enggak tidur di luar, dia kan bukan Jovan yang suka embat perempuan. Lagi pula ini gara-gara Zahra yang malah tidur sampai malam dan belum menjelaskan apa pun tentang hubungan nya dengan Jovan yang sudah di ujung tanduk.     

"Saya kan masih pilek om eh pak. Jadi saya tidur di luar saja biar Zahra enggak tertular." Javier beralasan.     

"Ya ampun. Kan ada  kamar bekasnya si Zaenal, kenapa enggak tidur di sana saja." Pak Eko melihat Javier semakin heran. Sepertinya pilek bikin mantunya lemot.     

"Zaenal?" siapa Zaenal? Javier enggak kenal.     

"Astaga, kakaknya Zahra. Masak lupa sih? Ternyata pilek bikin kamu jadi amnesia ya."     

Javier hanya bisa tersenyum canggung dia kan enggak tahu kalau Zahra punya kakak namanya Zaenal. "Bapak mau ke mana?" tanya Javier saat melihat Eko hendak keluar rumah.     

"Mau sholat subuh di masjid. Kenapa? mau ikut?" ajak Eko.     

Javier langsung mengangguk. Dan sekali lagi membuat Eko heran. Biasanya Jovan mana mau pergi ke masjid, maunya sholat sama istri terus. Sampai para tetangga mengira mantunya sombong karena enggak mau sholat berjamaah di masjid.     

Tapi baru saja Javier mau berangkat suara ponselnya berbunyi.     

Mommy calling     

"Iya mom?"     

"Jovan kecelakaan."     

"Apaaa? Kapan? Di mana dia sekarang?" tanya Javier khawatir. Inikah rasa tidak tenang yang dia rasakan kemarin. Pantas dia tidur serasa tidak nyenyak.     

"Di Jogja."     

"Jogja? Kenapa Jovan bisa ada di Jogja?" Tanpa sadar Javier berteriak membuat pak Eko mengernyit mendengarnya.     

Kenapa Jovan bertanya ngapain Jovan di Jogja? Ini mantunya makin aneh saja. Apa mantunya kesambet ya?     

"Jovan memutuskan perjodohan dengan putri Inggris. Lalu mom sengaja memanasinya dengan mengatakan kamu akan menikahi zahra. Saat itu juga Jovan menyusul kalian. Dan mungkin karena konsentrasi yang pecah dia mengalami kecelakaan di Cavendish. Mommy tidak tenang dan khawatir. Apalagi katanya adikmu tidak mau di obati sampai akhirnya dokter harus ikut penerbangan ke Jogja. Tapi ... Hiks tapi ..."     

"Mommm please tenang dulu. Jadi sekarang Jovan ada di mana?" tanya Javier ikut tidak tenang. Jovan kan paling manja kalau sama Ai.     

"Jovan di bawa ke rumah sakit di Jogja karena begitu pesawat mendarat keadaan Jovan semakin parah dan sudah tidak sadarkan diri. Hikssss semuanya salah mommm. Harusnya mom tidak membiarkan Jovan pergi dalam keadaan kalut ... Hiks ...."     

"Okeee Javier akan segera melihat keadaan Jovan. Mom tenang di sana, nanti Javier akan segera mengabari. Mom jangan panik oke."     

"Iya, jangan lupa kabari mom ya."     

"Iya mom." Javier mematikan panggilan telpon mommy-nya.     

"Kamu Javier? Bukan Jovan?" tanya pak Eko mendengar percakapan Javier walau hanya dari satu sisi. Tapi itu sudah cukup. karena, dia menyebutkan kata Javier dengan jelas.     

Javier terpaku sejenak. Lalu mengabaikan semuanya.     

"Iya, maaf om. Nanti Javier atau Zahra akan menjelaskan. Sekarang Javier boleh pinjam mobilnya dulu. Jovan mengalami kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit umum Jogja." Kemarin kan Javier hanya memakai mobil sewaan dan langsung dikembalikan begitu sampai di rumah Eko.     

"Jovan kecelakaan? Inna lillahi wa inna ilaihi roj'iun." Pak Eko langsung mengucapkan rasa duka.     

"Astagfirullah. Jovan masih hidup bukan meninggal om?" Protes Javier kaget. Mengira Psk Eko mendoakan adik kembarnya mati.     

"Inalillahi itu bukan cuma buat ornag meninggal tapi untuk orang yang kena kesusahan dan musibah. Lagipula kalau Jovan meninggal anak saya jadi janda dongk. Baru menikah berapa bulan masak jadi janda, lagi hamil lagi. Mana om rela. Ah ...  Sudahlah ayo om antarkan saja. Anisaahhh," teriak Eko.     

"Ada apa sih pak. Subuh-subuh sudah teriak-teriak." Anisah keluar dari kamar.     

"Bapak mau ke rumah sakit dulu. Jovan kecelakaan, kamu jaga Zahra di rumah ya." pak Eko mengambil kunci mobil dan dompetnya.     

"Jovan? Lha ini Jovan di sini." Anisah menunjuk Javier.     

"Ini Javier bukan Jovan. Sudah nanti saja di jelaskan. Bapak berangkat dulu. Assalamualaikum." Eko dan Javier langsung menuju mobil tanpa menunggu balasan salam dari Anisah.     

"Baiklah, sekarang bisa jelaskan sama aku. Kenapa kamu jadi Jovan?" tanya pak Eko begitu mobil sudah mulai berjalan ke arah rumah sakit.     

"Untuk itu sebaiknya om tanya Zahra saja. Saya tidak mau menyampaikan urusan pribadi pasangan lain. Lagi pula saya tidak mau di kira berucap kebohongan dan di tuduh membela salah satu dari mereka. Dan om pasti lebih percaya kalau Zahra sendiri yang mengatakan kebenaran di banding dengan saya yang hanya kakak iparnya." Javier cari aman saja.     

"Ckkk, tinggal bilang Zahra dan Jovan berantem saja apa susahnya sih. Blibet kamu," ucap pak Eko gemes.     

"Lagi pula pasangan suami istri bertengkar itu wajar. Nanti juga mereka baikan lagi." Tambah Eko yakin.     

"Asal Jovan enggak keburu mati saja."     

Javier langsung menganga shok.     

Astagfirullahhaladzimmmmm.     

Jadi pak Eko do'ain Jovan mati.     

****     

Jovan mengerjap lalu membuka matanya. Kepalanya terasa berdenyut, tenggorokan kering.     

"Akhirnya bangun juga. Bagaimana perasaanmu?" tanya Javier yang setia menunggu saudara kembarnya selama di rumah sakit.     

Sejak di bawa turun dari pesawat Cavendish. Jovan memang sudah pingsan dan demam tinggi. Sepertinya efek kecelakaan baru mempengaruhi tubuhnya setelah berjam-jam.     

Dan karena penanganan yang telat alias Jovan yang tidak mau segera di rawat saat kecelakaan jadilah luka yang di dapat Jovan membuat tubuhnya akhirnya drop.     

Dan setelah 1x24 jam tidak sadarkan diri akhirnya Jovan bangun juga.     

"Zahra ...." Suara Jovan terdengar serak.     

"Ck ... keadaanmu bagaimana? malah nanyain Zahra." Javier membantu Jovan yang ingin duduk lalu memberikan minum agar tenggorokannya tidak kering.     

"Aku baik-baik saja. Tapi tubuhku terasa habis ketabrak truk tronton ya. Kok sakit semua." Jovan melihat ke tubuhnya yang terlihat penuh perban.     

"Bukan ketabrak, tapi pantat mobilmu keserempet Truck." Javier duduk.     

Jovan melihat Javier melas. "Jav, Zahra mana?"     

"Zahra pergi," ucap Javier ketus.     

"Javvv, serius. Aku cinta sama Zahra Jav. Aku udah enggak mau sama Ella."     

"Trus ... kalau kamu cinta sama Zahra. Aku musti balikin Zahra ke kamu gitu?" Javier melihat Jovan antar kesal dan kasihan.     

"Please Jav, untuk terakhir kalinya. Aku minta sama kamu. Balikin Zahra untukku. Aku janji bakal jagain dia, nggak akan kecewakan dia lagi. Akan setia dan aku bersumpah akan selalu bikin dia bahagia."     

Javier memalingkan wajahnya saat melihat tatapan mata Jovan yang terlihat sangat serius.     

Javier tidak tega melihat Jovan memohon begitu. Tapi, Javier juga belum 100% percaya. Benarkah Jovan akan setia pada Zahra?     

"Javier. Aku bersumpah kali ini benar-benar bersungguh-sungguh ingin bersama Zahra. Aku janji ini terakhir kali aku buat Zahra sedih, jika suatu hari aku menyakitinya lagi. Kamu boleh bawa pergi sejauh apa pun. Kalau perlu menghilang tanpa bisa aku jangkau. Tapi, untuk sekarang tolong percaya padaku. Berikan aku kesempatan sekali lagi untuk bersama Zahra." Jovan menyentuh lengan Javier.     

"Padahal aku sudah mulai suka akan punya anak," ucap Javier kecewa.     

"Whatt? anak?"     

"Anak di perut Zahra. Padahal aku sudah bisa membayangkan anak itu akan memanggilku papa. Zahra memanggilku mas Javier."     

"WHATTT???" Kali ini Jovan langsung bangun dan mencengkram kerah baju Javier.     

"Kamu beneran mau menikah dengan Zahra? Nggak akan pernah terjadi. Aku enggak akan pernah ceraikan Zahra sampai kapan pun." Jovan emosi sampai lupa tubuhnya masih banyak luka.     

"Biasa saja kali. Enggak usah nyolot." Javier melepas tangan Jovan dan mendorongnya duduk kembali ke ranjang.     

"Semua tergantung Zahra. Kalau Zahra masih mau sama kamu, aku enggak akan ganggu. Tapi, kalau ternyata Zahra tidak mau lagi sama kamu. Jangan halangi aku untuk mendapatkannya." Javier tersenyum manis.     

"Oh ... kamu ngajak aku saingan. Oke, siapa takut. Kalau Zahra memaafkan aku, kamu harus jauh-jauh dari istriku." Jovan menunjuk Javier kesal.     

Javier bersedekap. "Baiklah, aku setuju. Tapi, jika Zahra tidak memaafkanmu. Maka ... kamu harus menceraikannya dan ... aku yang akan menikah dengan Zahra. Deal." Javier mengangsurkan tangannya mengajak berjabat tangan.     

Jovan menatap tangan Javier serasa ingin memotongnya tapi pada akhirnya Jovan tetap menjabat tangan Javier dengan kencang. "DEAL."     

"Oke. Karena sepertinya lukamu sudah tidak terlalu parah. Aku pergi saja ya. Pdkt sama calon istri." Javier mengedipkan matanya sebelum keluar dari kamar rawat Jovan.     

Meninggalkan Jovan yang marah-marah sambil memaki namanya.     

Sebenarnya Javier tidak serius melayangkan tantangan itu. Cukup melihat keadaan Jovan sekarang saja dia sudah yakin adiknya itu sudah berubah dan bisa membahagiakan Zahra.     

Javier hanya sedikit memberi tantangan agar Jovan lebih semangat lagi.     

Sambil berjalan menuju parkiran Javier melakukan panggilan ke mommynya..     

"Bagaimana keadaan Jovan?" tanya Ai langsung. Dia sudah hendak terbang ke Indonesia begitu mendengar Jovan pingsan. Tapi Javier berhasil meyakinkan mommy-nya bahwa Jovan hanya mengalami luka gores dan sedikit benturan di sana - sini. Selebihnya dia baik-baik saja.     

"Jovan sudah bangun mom. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan. Paling besok sudah bisa lompat-lompat dia." Canda Javier membuat Ai yang di sana seperti salah dengar. Javier yang usil mulai kembali.     

"Jadi Jovan baik-baik saja? Tidak ada yang patah, gegar otak, amnesia atau apa gitu. Jovan masih ingat mommy-nya bernama Ai kan?" Ai memastikan.     

"Mommy ini bukan sinetron di mana orang kejepret karet bisa amnesia. Jovan baik-baik saja. Mom tenang saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Javier mulai males kalau mommy-nya mulai lebay.     

Please ya. Pria Cohza itu kuat dan pasti sudah belajar tehnik menghadapi kecelakaan. Jadi bisa meminimalisir luka fatal.     

"Syukurlah kalau begitu. Mom titip salam buat Zahra ya. Katakan padanya kalau butuh bantuan mom suruh langsung telpon saja. Pasti mommy kabulkan."     

"Iya mom. Sudah ya Javier mau balik ke rumah Zahra dulu. Assalamualaikum."     

"Wa'alaikumsalam," balas Ai di sebrang sana.     

Javier memasukkan ponsel ke dalam saku dan masuk ke dalam mobil yang di kirim asistennya langsung ke rumah sakit untuk di pakai Javier selama di Jogja.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.