One Night Accident

IMPOTEN 52



IMPOTEN 52

0Enjoy Reading.     
0

***     

Sementara itu begitu Javier pergi dan Jovan sudah kembali berbaring di ranjangnya. Zahra segera keluar dari persembunyiannya.     

Sudah seharian penuh kedua orangtua Zahra membujuk Zahra agar mau menengok Jovan yang katanya mengalami kecelakaan.     

Padahal Zahra sudah menceritakan kalau Jovan berniat menghianatinya dengan menikahi putri Inggris.     

Tetapi bapaknya malah mengatakan Zahra di suruh minta penjelasan dulu dari Jovan. Apa benar Jovan akan menceraikan Zahra atau tidak.     

Bapaknya masih berpikir bahwa perjodohan antar kerajaan bisa dibatalkan sesuka hati.     

Zahra sudah cukup mendengar jelas Jovan ingin menikahi Ella dan tidak menginginkan Zahra.     

Kurang jelas apalagi saat Jovan mengatakan cinta sama Ella.     

Walau di sini Ella yang akan jadi pelakornya. Namun, tetap saja Zahra yang akan ternista.     

Rakyat jelata melawan putri kerajaan Inggris. Belum berjuang sudah habis duluan.     

Tapi lagi-lagi bapaknya malah menyuruh Zahra berbicara dengan Jovan dengan kepala dingin dulu sebelum mengambil keputusan.     

Kepalanya sudah terlalu dingin bahkan hampir beku. Tetapi tetap tidak menemukan hal apa pun yang bisa membuatnya memaafkan Jovan.     

Zahra bahkan mendapat ceramah dari bapaknya tentang status Zahra yang masih menjadi istri sah dari Jovan. Jadi walau ada si Ella katanya posisi Zahra masih lebih kuat dan lebih  berhak terhadap Jovan dari pada wanita mana pun yang belum pasti statusnya.     

Walau pun seandainya memang Zahra  sudah tidak mau sama Jovan setidaknya Zahra di suruh menjenguk Jovan demi kemanusiaan.     

Marah boleh. Tetapi jangan sampai memutus tali silaturahmi. Itulah kata bapaknya.     

Bilang saja bapaknya enggak rela mantunya yang seorang pangeran lepas dari tangan.     

Hiks Zahra sampai mikir. Bapaknya sayang enggak sih sama dia.     

Kenapa suaminya mau selingkuh masih di bela. Bilang saja bapaknya itu enggak berani bentak anak Raja.     

Zahra kesal dan sakit hati.     

Zahra berperang batin antara menuruti bapaknya atau perasaannya. Dan  akhirnya hatinya kalah dan memutuskan menjenguk Jovan sebagai tanda dia masih perduli sebagai sesama manusia.     

(Bohong, bilang saja Zahra sebenarnya juga khawatir)     

Tapi setelah sampai di rumah sakit apa yang di dapatkan oleh Zahra?     

Kedua saudara itu malah menjadikan dirinya taruhan.     

Brengsek. Mereka sama saja ternyata.     

Apa mereka pikir, Zahra itu barang yang bisa dilempar kesana kemari.     

Apa mereka berpikir Zahra itu seperti mainan. Yang bisa di tukar dan diberikan saat salah satu dari mereka bosan?     

Maaf saja ya.     

Zahra memang lagi hamil. Butuh suami yang menjadi penopang dan butuh kasih sayang.     

Tapi Zahra tidak akan membiarkan dua saudara kembar itu menggunakan dirinya sebagai bahan taruhan.     

Di ambil Jovan lalu di lempar ke Javier. Nanti kalau Javier sudah tidak suka entah akan dilempar ke siapa lagi.     

Tidak.     

Tidak akan pernah.     

Zahra tidak mau diperlakukan seperti itu.     

Zahra tidak butuh Javier atau pun Jovan untuk melindungi dirinya.     

Zahra bisa melindungi dirinya sendiri.     

Cukup Zahra dan bayi ini.     

Mereka berdua ke laut saja.     

***     

Jovan baru selesai berganti baju dan keluar dari kamar mandi di ruang rawat VVIP yang dia tempati saat melihat Javier sudah duduk di sofa sambil merenggut ke arahnya.     

"Aku fikir kamu enggak mau jenguk aku lagi." Walau di nyatakan belum sembuh total tapi Jovan berkeras ingin keluar dari rumah sakit hari ini.     

Dia tidak mau menunda merayu Zahra. Nanti keburu istrinya di ambil Javier.     

Walau sebenarnya dia juga agak kecewa. Padahal zahra tahu dia sedang sakit parah dan berada di rumah sakit satu kota dengannya. Tapi, jangankan menjenguk. Bertanya kabar lewat chat pun tidak.     

Sebegitu marahlah Zahra padanya? Sepertinya Jovan memang sudah di lupakan dan itu menambah beban berat perjuangan dirinya.     

"Walau brengsek kamu masih saudaraku kali. Lagi pula aku di usir sama Zahra." Javier mengadu.     

"Ha, kok bisa?"     

"Gara-gara ini." Javier menunjuk wajahnya sendiri. "Katanya mukaku yang mirip sama kamu bikin dia emosi."     

Jovan tertawa. "Jadi kamu enggak bisa Deket dengan Zahra dongk. Yessss." Jovan melompat girang. Dia sedikit lega karena tanpa di singkirkan pun. Zahra sudah menyingkirkan Javier dari hidupnya sendiri. Saingannya kalah sebelum maju.     

"Enggak usah senang dulu. Kalau aku saja di usir. Apa kabar sama kamu. Lupa yang bikin Zahra marah siapa? Kamu. Jadi mendingan kamu hati-hati Jangan-jangan baru lihat bayanganmu  dia sudah melemparmu pakai pisau." Javier yang kemarin sudah terlena karena enggak usah ikut kerja tapi bisa punya anak. Sekarang sepertinya harus rela di tanya kapan punya pacar sama om Marco. Again.     

Atau kapan nikah. Dan pasti Mom dan neneknya akan menyodorkan berbagai wanita lagi padanya.     

Uh ... Javier benci itu.     

Karena sepertinya Zahra sudah tidak membuka peluang untuknya dan Javier tidak pintar merayu cewek. Jadi biar Jovan saja yang berusaha. Mending dia balik ke Jakarta. Karena Javier tahu. Jovan tidak pernah gagal merayu cewek dan dia bukan saingan yang selevel kalau masalah wanita.     

Ibarat kata Javier baru jalan dua langkah Jovan sudah sampai di finis. Jarak mereka dalam ilmu penggombalan dan pengrayuan terlalu jauh.     

Jadi dari pada buang waktu dan tenaga lama-lama merayu Zahra tapi hasil enggak pasti. Lebih baik mundur sajalah. Toh enggak dapat Zahra juga enggak rugi dia.     

Merayu cewek itu susah.     

Biar Jovan saja.     

Javier enggak akan sanggup.     

Biarkan dia jadi jomblo legend.     

"Aku mengenal istriku. Dia itu walau kecewa, sakit hati. Tapi aku yakin dia masih cinta sama aku. Paling ngamuk, nyakar, nampar sebentar. Habis itu mau baikan lagi sama aku," ucap Jovan percaya diri. Sudah menyusun berbagai rencana untuk merayu istrinya.     

"Pd banget kamu. Kalau nanti gagal jangan nangis di depanku. Aku mau balik ke Jakarta." Javier memfoto Jovan sebelum berdiri. Bukti nyata ke mommy-nya kalau Jovan udah sembuh. Sehat walafiat dan sudah bisa modusin cewek lagi.     

"Kamu balik sekarang?" tanya Jovan dan Javier hanya mengangguk.     

"Bagus, pergi sana. Zahra sama aku saja." Jovan senang karena saingannya menyingkirkan diri.     

Javier berdecih "Duluan. Semoga sukses dengan Zahra. Kalau gagal, aku akan balik ke Jogja merebut Zahra dari tanganmu." Javier menepuk pundak Jovan. Lalu pergi keluar dari ruang perawatan.     

"Enggak ada kata gagal dalam kamus Jovan." Teriak Jovan karena Javier sudah agak jauh.     

Lalu Jovan teringat sesuatu dan mengejar Javier lagi.     

"Javvv. Kamu enggak mau nganter aku dulu ke rumah Zahra gitu." Jovan menyusul Javier yang berjalan di depannya.     

"Sory. Aku naik pesawat komersial. Jadi mau Langsung ke bandara. Byee." Javier melambaikan tangannya lalu berbelok ke arah parkiran. Malas menanggapi Jovan kalau ujung-ujungnya dia jadi sopir doangk.     

Laki bini sama saja.     

Tukang jadiin dia sopir.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.