One Night Accident

IMPOTEN 53



IMPOTEN 53

0Enjoy Reading.     
0

***     

Zahra membuka pintu rumahnya dan hampir menutupnya lagi begitu tahu siapa yang ada di hadapannya.     

"Zahraaa, pleaseeee. Dengerin mas Jovan dulu sayang." Jovan menahan pintu yang ingin di tutup Zahra dengan paksa.     

"Zahra, mas Jovan minta maaf. Ayolah dengarkan penjelasan mas dulu." Jovan berhasil mendorong pintu hingga terbuka dan akhirnya bisa masuk ke dalam rumah mertuanya.     

Zahra langsung menatapnya tajam. "Enggak usah ngomong. Enggak usah kasih penjelasan. Semuanya sudah jelas. Mas Jovan cuma cinta sama putri Ella dan akan segera menikahinya. Tenang saja, Zahra enggak bakalan nuntut harta gono-gini. Zahra juga enggak akan ngerocoki hubungan mas sama putri Ella. Bahkan kalau perlu Zahra akan menganggap kita tidak pernah kenal apalagi menikah." Dada Zahra naik turun karena emosi. Melihat wajah Jovan benar-benar membuatnya sakit hati.     

"Zahra ...."     

"DIAMMMM. Zahra benci sama mas. Enggak usah dekat-dekat Zahra lagi. Enggak usah bilang cinta, bilang sayang kalau semuanya cuma bohong." Mata Zahra sudah berkaca-kaca menahan rasa sesak di dadanya. Kenapa sih Jovan jahat padanya. Apa salah Zahra?     

"Tapi mas beneran cinta sama kamu sayang." Jovan berusaha menggapai tangan Zahra. Tapi Zahra menepisnya.     

"BOHONGG. DASAR PLAYBOY. TUKANG RAYU. PENIPU. ZAHRA BANCIIIIII SAMA KAMU, KELUARRRRR." Zahra berusaha mendorong tubuh Jovan, sayang kekuatannya tidak seberapa hingga Jovan tidak bergeser sedikitpun.     

Zahra yang kesal akhirnya memukuli tubuh Jovan dengan air mata yang akhirnya tidak terbendung.     

"Pergi mas, jangan ganggu Zahra lagi," ucapnya kalah.     

Jovan malah menarik Zahra ke pelukannya. Walau Zahra berusaha lepas dengan memukulnya, memakinya bahkan sempat menggigitnya Jovan tidak masalah. Dia tetap memeluk Zahra sampai emosi istrinya benar-benar terlampiaskan.     

"Lepassssss, masss sakit. Lepaskannn." Zahra mendorong tubuh Jovan agar melepaskan pelukannya.     

"Mas akan lepas, tapi mas mohon. Dengar penjelasan mas dulu ya?" Jovan menatap Zahra dengan wajah melas andalannya. Yang tidak pernah gagal meyakinkan wanita.     

Mau tidak mau Zahra mengangguk. Malas jika harus di peluk oleh Jovan lama-lama.     

Setelah yakin Zahra mau mendengarkan dirinya. Jovan melepaskan Zahra dan Zahra langsung duduk di sofa paling ujung.     

"Enggak usah dekat-dekat. duduk di sana saja." Zahra menunjuk ujung sofa yang lain.     

Jovan menurut saja, asal Zahra mau mendengarkan dirinya.     

"Zahra. Mas mau minta maaf, mas benar-benar menyesal karena sudah membuat kamu sedih dan kecewa."     

"Asal dek Zahra tahu saja. Mas itu cinta banget sama kamu. Demi kamu mas sudah membatalkan perjodohan dengan putri Inggris ...."     

"Ngapain di batalkan, bukannya mas cuma cinta sama putri Ella? Zahra dengar sendiri ya. Zahra belum budeg." Zahra memotong pembicaraan Jovan tanpa mau melihat wajahnya. Bikin kesal saja.     

"Dek Zahra ...."     

"Jangan mendekat. Di sana saja." Zahra memperingatkan begitu melihat Jovan akan mendekat.     

Jovan mendesah dan akhirnya duduk kembali di tempatnya. "Dek, dulu. Dulu ... sekali. Mas memang cinta sama Ella. Tapi, cinta mas sama Ella itu cuma cinta monyet. Cinta sejati mas ya cuma dek Zahra seorang." Jovan berharap Zahra akan percaya kepadanya.     

"Bohong, dasar tukang gombal. Enggak usah ngerayu pakai cara begitu. Udah enggak mempan. Zahra enggak butuh janji dan ucapan. Zahra mau bukti nyata." Ucap Zahra ketus.     

Tapi kok hatinya mulai goyah ya. apa benar pernikahan Jovan dengan putri Ella sudah batal? jangan-jangan pas Zahra kembali jadi istri Jovan. Dia di poligami.     

"Apa perlu mas telpon mommy agar kamu yakin mas benar-benar enggak akan menikah dengan putri Inggris. Atau kalau perlu mas mau kok ajak Zahra ke Inggris ketemu Ella langsung. Bagaimana?"     

Zahra diam saja. Dia mulai ragu. Tapi, Jovan kan emang pandai merayu.     

"Dek Zahra ...." Zahra terkesiap saat tangannya di genggam Jovan. Sejak kapan suaminya mendekat.     

"Dengarkan mas dulu. Dek Zahra itu salah faham. Waktu aku berantem sama Javier. Mas cuma lagi emosi. Mas kesal karena di hipnotis dan di kerjai olehnya. Tapi selain marah mas juga bersyukur. Karena gara-gara perbuatan Javier mas bisa menikahimu. Wanita yang membuat mas berubah. Yang membuat mas mengerti bahwa wanita itu untuk di hargai bukan untuk di sakiti." Jovan mencium tangan Zahra.     

"Lalu waktu mas pergi ke Inggris menemui putri Ella. Mas kesana bukan untuk menikahinya tapi ... mas sengaja kesana untuk membatalkan perjodohan itu. Mas cuma ingin memberitahu kepada putri Ella bahwa mas sudah memiliki istri. Memiliki wanita yang sangat mas cintai. Bukan buat ninggalin kamu sayang. Percayalah ... mas Jovan benar-benar cinta sama kamu. Enggak akan pernah ada wanita lain. Mas janji selamanya kamu akan menjadi satu-satunya istri di hidupku." Jovan mendongak, menatap wajah Zahra yang terlihat ragu.     

Zahra semakin galau. Di satu sisi dia ingin percaya tapi di sisi lain dia masih kecewa.     

Benarkah Jovan mencintainya?     

Zahra takut ini hanya sandiwara.     

Zahra takut dia hanya termakan bujuk rayuannya.     

Zahra melepas genggaman tangan Jovan dengan wajah sedih. "Mas, Zahra enggak mau egois. Kalau mas emang cinta sama Ella. Zahra enggak apa-apa. Zahra ikhlas mas menikah dengan Ella." Mata Zahra mulai berkaca-kaca lagi.     

"Zahra enggak mau menjalani pernikahan di atas kebohongan. Mas enggak perlu berkorban hanya karena Zahra lagi hamil. Zahra bisa jaga diri Zahra sendiri. Banyak orang yang menyayangi Zahra dan mau mengayomi Zahra. Mas pergi saja ke tempat hati mas berada, kembalilah pada putri Ella. Jangan mengorbankan cintamu untuk wanita biasa sepertiku." Zahra mengusap air matanya yang sudah menetes.     

"Zahra ...." Jovan mengerang merasa ikut sakit saat melihat Zahra menangis lagi.     

"Zahra janji kalau anak ini lahir. Mas boleh menemuinya kapan pun. Zahra enggak akan melarang apalagi menghalangi. Zahra ...." Zahra tidak tahan dan menutup wajahnya saat tangisan keras keluar dari bibirnya dan  tidak bisa terbendung lagi.     

Hatinya sakit membayangkan hidup tanpa Jovan. Tapi jika dia menahan Jovan apa dia juga akan bahagia?     

Tidak. Karena kebahagiaan Jovan hanyalah putri Ella.     

"Sttt, mas enggak pernah terpaksa dek. Mas benar-benar cinta sama kamu. Cinta banget Zahra. Please maafkan mas Jovan. Berikan mas kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki semuanya. Mas janji akan lakuin apapun asal dek Zahra mau maafin mas Jovan." Jovan duduk di sebelah Zahra dan kembali memeluknya.     

"Maafin mas ya sayang. Please. Mas Jovan enggak bisa lihat kamu sedih begini. Mas sayang sama kamu, cintaaaaaaaaaaaaaa banget." Jovan menenggelamkan wajah Zahra di lehernya dan menciumi puncak kepala Zahra lalu mengelus punggung nya berusaha menenangkan. Padahal Hatinya sendiri terasa tersayat-sayat. Tahu pasti istrinya menangis karena perbuatannya dulu.     

Zahra mengusap air matanya dan melihat Jovan yang ternyata ikut menangis. Entah air mata tulus atau hanya acting Zahra tidak tahu.     

Semua yang ada di Jovan terlihat penuh tipuan. Zahra tidak bisa membedakan mana Jovan yang asli dan mana Jovan yang sedang beraksi.     

Zahra tidak bisa jika terus begini. Zahra enggak akan kuat.     

"Mas, bisa tolong pergi dulu? Zahra butuh waktu memikirkan semuanya." Zahra melepas pelukan Jovan dan berdiri menjauh.     

"Dek ...." Jovan menatap Zahra dengan sedih. Kali ini benar-benar merasa sedih karena Zahra meragukan cintanya.     

Jika dulu saat Zahra mendengar percakapan dengan Javier di Cavendish. Jovan hanya merasa ginjalnya yang tercubit.     

Sekarang Jovan bisa merasakan hatinya yang sakit. Sangat sakit.     

Bukan hanya terasa di cubit tapi hatinya bagai di pukul, di peras di pelintir layaknya baju yang akan di jemur.     

Zahra kembali memalingkan wajahnya. "Zahra mohon mas pergi dari sini dulu. Zahra benar-benar butuh waktu sendiri. Pleaseeee."     

Dada Jovan semakin sakit. Dia melihat wajah Zahra dengan intens sebelum akhirnya mengangguk pasrah.     

"Maafkan mas Jovan. Mas memang salah dan butuh waktu untuk memaafkan kesalahan mas. Tapi, mas akan selalu menunggu sampai kamu mau menerima mas lagi. Kapan pun itu," ucap Jovan ikut menghapus air matanya.     

"Mas pergi dulu. Jaga kesehatan, jangan telat makan. Salam buat dede bayi di perut. Bilang padanya mas sayang dia. Dan mas cinta banget sama Zahra," ucap Jovan dengan suara serak. Membuat Zahra kembali mengeluarkan air mata.     

"Tolong, jangan temui Zahra untuk sementara waktu."     

Deggg.     

Tubuh Jovan semakin terpaku. Bahkan sekedar bertemupun Zahra tidak mau.     

Jovan menahan sesak di dadanya.     

"Assalamualaikum." Jovan berbalik pergi dengan langkah berat. Masih berharap Zahra akan mencagahnya. Masih berharap Zahra akan memanggilnya.     

Sayang ....!!!     

Harapan tinggal harapan. Karena jangankan mencegah dirinya. Menoleh pun tidak. Bahkan jawaban salamnya hanya di jawab dengan lirih dan tanpa melihat dirinya sama sekali.     

Senista itukah dirinya?     

Jovan keluar dari rumah Zahra dengan wajah tertunduk dan hati hancur.     

Beginikah rasanya ...     

DITOLAK.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.