One Night Accident

IMPOTEN 56



IMPOTEN 56

0Enjoy Reading.     

***     

"Zahraaa." Anisah mengetuk pintu kamar Zahra berkali-kali.     

Zahra yang masih membaca novel sekarang jadi terganggu dan membuka pintu kamarnya.     

"Ada apa bu. Zahra sudah makan malam kok," ucap Zahra memberitahu.     

"Sini ...." Anisa menarik tangan Zahra dan membawanya ke ruang tamu.     

"Lihat itu. Kamu kok tega sih biarkan Jovan berdiri di halaman dari tadi." Anisa membuka gorden jendela dan menunjukkan keberadaan Jovan yang terlihat menunduk sambil memainkan kakinya di tanah. Layaknya anak kecil yang sedang dihukum oleh bapaknya.     

"Nanti kalau capek juga pasti pulang Buk."     

"Kamu yakin dia bakal pulang. Ibu dan bapak sudah berusaha mengajak Jovan masuk. Tapi, dia menolak. Jovan bilang hanya mau masuk rumah ini kalau kamu yang menyuruh dan dia bilang dia enggak akan pergi dari halaman kalau kamu belum memaafkan dirinya." Anisah mulai pusing ini. Kenapa Jovan jadi keras kepala dan Zahra juga sama-sama ikut keras kepala. Kalau begini terus kapan kelar masalahnya.     

"Sudahlah biarkan saja Bu. Nanti dia pergi sendiri kok. Atau suruh saja Mirna jemput mas Jovan. Pasti mau." Zahra malah duduk di sofa dan menyalakan televisi.     

"Apa hubungannya sama Mirna?" tanya pak Eko yang baru keluar dari kamarnya.     

"Iya Zahra? Apa hubungannya sama Mirna?" Anisah ikut bingung karena Zahra malah bahas anak tetangga.     

Zahra cemberut. " Tadi pagi kan ibu bilang kalau mas Jovan cinta sama Zahra. Tapi pas Zahra samperin ke rumahnya dia malah asik-asikan sama Mirna. Zahra kan kesel."     

"Asik-asikan gimana maksudnya?" Eko mulai enggak  suka nih kalau Jovan benar-benar main wanita.     

Kalau selingkuh dengan Ella setidaknya jauh. Cerai juga enggak terlalu jadi omongan tetangga. Apalagi si Ela Ela itu adalah putri Inggris yang sudah dijodohkan dengan Jovan dari orok. Apalagi statusnya Zahra sebenarnya adalah orang yang rebut Jovan dari Ella. Lha kalau selingkuh dengan anak tetangga. Malu dong Zahra. Mau ditaruh di mana wajah keluarganya.     

"Iya ... tadi Zahra niatnya mau menemui mas Jovan buat memperbaiki hubungan kami. Tapi malah ketemu di jalan dan mas Jovan pelukan sama Mirna."     

"Opooooo? Wah ... Jancuk tenan bocah iki." Eko bakal malu ini kalau ada yang tahu mantunya selingkuh sama kembang desa.     

"Tenang dulu, Pak." Anisah mengelus lengan Eko.     

"Zahra maksud kamu pelukan bagaimana? jangan-jangan kamu salah lihat.  Mirna walau kembang desa tapi bukan cewek yang suka ganggu rumah tangga orang. Yang ada Mirna yang suka dimodusin cowok. Masak kamu enggak percaya sama teman sendiri? Lagi pula kalau mereka memang berpelukan, kamu sudah tanya belum kenapa Jovan bisa pelukan sama Mirna?" Anisah memastikan.     

"Katanya sih Mirna mau jatuh terus mas Jovan tolongin. Tapi Zahra enggak percaya. Mas Jovan kan emang playboy. Tukang modus, tukang gombalin cewek." Zahra tidak mau kalah. Kenapa jadi dia yang di pojokkan.     

"Kalau kamu enggak percaya sama Jovan. Kenapa enggak tanya Mirna langsung?"     

Zahra terdiam. Benar juga. Mirna anak tetangganya yang sudah dia kenal dari kecil. Masa iya tega goda suaminya. kayaknya enggak mungkin deh. Walau Mirna emang centil sih.     

"Sudah sekarang. Panggil Jovan, suruh masuk. Pasti dia lapar karena belum makan malam. Masalah kamu mau baikan sama Jovan atau tidak itu urusan nanti," perintah ibunya.     

Zahra sebenarnya masih kesal dan tidak ikhlas. Tapi kok kasihan juga melihat suaminya melas begitu. Mana  berdiri di halaman dari tadi. Pasti kakinya pegal, plus belum makan. Kalau Jovan sakit bagaimana? Zahra kok jadi berasa jahat banget ya.     

Zahra akhirnya mengangguk dan  berdiri. Berniat menyuruh Jovan masuk.     

"Zahra ... biarkan sajalah," ucap Eko tiba-tiba.     

"Pak, Zahra cuma salah faham. Kasihan anak orang di biarkan di luar." Anisah membantah.     

"Aku cuma mau ngetes. Itu bocah tengil kira-kira tahan berapa lama di sana? Biar bapak juga yakin kalau si Jovan itu benar-benar cinta sama anak saya." Eko menjelaskan.     

"Tapi ini mau hujan lho. Enggak dengar apa ada suara gemuruh?"     

"Justru itu. Kalau pas hujan dia masih bertahan di sana. Aku percaya Jovan cinta sama anak kita. Tapi ... kalau hujan dia neduh, berarti cintanya Jovan masih kalah sama air. Gampang luntur." Pak Eko menyeruput kopinya dengan tenang.     

"Ya Allah pak. Anak orang itu kamu tes segala. Emang kurang yang Jovan berikan ke kita? Lihat dongk rumah kita isinya udah kayak istana."     

"Nisahhh, Jovan itu kaya. Kasih kita barang mahal buat aku bukanlah sebuah perjuangan. Dia kan pangeran. Tinggal jentik jari juga bisa bangun rumah harga miliyaran. Sedangkan  tekadnya di depan sana. Baru perjuangan," ucap Eko sambil mengendikkan dagunya ke arah depan.     

"Jadi, Zahra musti gimana?" Zahra jadi bingung. Karena bapak dan ibunya malah debat sendiri.     

"Biarkan dulu dia di sana. Mendingan kamu  nonton marvel sama bapak." Eko menyalakan smartphone miliknya dan membuka aplikasi XX1 mencari film yang dia maksud.     

"Terserah kalian. Ibu mau tidur." Anisah masuk ke kamar.     

"Sudah sini sama bapak." Eko menepuk sofa di sebelahnya.     

Zahra Menurut dan duduk di sebelah bapaknya.      

"Pak nonton filmnya Jackie Chan saja dongk." Request Zahra.     

"Nanti dulu, ah ... nonton ini saja ya." Eko menunjukkan satu film di ponselnya.     

"Itu kan film India pak."     

"Tapi, bagus lho kayaknya. Yang main Semprol Khan."     

"Syahrul Khan, Pak."     

"Iya ... itu maksud bapak, Seru inj pasti." Eko mulai menyalakannya.     

Akhirnya mereka keasikan nonton film hingga melupakan keberadaan Jovan di luar sana.     

***     

Jovan mendongak saat merasakan satu tetes air membasahi tangannya. Dia lalu menengadah dan tetetesan - tetesan itu semakin banyak.     

Jovan melihat pintu rumah Zahra yang masih tertutup rapat. Berharap sang pujaan hati segera membuka dan memaafkan dirinya.     

Tapi sayang. Dari detik lalu ke menit dan berubah menjadi jam. Pintu di depannya tidak ada tanda-tanda akan di buka.     

Akhirnya dari satu tetes hujan berubah menjadi gerimis hingga  hujan lebat membasahi seluruh tubuhnya. Tidak ada tanda-tanda Zahra akan keluar.     

Jovan semakin miris melihat dirinya sendiri.     

Beginilah cinta. Deritanya tiada pernah berakhir. Kata Pat kay.     

Dulu dia dengan gampangnya mencampakkan wanita yang sudah bosan di nikmati olehnya.     

Sekarang dia di campakkan istrinya sendiri. Miris.     

Javier benar.     

Karma itu tidak ada yang menyenangkan.     

Jovan mulai menggigil kedinginan. Perutnya kosong dan kakinya terasa pegal karena sudah berdiri di sana sejak petang hingga malam.     

Dia menunduk sedih.     

Apa Zahra tidak mencintainya lagi.     

Atau kesalahannya yang terlalu besar. Hingga Zahra mengabaikan dirinya seperti ini.     

Jovan benar-benar sangat sedih, sakit hati dan kecewa.     

Dadanya terasa sesak tak terkira.     

Jovan merasa tertolak lagi.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.