One Night Accident

IMPOTEN 60



IMPOTEN 60

0Enjoy Reading.     
0

****     

"Slow boys, ayah tahu kamu senang karena habis ditengok sama ayah," Jovan mengelus perut Zahra yang terlihat bergerak-gerak menunjukkan keberadaan anaknya.     

"Mas Jovan apaan sih, anak bayi diajak ngomong begitu," protes Zahra masih suka malu kalau suaminya bicara yang agak menjurus.     

Jovan hanya tersenyum dan mengecup bibirnya sekilas. " Woww ... pelan-pelan saja okey, kamu membuat bunda terkejut." Jovan mengelus perut Zahra kembali saat gerakan anaknya bukannya berhenti tapi terlihat semakin aktif hingga Zahra meringis tidak nyaman.     

"Sudah lebih baik?" tanya Jovan setelah beberapa waktu dan sepertinya anak lelakinya sudah mulai tenang. Anak mereka memang lelaki. Sudah di USG dan menunjukkan gendernya tanpa malu-malu sama sekali.     

Zahra mengangguk, lalu memekik lagi. Kali ini bukan karena anaknya tapi saat melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat sore.     

"Massss, ayo mandi, nanti bazarnya keburu habis." Zahra bangun dan mendorong tubuh Jovan menjauh dan langsung berlari ke kamar mandi membuat Jovan menganga ngeri.     

"Dek ... hati-hati." Jovan ikut turun dan berlari menyusul Zahra khawatir istrinya terjatuh atau kenapa-kenapa.     

"Mas ngapain ikut masuk? mas mandi di kamar mandi luar saja, nanti enggak selesai-selesai malah." Zahra berusaha mendorong tubuh Jovan keluar dari kamar mandi.     

"Iya, tapi kamu jangan lari-lari. Ingat lagi hamil dek?" tegur Jovan khawatir.     

"Iya, maaf. sudah sana keluar." Zahra kembali mendorong Jovan dan kali ini Jovan mengalah dan membiarkan istrinya mandi sendiri. Bukan karena dia tidak ingin mandi dengan istrinya, ingin banget malah. Tapi Jovan menyadari kekuatan Zahra kalah jauh dibanding dirinya.     

Apalagi sejak kehamilan Zahra memasuki usia lima bulan. Jovan harus rela mengurangi jatah malamnya yang biasa berlangsung hingga pagi kini hanya satu atau dua kali dalam semalam. Karena Zahra yang cepat merasa lemas dan lelah.     

Pernah sekali Jovan paksakan bercinta dengan istrinya berkali-kali dan berakhir dengan Zahra jatuh pingsan lalu esoknya langsung demam.     

Jovan kapok. Dia memilih mengalah dan memuaskan libidonya yang tinggi di kamar mandi dari pada membuat istrinya sakit lagi. Cukup dulu dia pernah menyakiti hatinya, sekarang saatnya Jovan membahagiakan Zahra.     

***     

"Massss, lihat itu lucu bangettttt." Jovan mengerang pasrah. Kata Junior Zahra itu lain dari yang lain. Belanja seperlunya. Iya memang seperlunya saja karena sewaktu bersama Junior dulu Zahra masih ada rasa sungkan. Jadi tidak berani membeli macam-macam apalagi jika harganya menguras kantong.     

Yang tidak diketahui Junior. Zahra bisa gila kalau ada diskonan, nyaris tidak perduli dengan tubuhnya yang tengah hamil besar. Dengan asiknya dia ikut berdesak-desakan dengan beberapa pengunjung bazar yang juga penggila diskonan. Dan Jovanlah yang harus ikut berlari kesana kemari agar Zahra tidak tersenggol atau tertabrak pengunjung lain.     

Jovan berasa ingin membeli semua STAN di sana. Sayangnya istrinya pasti akan marah dan melarangnya melakukan pemborosan dan pengeluaran tidak penting.     

Padahal menurut Jovan semua yang berhubungan dengan Zahra itu sangatlah penting.     

Apalagi yang lebih penting selain istrinya. Tidak ada.     

Hingga tiga jam kemudian.     

"Sudah ya sayang, besok lagi. Kamu belum makan lho tadi." Jovan akhirnya menarik Zahra yang masih asyik memilih barang dibagian mainan anak.     

Zahra yang biasanya kalau ada diskonan suka belanja peralatan rumah tangga atau baju-baju rumahan untuknya dan kedua orang tuanya. kali ini hanya membeli keperluan buat dede bayi, padahal mereka sudah belanja setelah merayakan 7 bulanan seminggu yang lalu.     

Lebih bagus dan bermerek lagi. Iyalah belanja bareng sama Mommynya. Mau disleding apa ngajak mommynya belanja di pasar atau bazar.     

"Zahra ... kasihan dedek bayi, kelaparan nanti." Jovan kembali mengingatkan.     

Zahra berpikir sejenak dan akhirnya mengangguk karena memang merasa lapar.     

"Ini belanjaan dimasukan ke mobil dulu mas."     

"Iya." Jovan mengangkut kantong belanjaan dan memasukkan satu persatu ke dalam mobil.     

"Mas ...."     

"Hmm."     

"Kita makan di sana saja yuk." Zahra menunjuk jejeran STAN makanan di sebrang jalan.     

"Nggak mau di sana saja?" Jovan menunjuk sebuah cafe yang jaraknya lebih dekat.     

Zahra menggeleng.     

"Ya sudah, Mas ambil mobil dulu."     

"Ishhhh ... enggak usah, tinggal nyebrang ini."     

"Lumayan jauh lho dek."     

"Jauh apanya, lima menit juga sampai." Zahra menarik Jovan agar berjalan kaki ke arah STAN yang berjejer dengan menu dari berbagai daerah.     

Setelah berjalan sebentar, akhirnya Zahra sampai di ujung dan melihat STAN penjual soto.     

"Ada soto, makan itu saja ya?" Zahra terlihat antusias.     

Lagi-lagi Jovan hanya bisa mengangguk dan mengikuti istrinya duduk di bangku plastik yang sudah tersedia. Lalu memesan soto sesuai keinginannya.     

"Enak mas," tanya Zahra begitu soto mereka sudah datang dengan segelas es teh manis melengkapinya.     

"Lumayan. Tapi, masih enak masakanmulah," ucap Jovan sambil menyeruput kuah sotonya.     

Iyalah enak masakan Zahra.     

Namanya juga cinta.     

Zahra masak batok kelapa juga bakal tetap terasa enak di mulutnya.     

Sudah pukul 22.30 saat akhirnya mereka selesai makan. Bazar sudah mulai lengang dan tumpukan kendaraan di pinggir jalan mulai sepi.     

"Lho dek, dompetku mana?" tanya Jovan waktu akan  membayar.     

"Tadi taruh di mana?" tanya Zahra.     

"Kan tadi mas kasih sama kamu."     

"Astagfirullahhaladzim, ikut masuk ke dalam kantong belanjaan," ucap Zahra ingat.     

"Ya sudah, Mas ambil dulu deh."     

"Enggak usah, Zahra ada kok." Zahra menunjukkan dompet koin andalannya.     

Jovan mendesah lagi. Dompet branded semua ada. Tapi istrinya kemana-kemana malah bawa dompet yang harganya 15 ribu saja. Mana seneng banget bawa duit receh lagi.     

Turun sudah harga diri Jovan sebagai pangeran.     

"Bentar mas," Zahra mencegah Jovan berdiri setelah mereka membayar karena Zahra memeriksa ponselnya.     

"Ada chat dari olshope. Soufenir buat pernikahan kita sudah jadi. Besok kita ambil yuk."     

"Suruh kirim saja dek, nanti tinggal bayar ongkirnya. Kamu hari ini udah capek, besok istirahat saja. Lagian Mas besok harus ke kampus."     

Zahra cemberut tapi akhirnya membalas chat dari olshope yang ternyata sudah masuk dari tadi sore.     

Memang setelah Jovan dan Zahra berbaikan. Ai tetap keukeuh mereka harus melakukan pernikahan ulang. Tapi, karena Zahra sedang hamil akhirnya mereka memutuskan akan melakukan resepsi pernikahan setelah Zahra melahirkan saja.     

"Udah, yuk pulang." Jovan mengulurkan tangannya dan disambut Zahra dengan senang.     

"Masss, entar dulu deh. Beli martabak buat bapak dulu." Zahra menunjuk STAN martabak di dekat perempatan.     

"Makin jauh dari mobil dek. Mas ambil mobil dulu deh biar kamu enggak capek. Jangan kemana-mana." Udah jalan dari tadi, enggak capek apa kaki istrinya itu.     

"Kelamaan." Zahra malah sudah berjalan duluan dan meninggalkan Jovan yang sudah berbalik.     

Melihat istrinya yang tidak mau menunggu Jovan akhirnya berbalik lagi.     

"Zahraaa, Awassssssss."     

Jovan berlari saat melihat Zahra menyebrang sembarangan.     

Bertepatan dengan sebuah mobil yang melintas.     

Jovan menubruk dan memeluk tubuh Zahra dengan erat.     

Tapi terlambat.     

Bruakkkkkkkkkkk.     

Jovan bisa merasakan tubuhnya dan Zahra terpental jauh dan terhempas ke pembatas jalan  lalu berguling ke aspal yang keras.     

Jovan mendengar Zahra merintih.     

Dunia terasa berputar di kepalanya.     

"Zahraaa," Jovan mengerang masih memeluk Zahra erat. Dilihat wajah  Zahra yang sepertinya kesakitan.     

Jovan ingin menggerakkan tangannya agar bisa memeriksa keadaan istrinya.  Tapi, dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali, sekuat apa pun usahanya tetap tidak bisa dia gerakkan.     

"Zahraaaaa ...."     

Hal terakhir yang terlihat olehnya adalah. Wajah istrinya yang menahan sakit tapi tetap tersenyum ke arahnya.     

Lalu Jovan merasakan semuanya menjadi gelap.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.