One Night Accident

IMPOTEN 66



IMPOTEN 66

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Mbah kakunggggggg." Mahesa melompat ke arah Eko begitu sampai di halaman rumah kakeknya. Eko yang sedang duduk-duduk langsung menyambut cucunya dengan bahagia.     

"Assalamu'alaikum. Pak." Jovan mencium tangan Eko yang masih menggendong Mahesa dengan sebelah tangannya.     

"Wa'alaikumsalam." Eko menjawab dengan wajah gembira. Karena jarang-jarang Jovan main ke Jogja.     

"Putunya kakung makin ganteng ya." Eko mencium wajah Mahesa hingga Mahesa terkikik geli karena terkena kumisnya.     

Perpaduan Jovan dan Zahra memang tiada duanya. Eka harus mengakui cucunya sangatlah tampan dan menawan.     

"Yuk, masuk," ajak Eko kepada Jovan. Mereka masuk ke dalam rumah yang menurut Jovan tidak berubah sama sekali. Bahkan Jovan juga yakin perabotan di dalamnya juga tidak diganti.     

"Nisahhhhhhh, Mahesa datang," teriak Eko keras hingga Anisa yang sedang menjemur pakaian di belakang rumah hampir menjatuhkan baju-bajunya karena kaget.     

"Tumben belum ada setahun sudah datang. Gak ngomong-ngomong lagi. Kalau tahu Mahesa mau datang kan bisa aku ajak jalan-jalan." Eko membawa Mahesa ke tempat duduk.     

"Jalan-jalan? kemana mbah? Mahesa mau main kerang di pantai," ucap Mahesa semangat. Hal yang disukai Mahesa ketika di kampung adalah bisa bermain sesuka hati.     

"Bolehhhh, tapi nanti sore saja ya. Ini sudah mau siang. Panas." Eko mengipas wajahnya dengan tangan.     

"Horeee, Mahesa nanti ikut cari ikan juga!" pinta Mahesa semangat.     

"Iya ... sekarang Mahesa panggil mbah uti dulu sana di belakang." Perintah Eko ketika Anisa tidak kunjung datang.     

Dulu waktu Mahesa belum bisa mengucapkan huruf R. Dia ingin memanggil Anisah dengan sebutn Mbah Putri. Tetapi karena masih cedal menjadi Mbah uti dan bertahan sampai sekarang.     

"Ashiappppp." Mahesa turun dari pangkuan Eko dan berlari menuju halaman belakang mencari mbah utinya.     

"Jadi, apa ada masalah hingga kamu tiba-tiba datang begini?" tanya Eko penasaran karena baru kali ini Jovan berkunjung dengan dadakan. Apalagi melihat wajah Jovan yang terlihat agak tegang membuat Eko semakin curiga.     

Untung Eko punya mata-mata di Jakarta jadi dia sudah menebak tujuan Jovan datang ke sana. Hanya butuh penegasan saja.     

"Maaf karena dadakan. Soalnya ada yang Jovan perlu bicarakan sama bapak dan Ibu." Jovan memandang Eko serius sekaligus tegang. Khawatir mertuanya akan tersinggung dan kecewa.     

"Soal pernikahanmu sama putri Inggris?" ucap Eko langsung menebak. Tidak tega juga melihat menantunya seperti salah tingkah itu.     

"Eh ... kok bapak tahu?" Jovan menatap Eko dengan wajah terkejut. Apakah pamannya Marco sudah memberitahu mertuanya? Pasti begitu. Karena bagaimanapun Eko dan Marco adalah teman sedari kecil dulu.     

"Mirna bilang sama bapak, katanya kamu habis disidang keluargamu. Dan mereka menyuruhmu menikah dengan putri Inggris."     

Oh jadi bukan Marco tetapi Mirna. Jadi ... sekarang Jovan tahu. Fungsi Mirna bukan hanya sebagai baby sitter Mahesa. Tapi mata-mata dari mertuanya.     

"Mirna tidak ikut?" tanya Eko kemudian Karen tidak melihat keberadaan anak tetangganya itu.     

"Ikut kok. Tapi ... langsung pulang ke rumah. Katanya kangen sama emak bapaknya." Bagaimanapun Mirna baru 21 tahun sekarang jadi masih termasuk muda bagi Jovan dan bersikap manja kepada orang tua setelah tidak lama berjumpa adalah hal yang wajar.     

Benar.     

Ini adalah Mirna yang sama.     

Mirna si kembang desa dari Jogja sekarang ini memang jadi baby sister Mahesa.     

Awalnya Jovan menolak karena Mirna dulu juga pernah membuat Zahra cemburu. Tapi, setelah tahu bahwa Mirna ternyata baru berusia 16 tahun, hanya lulus SMP karena tidak ada biaya dan sekarang nganggur di rumah, akhirnya Jovan setuju. Itupun mempertimbangkan perasaan mertuanya juga yang pasti ingin bisa menghubungi Mahesa sewaktu-waktu tanpa harus menunggu Jovan pulang kerja atau merasa sungkan karena menelpon Mahesa lewat orang yang tidak dikenal.     

Padahal Jovan pikir Mirna dulu anak orang kaya karena sering dandan, berpakaian ketat dan selalu memakai high heels ke mana-mana. Ternyata itu hanya efek salah gaul saja. Mana kabarnya Mirna sudah dua kali hampir diperkosa orang karena kecantikannya.     

Sekarang jangankan dilecehkan, digoda cowok saja auto sleding sama Mirna. Iyalah, Jovan sudah menyuruh salah satu orang dari Save Security untuk mengajari Mirna beladiri. Baby sister Mahesa harus bisa melindungi Mahesa dari apapun dongk.     

"Jadi bagaimana menurut bapak?" tanya Jovan hati-hati.     

"Kalau bapak dan ibu ya ... terserah kamu."     

"Maksud Jovan, bapak dan ibu merestui atau tidak Jovan menikah lagi." Please bilang jangan, biar Jovan punya alasan menolak perjodohan ini.     

Eko menghela nafasnya.     

"Bagaimana ya. Disisi lain, bapak merasa ini mengecewakan karena bapak khawatir setelah kamu menikah lagi, Mahesa akan tersingkir karena adanya ibu tiri. Tapi, dilain pihak, Mahesa juga membutuhkan seorang ibu. Kamu juga berhak memulai hidup baru sepeninggal Zahra."     

"Walau terasa baru kemarin bapak masih menggendong dan mengambil rapor milik Zahra. Tapi, ternyata ini sudah empat tahun lebih bahkan hampir lima tahun sejak Zahra meninggalkan kita." Mata Eko berkaca-kaca membayangkan anak perempuan satu-satunya itu.     

Percayalah, hal yang paling menghancurkan orang tua adalah kehilangan anaknya. Bukan anaknya yang mengubur dirinya tapi malah dia yang mengubur anaknya.     

Andai bisa ditukar, pasti semua orangtua memilih mereka yang meninggal lebih dulu daripada anaknya.     

Jovan mengalihkan pandangannya ke luar. Tidak tahan jika lagi-lagi harus teringat istrinya.     

"Bapak dan ibu di sini menyerahkan semua keputusan padamu. Kalau kamu mau menikah lagi, bapak dan ibu hanya bisa memberikan restu kami."     

"Hanya saja kalau memang kamu sudah menikah nanti. Tolong, jangan sampai Mahesa merasa diabaikan atau dianaktirikan olehmu. Jangan berubah, tetap sayangi Mahesa. Jangan pilih kasih dengan istri barumu dan anak-anakmu yang lain." Eko mengusap matanya yang hampir menumpahkan air mata.     

"Iya pak. Jovan janji tidak akan pernah mengabaikan Mahesa. Walau Jovan menikah lagi, Jovan pastikan tidak akan pernah melupakan Zahra juga. Karena Zahra dan Mahesa adalah segalanya untukku. Jovan pastikan itu," ucap Jovan sungguh-sungguh.     

"Wes, jangan janji-janji segala. Bapak nggak mau memberatkanmu. Ini hidupmu, kamu yang menentukan. Bukan bapak dan ibu."     

"Trima kasih Pak. Jovan akan berusaha untuk tidak mengecewakan bapa, ibu dan Zahra di sana."     

Eko mengangguk.     

"Ngomong-ngomong Mahesa lama sekali," ucap Eko mengalihkan pembicaraan yang membuat suasana hatinya menjadi sendu.     

"Biar aku lihat." Jovan berdiri tapi ternyata Eko juga ikut ke belakang.     

"Lho, Bu. Mahesa mana?" tanya Eko pada istrinya yang berdiri dengan ember kosong di tangannya.     

Sedang Jovan langsung menghampiri ibu mertuanya dan mencium tangannya.     

"Mahesa beneran datang?" Anisa menatap menantunya yang ternyata benar-benar ada di sini.     

"Tadi Mahesa ke belakang karena bapak suruh manggil, Ibu."     

"Lah ... Ibu nggak lihat tuh. Ini Ibu baru selesai jemur."     

Eko dan Jovan saling berpandangan. Seketika mereka berpencar mencari Mahesa.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.