One Night Accident

IMPOTEN 67



IMPOTEN 67

0Enjoy Reading     
0

***     

Eko dan Jovan saling berpandangan. Seketika mereka berpencar mencari Mahesa yang tiba-tiba ilang entah ke mana.     

"Mahesaaaa," teriak Eko dan Jovan serentak.     

"Mahesa di sini ayaahhhhhh," jawab Mahesa dari arah dekat kolam ikan.     

Sontak Eko, Jovan dan Anisa langsung berlari menuju asal suara. Takut Mahesa kenapa-kenapa.     

"Astagfirullahhaladzim, Mahesaaaaaaaa." Anisah menatap sedih ke arah kolam.     

Bukan karena Mahesa tercebur ke kolam tapi ....     

"Aduh le, kenapa ayamnya dimasukkan ke sana?" Eko berjongkok dan mengeluarkan beberapa anak ayam yang dimasukkan Mahesa ke kolam ikan.     

Ada 8 anak ayam yang di masukkan ke kolam. Dua  masih hidup, lainnya. The end semua.     

"Mereka kotor kung. Mahesa mandikan biar bersih," jawab Mahesa polos masih berusaha membersihkan anak ayam yang berwarna kuning itu.     

"Mahesa ...  ayam enggak usah mandi karena dia enggak bisa berenang. Lihat pada mati kan?" Jovan menunjukkan anak-anak ayam yang sudah inalillahi itu.     

"Tapi, yang di kebun binatang bisa berenang dan suka mandi. Ayam punya Kakung jorok, nggak mau mandi." Mahesa ingat dengan pasti ayam di kebun binatang berenang berjejer dan bersih. Tetapi punya kakungnya malah dibiarkan kotor. Mahesa kan cuma mau bantu biar ayam kakungnya enggak kotor dan jorok.     

"Yang di kebun binatang anak bebek sayang, bukan anak ayam," jelas Jovan tahu pasti yang dimaksud anaknya.     

"Bentuknya sama, warnanya juga sama saja." Menuruni sifat Jovan. Mahesa juga tipe yang tidak mau disalahkan. Bagaimanapun waktu masih kecil anak ayam dan bebek memang terlihat sama.     

"Sudah, enggak apa-apa. Mahesa kan belum tahu. Sini sayang cuci tangan dan kakinya sama Mbah uti." Anisah tidak mempermasalahkan kelakuan cucunya karena cucunya memang orang kota. Jadi enggak paham perbedaan ayam dan bebek.     

Dengan sabar Anisa mengajak Mahesa ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan kakinya yang habis memegang ayam-ayam tadi.     

Sedangkan Eko ditinggalkan untuk membersihkan hasil ketidaktahuan cucunya itu.     

"Maaf ya Pak." Jovan ikut membantu mengeluarkan anak ayam yang sudah terlanjur mati.     

Untung anak ayam ini sudah dipisahkan dengan induknya. Kalau tidak pasti Mahesa sudah dikejar-kejar induk ayam karena membunuh anak-anaknya.     

"Sudahlah, toh kata Marco kamu itu pas kecil juga nakal dan usil. Jadi wajarlah kalau nurun ke anakmu." Eko yakin Kenakalan Mahesa adalah gen dari Jovan. Sedang kepintaran dan kegantengannya adalah gen dari anaknya Zahra.     

Jovan hanya meringis. Tahu pasti waktu Eko masih kecil kata paman Marco dia juga sangat badung bahkan katanya dulu suka bully anak nelayan dan memalak mereka. Jadi Jovan yakin nakalnya Mahesa adalah turunan dari Eko. Sedang kegantengan anaknya adalah gen unggul darinya.     

Mertua badung, mantu usil.     

Mereka enggak sadar Mahesa adalah perpaduan gen dari mereka berdua.     

Klop sudah.     

***     

Jovan menaruh bunga di atas makam istrinya. Ia duduk sambil membersihkan daun kering dan mencabut rumput-rumput yang mulai tumbuh agar makam itu menjadi bersih dan wangi.     

Setelah itu Jovan tidak lupa untuk memanjatkan doa. Berharap semoga istrinya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-NYA.     

Aminnn.     

Jovan menatap gundukan tanah di hadapannya masih dengan rasa sedih. Walau sudah hampir lima tahun berlalu tetapi rasa sakit itu masih terasa nyata. Seolah-olah kejadian itu baru terjadi kemarin.     

"Sudah empat tahun lebih kamu pergi, apa kamu bahagia di sana?" tanya Jovan pelan. Perasaan baru kemarin Jovan menikahi Zahra, baru sebentar Jovan membahagiakan Zahra. Tapi sekarang Jovan malah duduk dan menabur bunga di atas makamnya.     

Jovan tidak akan pernah menyangka bahwa Zahra akan meninggalkannya begitu saja.     

"Kamu tenang saja. Aku dan Mahesa baik-baik saja di sini. Walau, kebahagiaanku tidak akan pernah lengkap tanpa kehadiranmu."     

"Aku akan selalu berusaha bahagia demi Mahesa. Walau aku juga merasa sakit semenjak kepergianmu. Ada yang terasa hilang di dalam sini." Jovan menunjuk ke arah dadanya.     

"Maaf jika aku jarang datang menemuimu. Bukan aku tidak mau. Tapi, aku terlalu mencintaimu dan selalu merasa sakit jika berada di sini. Tempat ini mengingatkanku padamu. Dan semuanya terasa berat jika aku terus tenggelam dalam kenangan."     

Jovan terdiam cukup lama.     

"Kamu pasti bertanya-tanya, setelah sekian lama kenapa sekarang aku ada di sini?"     

"Pasti kamu akan marah jika aku beri tahu. Tapi, percayalah ini bukan keinginanku. Sumpah. Aku kali ini benar-benar terpaksa."     

"Aku ... harus menikah dengan Putri Inggris karena Javier yang tiba-tiba kabur dengan pujaan hatinya."     

"Kamu tidak akan marah kan? Kalau aku menikah lagi?" Jovan memandang nisan di depannya. Entah kenapa hatinya sakit saat mengucapkan kata pernikahan.     

Dulu ia sangat ingin berpoligami. Tapi, sejak ada Zahra. Jovan hanya menginginkan Zahra dan tidak ada niat menggantikan tempat Zahra walau Zahra sudah meninggal sekali pun.     

Pernikahan ini murni hanya untuk menjaga nama baik dua kerajaan yang sudah terlanjur mengumumkan pernikahan Javier dengan Putri Inggris dan Javier malah kabur.     

"Padahal aku berharap kamu akan marah dan memukuliku atau meninggalkanku agar aku bisa merayumu lagi."     

"Sayangnya ... kamu malah benar-benar pergi meninggalkanku. Tanpa aku bisa merayu atau pun membujukmu kembali." Jovan menunduk sedih.     

Jovan menarik napasnya berusaha menguatkan hati sambil mengelus nisan di depannya lembut "Aku ingin Javier bahagia. Dia sudah menderita terlalu lama. Jadi sekarang, Cukup aku saja yang kehilangan wanita yang aku cintai. Jangan Javier kehilangan wanitanya juga."     

"Kamu mengertikan maksudku?"     

"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Walau aku menikah lagi, Kamu akan selalu ada di hatiku. Tak terlupakan dan tak akan pernah tergantikan." Jovan semakin merasa sesak di dadanya.     

"Aku tidak sedang menggombal. Aku serius Zahra. Andai kamu tahu seberapa besar rasa cintaku padamu. Pasti kamu tidak akan sanggup mengukurnya." Jovan tersenyum miris.     

"Aku ... aku mencintaimu. Mahesa juga mencintaimu. Aku mohon restui pernikahanku." Jovan mengelus nisan yang bertuliskan nama Zahra dengan hati seperti diremas.     

Dia sudah tidak kuat lagi. Dadanya terasa semakin sesak dan sakit.     

Jovan mencium nisan istrinya penuh penghayatan. Seolah menyalurkan semua kerinduan yang ia tahan selama ini.     

"Selamat tinggal. Aku mencintaimu. Istriku." Jovan mengusap air matanya sebelum berdiri. Dengan wajah muram ia mulai menjauh dari makam Zahra.     

Walau Jovan tidak menginginkan pernikahan ini. Tapi, Jovan yakin. Zahra sudah merestuinya dari sana. Karena Jovan merasa kali ini langkahnya lebih ringan dari sebelumnya..     

'Terima kasih istriku' batin Jovan berbalik kembali melihat makam istrinya. Entah kenapa, walau tidak ada apa-apa di sana, Jovan merasa Zahra sedang mengawasi dan tersenyum melihatnya.     

Jovan menoleh kembali ke makam Zahra begitu sudah masuk ke dalam mobil.     

"I love u Zahra," ucap Jovan sekali lagi sebelum melajukan mobilnya.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.