One Night Accident

IMPOTEN 70



IMPOTEN 70

0Enjoy Reading.     
0

***     

Flashback.     

"Hey, apa yang kamu lakukan di sini?" Ella melihat dua orang anak laki-laki yang tiba-tiba masuk ke kamarnya.     

"Melihat-lihat," jawab salah satu dari mereka.     

"Tapi, ini kamarku," protes Ella.     

"Ish ... kita kan cuma lihat, bukan mau nyuri."     

"Jovan ... jangan bicara keras-keras dengan wanita," salah satu dari anak laki-laki itu menegur saudaranya.     

"Maaf ya sepertinya kami salah masuk. Perkenalkan aku Javier, ini kembaranku Jovan." Javier mengulurkan tangannya.     

Ella menyambut tangan Javier ragu-ragu. "Sarah Elaine Victoria, panggil saja Ella."     

"Jovan ..." Javier menyikut Jovan saat saudaranya tidak mengulurkan tangannya.     

Jovan menjabat tangan Ella. "Jovan," ucapnya singkat.     

Jovan lalu mendekati telinga Javier dan berbisik. "Jav bagaimana kalau kita coba ciuman yang seperti dilakukan mommy dan Daddy di mobil tadi."     

"Aku penasaran sih tapi kita mau ciuman sama siapa?" bisik Javier balik.     

Jovan mengendikkan wajahnya ke arah Ella.     

"Nggak ah, aku nggak berani. Kita kan baru kenal."     

Jovan tersenyum meremehkan Javier.     

"Ella, ada sesuatu di rambutmu," ucap Jovan sambil menunjuk rambut Ella.     

Ella langsung mengusap rambutnya tapi tidak ada apapun yang jatuh.     

"Sini aku bantu," Jovan mendekat, kedua tangannya langsung memegang kepala Ella di samping kanan dan kiri. Lalu tanpa menunggu Ella siap bibirnya sudah menempel di bibir Ella dan melumatnya seperti yang dilakukan Daniel ke Ai.     

"Mppppttttt ..." Ella melotot terkejut berusaha melepaskan diri.     

"Javier ... rasanya enak," Jovan menatap bibir Ella yang  berusaha mencari oksigen.     

Sedetik kemudian Jovan menciumnya lagi. Kali ini lebih lama dari yang pertama. Bahkan Jovan menjulurkan lidahnya seperti yang dilakukan Daniel lalu menjelajah seluruh isi di dalamnya.     

Ella menangis merasa susah bernafas. Jovan akan membunuhnya.     

"Jovan ... lepas." Javier menarik Jovan hingga Ella terlepas. Javier kasihan saat Ella menangis sambil meronta-ronta.     

Mengetahui dirinya bebas Ella langsung berlari mencari ibunya. Ella takut pada dua anak lelaki itu. Mereka ingin membunuhnya.     

***     

"Ella, kamu tidak usah ikut ya. Di rumah saja," ucap mommynya.     

"Kenapa? Ella juga mau ikut merayakan natal mommy."     

"Sayang, agamamu Sekarang bukan Kristen tapi Islam. Jadi Ella beribadahnya di masjid bukan gereja."     

"Kenapa hanya Ella yang tidak boleh ke gereja? Kakak dan semua sepupuku pergi ke gereja. Tahun lalu Ella boleh ke gereja." Ella bingung kenapa dia di perlakukan berbeda.     

"Karena Ella istimewa. Ella itu calon Ratu di kerajaan Inggris. Jadi Ella harus mengikuti agama calon suami Ella nanti. Mengerti?"     

"Ella tidak mau menjadi Ratu mommy. Ella mau ikut mommy saja."     

"ELLA ...." Ella terlonjak kaget saat tiba-tiba suara dadynya menggelegar.     

"Jagan membantah. Lakukan saja apa yang mommy dan Daddy perintahkan. MENGERTI."     

Ella menunduk takut dan mengangguk. Seumur hidup Bru kali ini dia dibentak.     

"Sayang. Ella jangan sedih. Ella harusnya bersyukur dari tiga putri Inggris kamu yang dipilih kerajaan Cavendish untuk menjadi menantu. Itu akan membuat Mommy, Daddy dan semua rakyat bahagia. Ella mau kan membahagiakan seluruh rakyat? Ella kan pernah bilang akan menjadi putri yang baik agar rakyat Inggris bangga memiliki putri Sarah Ellaine Victoria."     

Ella mendongak menatap mommynya. "Rakyat akan bangga pada Ella?"     

"Tentu."     

"Raja juga akan bangga punya cucu seperti Ella?" tanya Ella sekali lagi.     

"Pasti sayang. Raja Inggris akan sangat bangga memiliki cucu sehebat dirimu."     

Ella tersenyum senang. "Baiklah. Ella akan melakukan apapun sesuai perintah yang mulia raja. Ella akan menuruti Daddy  dan mommy. Ella pasti bisa menjadi putri kebanggan kerajaan Inggris," ucap Ella dengan keyakinan penuh.     

Putri Calista memeluk putrinya dengan raut sedih sekaligus bangga.     

Sejak saat itu Ella harus menerima keistimewaan dirinya.     

Agama barunya.     

Dan kebiasaan hidup yang berubah total.     

***     

Ella baru akan mengikuti acara perayaan ulang tahun salah satu keponakan saat mommynya masuk ke dalam kamarnya dengan raut sangat bahagia.     

"Sayang, persiapkan dirimu. Pangeran Cavendish akan datang."     

Ella teregun tapi sekejap kemudian tersenyum dengan mata berbinar. Akhirnya setelah penantian selama puluhan tahun. Pangeran Cavendish akan menemui dirinya. Ella tidak sabar menantikannya.     

"Kapan pangeran akan datang? Besok? Lusa?"     

"Hari ini sayang."     

"Ha-hari ini?! Astaga apa yang harus Ella kenakan? Ella belum dandan, Ella ..."     

"Sayang ... tenanglah. Biar mereka yang mengurus semuanya. Kamu hanya perlu menemui pangeran Cavendish dengan wajah cantikmu dan bersikap ramah." Putri Calista menyuruh penata rias dan desainer kerajaan agar segera masuk.     

Ella sangat gerogi. Walau kakak dan semua sepupunya mendukung dirinya tapi Ella  juga tahu mereka merasa iri karena dari mereka semua dia yang dipilih akan mendampingi pangeran Cavendish. Pemilik sah kerajaan Inggris.     

Selama ini Ella selalu diistimewakan daripada saudaranya yang lain. karena sudah ditentukan akan menikah dengan sang pangeran yang tentu saja akan menjadi raja Inggris selanjutnya.     

Ella baru bertemu dengan para pangeran Cavendish waktu masih anak-anak dahulu. Dan begitu perjodohan itu diumumkan Ella sampai sekarang belum bertemu lagi.     

Walau Ella tidak pernah bertemu. Tapi, dia selalu mendapat info tentang pangeran Cavendish. Dan Ella tahu bahwa pangeran Jovan Daniel Cavendis yang akan menikah dengannya.     

Pangeran yang sudah mengambil ciuman pertama, kedua dan ketiga miliknya.     

Ella tidak tahu apakah ini hanya rasa penasaran atau sekedar bangga karena bisa memenuhi keinginan orangtua.     

Tapi. Satu hal yang Ella yakin.     

Ella jatuh cinta.     

Walau Ella tidak pernah melihat wajahnya, walau Ella hanya tahu seperti apa Jovan dari cerita-cerita Mommynya. Ella tidak bisa menghentikan hatinya untuk tidak jatuh cinta.     

Membicarakan pangeran Jovan akan selalu menjadi hal yang paling ditunggu olehnya.     

Sekarang, dia malah akan bertemu langsung. Hatinya terasa luar biasa.     

Ella tidak tahu bagaimana  bisa jatuh cinta pada Jovan. Karena rasa itu muncul begitu saja. Rasa yang Ella yakini akan mampu menerima pangeran Cavendish bagaimanapun sifat dan wajahnya.     

Rasa yang Ella yakini akan membuat hidup mereka dalam berumah tangga akan bahagia.     

Tentu saja Ella juga akan menjadi istri yang bisa membuat pangeran Jovan tidak menyesal sudah memilihnya.     

Ella yakin ia akan bisa membuat sang pangeran juga jatuh cinta kepadanya.     

"Ella, kamu sudah siap?" Ella menoleh dan meremas tangannya gugup. Dengan menghela nafas pelan dia mengangguk dan berjalan mengikuti ibundanya dengan langkah anggun.     

"Jangan terlalu tegang. Mommy yakin pangeran Jovan akan mudah jatuh cinta padamu." Putri Calista menenangkan anaknya.     

"Trima kasih, mommy."     

Putri Calista menggandeng putri Ella dan membawanya ke ruang jamuan kerajaan. Di mana keluarga Cavendish sudah menunggu.     

"Selamat siang yang mulia. Putri Sarah Ellaine Victoria sudah hadir." Putri Claista memberitahukan kehadirannya bersama Ella.     

Semua mata yang ada di sana langsung tertuju kepada Ella.     

Jantung Ella berdegup dengan kencang. Pelan tapi pasti Ella menunduk hormat lalu setelah Daniel mempersilahkan dia berdiri kembali. Ella menatap ke arah tempat jamuan.     

Deggg.     

Deggg.     

Hati Ella langsung terasa meleleh. Ketika matanya menatap satu-satunya pemuda yang Ella yakin adalah pangeran Jovan.     

Ella terpesona.     

Pangeran Jovan sangat tampan melebihi ekspektasinya selama ini.     

"Kemarilah putriku, duduk di sebelah pangeran Jovan." Stevanie memanggil Ella agar mendekat.     

Ella hanya patuh. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana.     

Ella sudah terbiasa berada di keramaian. Entah untuk memberi sambutan dalam sebuah acara atau sekedar menjawab pertanyaan wartawan. Tapi jantungnya tidak pernah berdetak secepat ini.     

"Pangeran." Sapa Ella sambil menunduk hormat.     

"Putri Ella, silahkan." Jovan mempersilahkan Ella duduk disebelahnya.     

Ella duduk dengan pose sopan dan anggun tidak lupa senyum ramah selalu menghiasi bibirnya. Ella berusaha menjawab dan bicara sesopan mungkin saat ditanya atau diminta memberikan pendapat tentang segala hal yang sedang dibahas oleh anggota kerajaan.     

Ella sesekali melirik kearah Jovan. Berharap Jovan melakukan hal yang sama. Tapi, sepertinya Jovan  tidak terlalu tertarik dengan apapun yang sedang dibicarakan oleh Raja Inggris dan Cavendish itu.     

"Mohon maaf sebelumnya, jika diperkenankan. Bolehlah saya mohon diri sebentar." Jovan tiba-tiba bicara.     

Ella menoleh kearahnya. Bertanya-tanya kenapa pangeran Jovan terlihat resah.     

"Ah ... kami mengerti. Pangeran pasti bosan dan ingin menikmati suasana di luar. Mungkin putri Ella bisa menemani pangeran Jovan berkeliling. "Raja Inggris menawarkan.     

"Dengan senang hati yang mulia," ucap Ella senang karena akan memiliki waktu berduaan dengan pangeran Jovan.     

Mungkin ini saatnya Ella akan bisa lebih dekat dengan Jovan. Ella akan memanfaatkan waktu berdua dengan sang pangeran untuk mengenal lebih dalam.     

Jovan berdiri dan mengangguk sekali lagi sebelum beranjak dari tempat jamuan diadakan. Di sebelahnya putri Ella mendampingi.     

"Apa anda ingin ke taman, pangeran." Ella menawarkan.     

"Bisa kita pergi ke suatu tempat selain bangunan kerajaan. Aku ingin menyampaikan hal yang penting padamu."     

"Tentu, dari sini ada pantai. Hanya berjarak 20 menit perjalanan."     

"Bagus, kita kesana saja." Jovan langsung berjalan menuju pintu keluar kerjaan. Beberapa bodyguard dan asisten segera bersiap menjaga keamanan mereka  begitu Jovan dan Ella masuk ke dalam mobil.     

Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan.     

Ella ingin bicara tapi entah kenapa bibirnya malah menutup rapat.     

Ella ingin memandangi wajah Jovan. Tapi dia malu kalau sampai ketahuan.     

"Silahkan tuan putri." Ella menoleh saat pintu samping mobilnya terbuka. Ternyata mereka sudah sampai.     

Jovan dan Ella langsung di bawa ke tempat yang paling strategis dari tempat itu. Tentu saja sudah disediakan meja, kursi yang langsung menghadap ke pemandangan laut.     

Selama menikmati pemandangan Ella sesekali berusaha mengajak Jovan bicara. Sayangnya tanggapan Jovan hanya singkat hingga membuat Ella salah tingkah sendiri.     

Setengah jam kemudian mereka hanya menikmati pemandangan dalam keheningan. Hingga akhirnya Jovan menoleh ke arah putri Ella.     

"Ehem, putri Ella."     

Ella menoleh kearah Jovan. "Ada yang bisa saya bantu pangeran?"     

"Tidak, maksudku iya."     

"Apa yang pangeran butuhkan?" tanya Ella lagi. Berusaha menyenangkan dan seberguna mungkin dihadapan pangeran Cavendish.     

"Aku ...." Jovan menunduk, lalu mendesah berat.     

"Putri tahu tidak kalau anda itu sangat cantik," tanya Jovan pada akhirnya.     

"Benarkah? Em ... trima kasih." Ella tersenyum bahagia. Pangeran Jovan menganggapnya cantik. Ini kemajuan.     

"Pasti banyak lelaki yang ingin mendekatimu."     

"Anda terlalu berlebihan pangeran." Ella semakin tersipu dengan bunga bermekaran di hatinya.     

Jovan menggenggam tangan ella dengan lembut. Jantung Ella terasa semakin bergemuruh.     

"Aku minta maaf."     

"Kenapa pangeran minta maaf?" tanya Ella bingung. Ella terlalu bahagia sampai dia tidak menyadari wajah Jovan yang terlihat sedih.     

"Aku ... tidak bisa meneruskan perjodohan ini," ucap Jovan pada akhirnya.     

"Apa?" Ella merasa dia salah dengar. Atau Jovan sedang salah bicara.     

"Aku minta maaf. Benar-benar minta maaf yang sebesar-besarnya. Aku tidak bermaksud memberi harapan palsu kepada kerajaan Inggris. Aku juga tidak berniat mengecewakan dirimu. Ini semua terjadi begitu saja."     

Ella mendengarkan dengan hati mulai resah.     

"Aku ... Aku jatuh cinta."     

"Jatuh cinta pada wanita yang sekarang sudah menjadi istriku."     

"Aku sudah menikah putri."     

Degggg. Ella langsung merasa tertampar dengan keras. Jovan sudah menikah?     

"Aku harap putri memahami posisiku. Aku sudah memiliki istri yang aku cintai bahkan istriku saat ini sedang hamil. Jadi ... mana mungkin aku berpikir untuk menikah lagi."     

Ella langsung melepaskan genggaman tangan Jovan. Tangan yang tadi menggenggamnya sekarang terasa membakar. Dadanya sesak tak terkira.     

Tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari bibirnya. Ella terlalu shok dan kecewa. Semua bayangan dan angan-angan sedari kecil tiba-tiba terhempas begitu saja.     

Penantian puluhan tahun. Apakah hanya  akan berakhir seperti ini? Ditolak dan tersingkirkan.     

"Ella, sekali lagi aku minta maaf. Ini semua bukan salahmu. Tapi kesalahanku yang terlalu egois. Kamu cantik, kamu baik. Aku yakin masih ada banyak lelaki di luar sana yang akan bisa menyayangi dan mencintaimu melebihi aku."     

Tapi tidak ada lelaki yang dicintai Ella melebihi cinta Ella kepada Jovan. Batin Ella ingin menjerit protes.     

"Aku harus pergi sekarang. Aku tidak mau istriku semakin salah faham. Selamat siang." Jovan berdiri lalu beranjak pergi. Meninggalkan Ella begitu saja.     

Air mata yang turun tidak bisa terhindarkan. Ella sedih dan sakit hati. Ella bahkan tidak memperdulikan asistennya yang mungkin saja melihat.     

Ella hanya ingin menangis dan melampiaskan rasa sesak di dadanya.     

Ella tetap duduk di sana sampai berjam-jam kemudian. Otaknya terus berpikir apa kesalahan yang sudah dia lakukan sehingga Jovan tidak menyukainya dan memilih wanita lain. Apa kelebihan wanita itu sehingga Jovan rela membatalkan perjodohan dua kerajaan.     

Berapa kali pun Ella berfikir. Dia tetap tidak mendapatkan solusi.     

Justru semakin dia berpikir hatinya semakin sakit dan sakit.     

Ella terbiasa diistimewakan.     

Ella terbiasa dinomorsatukan.     

Ella terbiasa diperjuangkan.     

Maka, saat Ella dicampakkan dan tidak diinginkan.     

Saat itulah Ella merasa dunianya mulai runtuh.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.