One Night Accident

IMPOTEN 73



IMPOTEN 73

0Enjoy Reading.     
0

***     

Sarah menutup pintu kamarnya. Berjalan kearah balkon yang langsung memperlihatkan kolam renang di bawahnya.     

Sudah sebulan sejak dia menikah dengan Jovan. Dan sekarang dia harus mulai hidup baru di negara yang sejak kecil sudah dia pelajari.     

Makanannya, bahasa, kebiasaan, agama dan status baru yang kini disandang olehnya.     

Sepertinya ini memang hanya pernikahan politik. Buktinya Jovan seperti tidak berminat sama sekali dengannya.     

Sarah tersenyum masam. Lagi-lagi dia kegeeran. Mana mungkin orang yang dulu menolaknya sekarang akan menerima dirinya dengan mudah.     

Percuma juga Sarah khawatir Jovan akan menurut haknya sebagai suami. Tidur saja membelakangi. Dan sekarang Sarah malah tinggal di rumah yang berbeda dengannya.     

Sudah pasti keinginan pihak kerajaan Inggris memiliki keturunan dari Cavendish akan sulit dikabulkan.     

Jovan tidak berminat padanya. Dan Sarah juga tidak berminat menjadi murahan dan merayunya.     

Mungkin ini yang dinamakan saat dua kutub saling tolak menolak. Sampai kapanpun tidak akan bisa disatukan.     

Inikah pernikahan yang diinginkan kerajaan Inggris dan Cavendish.     

Pernikahan yang terjadi hanya untuk simbol penyatuan kerajaan. Sedang yang dinikahkan. Malah seperti orang asing.     

Sarah hanya bisa berkata. Selamat bermimpi jika mengharap anak darinya. Karena menghasilkan keturunan gabungan Inggris dan Cavendish hanya akan menjadi khayalan semata.     

Untung Sarah mengingat perkataan aunty laurance sebelum dia berangkat ke Indonesia.     

'Jangan pernah gunakan hatimu'     

'Apapun yang dilakukan pangeran Cavendish, jangan pernah gunakan hatimu saat bersama mereka. Karena pangeran Cavendish bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa diduga.'     

Kurang lebih seperti itulah pesan auntynya.     

Berbeda dengan mommy dan dadanya yang tidak mengatakan apapun saat dia berangkat ke Indonesia selain ucapan semoga bahagia.     

Bahagia? Kata yang entah kapan Sarah akan merasakannya.     

Walau begitu Sarah tidak mau terlalu menyalahkan orangtuanya. Karena, melihat dari wajah mereka saja. Sarah tahu orangtuanya juga menyesal melakukan ini tapi tidak berdaya untuk mencegahnya. Mereka harus mematuhi keinginan kakek dan Raja yang sekarang berkuasa. Atau mereka juga akan mendapatkan hukuman.     

Seperti Aunty laurance yang ikut disalahkan karena leticia yang kabur bersama kekasihnya sebulan sebelum pernikahan. Walau Aunty laurance yang sampai sekarang percaya bahwa anaknya tidak mungkin pergi begitu saja. Tapi, kelalaian tetap ditindak. Aunty laurance dilarang keluar dari kerajaan Inggris alias jadi tahanan rumah dan juga dilarang menghadiri pesta ataupun jamuan kerajaan Dalam jangka waktu yang belum ditentukan.     

Sebenarnya Sarah juga setengah percaya Leticia kabur. Karena Sarah tahu seperti apa leticia. Dia sangat manis dan sayang dengan keluarga terutama ibunya. Sepertinya mustahil kalau tiba-tiba Leticia pergi begitu saja tanpa memikirkan akibat perbuatannya.     

Mungkin cinta memang membuat hal yang tidak mungkin menjadi nyata. Buktinya Leticia yang manis bisa menghianati keluarganya sendiri. Walau perginya dia sedikit mencurigakan.     

Atau ... Mungkinkah apa yang dikatakan aunty laurance tentang pangeran Cavendish memanglah benar. Mereka itu egois dan bertindak sesuka hati.     

Bagaimana kalau leticia tidak kabur tapi disingkirkan oleh anggota keluarga kerajaan Cavendish?     

Ah ... sepertinya Sarah berpikir terlalu jauh. Semua bukti menyatakan putri Leticia memang pergi dengan kekasihnya. Bahkan Leticia membuat video pengakuan sendiri. Dan video itu jelas asli.     

Leticia pergi dengan kekasih yang bahkan tidak dikenali oleh semua keluarga kerajaan Inggris. Sepertinya sebelum kabur leticia backstreet dengan kekasihnya itu.     

Andai Sarah bisa kabur juga. Ingin sekali dia menjadi orang asing yang tidak dikenal siapapun.     

Memulai hidup baru tanpa bayang-bayang dan tuntutan kerajaan.     

Sarah meringis sendiri.     

Teruslah berkhayal Sarah. Sampai kapanpun kamu tetaplah bagian dari kerajaan Inggris.     

Tidak akan pernah berubah. batinnya sedih.     

***     

"Mirna, Mahesa di mana?" Jovan baru pulang dari Save Security dan tidak mendapati anaknya di manapun. Selama masa cutinya di rumah sakit Cavendish Jovan memang memilih membantu Alxi di SS. Walau tidak full setidaknya Jovan memiliki kegiatan setiap harinya.     

"Tuh ... " Mirna menunjuk ke atas pohon. Di mana Mahesa terlihat nangkring entah mencari apa.     

"Mahesa, kamu ngapain? Mangganya belum musin berbuah, Nak." Jovan mendekati pohon mangga yang dipanjat anaknya.     

Ini siapa yang ngajarin anaknya jadi Tarzan sih? naik pohon sambil gelantungan begitu.     

"Ayah ... si Ino tersesat, makanya Mahesa mau ambil dan kembaliin ke rumah Dava."     

"Ino siapa?" tanya Jovan heran. Perasaan anaknya enggak punya teman namanya Ino deh.     

"Ino itu ular sanca punya Dava. Tadi di pinjam sama Mahesa." Marni yang menjawabnya.     

"WHATTTTT? Ular sanca?" Jovan langsung melihat anaknya yang masih nangkring di pohon.     

"Mahesa turun sekarang juga," perintah Jovan seketika. Ular punya keluarga Alxi kan berbisa semua. Bagaimana kalau anaknya digigit.     

"Sebentar lagi ayah. Mahesa udah Deket sama Ino."     

"Nggak ada Ino atau Oni. Sekarang juga turun." Jovan berkacak pinggang sambil menatap Mahesa tajam.     

Mendengar nada ayahnya yang tegas. Mahesa cemberut dan dengan terpaksa turun dari atas pohon.     

"Ada berapa ular yang kamu bawa?" tanya Jovan pada anaknya begitu Mahesa sudah ada di hadapannya.     

"Cuma satu ayah," ucap Mahesa sambil menunduk. Tahu pasti ayahnya tidak suka binatang melata. Bagaimanapun bentuknya.     

"Bener cuma satu?"     

Mahesa mengangguk.     

Jovan menghembuskan nafas lega. Dia berjongkok dan menyentuh wajah anaknya agar menatap dirinya. "Ingat apa yang ayah katakan?"     

"Tidak boleh membawa binatang berbahaya."     

"Kalau sudah tahu, kenapa tetap dibawa?"     

Mahesa melirik Mirna. Seperti meminta bantuan. Sayang Mirna kini malah menggantikan dirinya memanjat pohon.     

Melihat arah tatapan Mahesa, Jovan ikut mendongak dan langsung melotot.     

"Mirnaaaaa, kamu ngapain?" tanya Jovan ngeri. Saat melihat pengasuh anaknya memanjat pohon pakai rok mini.     

"Ambilin Ino buat Mahesa," ucapnya santai.     

"Nggak usah. Turun kamu, biar Alxi yang ambil nanti."     

Mirna mengangguk dan melompat turun begitu saja.     

"Astagfirullah, Mirna berapa kali aku bilang. Pakai celana panjang saat jaga Mahesa. Biar bisa bebas bergerak. Kenapa pakai rok mini." Untung pas naik tadi dalemannya belum sempat terlihat. Kalau kelihatan kan Jovan dilema. Dilihat dosa gak dilihat menolak rezeki namanya.     

Walau sosisnya udah gak bisa bangun. Tapi Jovan kan masih bisa bedain paha mulus dan dada montok wanita.     

Mantan playboy kan pasti masih kesisa dikitlah rekam jejaknya.     

"Maaf kak, celana Mirna lagi dicuci semua. Makanya hari ini pakai rok."     

"Rok panjang kan ada."     

"Susah gerak kak. Nanti kalau Mahesa lari, Mirna gimana ngejarnya kalau pakai rok panjang."     

Astagaaa, sabar Jov. nggak anak nggak pengasuh kok sama ngeselin ya.     

"Ya udah, kamu keluar gih. Beli celana lagi. Jangan pake rok mini kemana-mana."     

"Uangku udah aku kirimin ke kampung kak. Yang ini kalau buat beli celana, nanti Mirna beli kuota pake apa?"     

"Astagaaa, ya sudah Pakai duitku. Nih, sana beli celana. Sekalian 10 belinya." Jovan mengambil kartu debit miliknya dan menaruh ke tangan Mirna.     

Mirna tersenyum lebar. "Mahesa, yuk," ajak Mirna.     

"Mahesa nggak ikut. Dia masih aku interogasi. Syuh syuh," Jovan mengibaskan tangannya mengusir Mirna seperti saat dia mengusir lalat.     

Mirna langsung pergi dengan langkah girang.     

Mahesa melihat Mirna semakin cemberut. Dia merasa dihianati.     

"Jadi, ayah tanya sekali lagi. Buat apa Mahesa bawa ular ke rumah?" Jovan kembali bersedekap mengintimidasi anaknya.     

"Buat nenek sihir."     

"Nenek sihir? di sini mana ada nenek sihir." Jovan khawatir nih. Di rumah lagi tidak ada Javier. Jangan sampai nenek sihir yang dimaksud Mahesa adalah salah satu dedemit peliharaan Javier yang menghuni rumah ini.     

"Kata Dava, ayah pulang memang tidak bawa ibu tiri. Tapi bawa nenek sihir. Makanya aku pinjam Ino buat ngusir nenek sihir yang ayah bawa."     

Ini anaknya Alxi minta dirukyah ya. Perasaan dari kemarin ngomong aneh-aneh sama Mahesa.     

"Sayang, ayah pulang nggak bawa apa-apa selain oleh-oleh buat Mahesa kemarin. Nggak ada ibu tiri apalagi nenek sihir. Jadi, jangan percaya omongan Dava oke. Dia cuma mau bikin Mahesa takut."     

Kali ini Mahesa yang bersedekap layaknya Jovan. "Dava nggak bohong. Di dekat rumah Justine ada tetangga baru. Katanya ayah yang bawa. Itu pasti nenek sihir kan? Makanya ayah umpetin di sana."     

Jovan berkedip. Itu anak Alxi bocor banget mulutnya. Lagian kok bisa tahu ada tetangga baru dan yang membawa kesana dirinya. Jangan bilang gerombolan krucilnya Alxi sudah melihat Ella.     

"Dava bilang nggak nenek sihir yang ayah bawa wajahnya seperti apa?" tanya Jovan memastikan apakah kelurga Alxi sudah bertemu Ella.     

"Nenek sihir pasti jelek. Makanya ayah sembunyikan di sana. Ayah takut Mahesa lihat kan? Tenang saja ayah walau nenek sihir itu jelek Mahesa tidak akan takut. Kan Mahesa ada Ino yang siap membantu."     

Mengingat ino. Jovan langsung menghubungi Alxi.     

"Alxi suruh anakmu ambil ularnya balik. 10 menit ular itu harus sudah hilang dari rumahku atau aku tembak langsung kepala ularmu."     

Tanpa menunggu sapaan dan Jawaban Alxi. Jovan menutup panggilan telponnya.     

"Ayah mau bunuh Ino? JANGANNNNNNNNNN." Mahesa menarik lengan baju Jovan dengan wajah khawatir.     

"Tidak, Ino akan pulang dijemput yang punya. Jadi Mahesa tidak perlu naik-turun pohon. Oke."     

"Beneran nggak dibunuh kan?"     

"Nggak."     

Mahesa tersenyum dan mengangguk lega.     

"Sekarang Mahesa ikut ayah. Ayah akan kenalkan Mahesa sama tetangga baru kita."     

"Tetangga ayah atau tetangga Justine yang dibicarakan Dava?"     

"Tetangga kita semua. Pokoknya Dia bukan ibu tiri ataupun nenek sihir. Jadi Mahesa tidak perlu membawa benda atau binatang berbahaya yang bisa membuat tetangga ketakutan. Karena, dia wanita dan apa pesan ayah?" tanya Jovan pada anaknya.     

"Wanita harus dilindungi dan dihargai. Tidak boleh jahat pada wanita," ucap Mahesa hafal di luar kepala.     

"Pinter anak ayah." Jovan mengendong Mahesa dan mengacak rambutnya sayang. Seperti biasa jika ayahnya dalam mode gemas begitu Mahesa akan langsung memeluk dan menyungsupkan wajahnya ke leher Jovan.     

Senang karena ayahnya tidak marah karena dia membawa pulang binatang melata.     

Walau ayahnya tidak pernah marah sih, sebenarnya. Sekali Mahesa menangis pasti ayahnya akan panik. Lalu memaafkan semua salahnya dan langsung menuruti semua keinginanya.     

Mahesa tidak apa-apa tidak punya bunda. Karena Mahesa punya ayah yang sempurna. Asal ada ayahnya Mahesa sudah bahagia kok. Beneran deh.     

Jovan masih mengelus punggung Mahesa sambil berjalan menuju rumah yang menjadi kediaman Ella.     

Jovan Paling suka kalau Mahesa bermanja-manja dengan dirinya seperti ini.     

Jovan jadi merasa berguna dan bisa melindungi titipan Zahra.     

Jovan melangkah dengan pelan. Mau tidak mau, Sepertinya hal ini memang tidak terhindarkan. Jovan harus mengenakan Mahesa dengan Ella.     

Berharap mereka bisa menerima satu sama lain. Bukan sebagai ibu dan anak. Cukup sebagai tetangga saja.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.