One Night Accident

IMPOTEN 75



IMPOTEN 75

0Enjoy Reading.     
0

***     

Ella sedang membaca buku di balkon kamarnya saat ponselnya berdering.     

Mommy calling.     

"Selamat siang, Mom."     

"Oh, disana sudah siang ya, Bagaimana kabarmu?"     

"Baik, Mom dan Daddy baik-baik saja kan?"     

"Kami semua baik, apa pangeran Jovan memperlakukanmu dengan baik?"     

"Tentu saja, pangeran Jovan dan semua keluarganya baik kok," Ella sedikit berbohong karena tidak mau membuat ibunya khawatir.     

Ella berbohong bukan karena Jovan jahat padanya tapi lebih ke cuek dan menganggap Ella tidak ada. Ella juga baru satu kali bertemu dengan tetangga yang lain yang katanya masih saudara Jovan. Tapi, hanya pertemuan formal. Seperti basa-basi bahwa ada orang yang tinggal disini.     

"Syukurlah kalau begitu. Jadi, kapan kabar bahagia itu akan menghampiri kami."     

"Kabar bahagia?" Ella tidak mengerti.     

"Sayang, kamu sudah menikah. Masak tidak tahu maksud ibu? Kami sekeluarga terutama yang mulia Raja sangat ingin segera mendapat pewaris dari kalian. Jagan ditunda-tunda lagi. Semua yang disini sangat menantikannya."     

Oh ... Ella mengerti. Maksudnya adalah, keluarga terutama Raja Inggris memerintahkan dia untuk segera hamil.     

Bagaimana Ella bisa hamil kalau dicolek sama Jovan saja tidak pernah.     

"Mom, bukan Ella tidak mau. Tapi, Mom tahu sendiri kan kalau pangeran Jovan sudah memiliki anak. Jadi sepertinya dia ingin menunda dulu sampai beberapa tahun yang akan datang." Ella berusaha memberi alasan.     

"Ella, pangeran Jovan itu suamimu. Kamu bujuk dongk biar mau segera punya anak. Atau kamu tidak perlu melakukan pencegahan tanpa sepengetahuan pangeran Jovan. Mommy mulai bosan ditanya Raja dan Ratu tentang kehamilanmu. Ayolah ini sudah tiga bulan, masak kamu belum hamil sih?"     

Artinya. Raja memerintahkan Daddy dan mommy-nya untuk menyuruh Ella segera hamil. Dan perintah itu mutlak.     

Ella mendesah pasrah. "Baik, Ella akan bujuk pangeran Jovan agar segera memberi kita momongan."     

Terdengar helaan lega diseberang sana.     

"Ibu tahu kamu bisa diandalkan. Segera kabari kami kalau kamu sudah hamil nanti. Mommy sayang padamu."     

"Ella, juga sayang pada Mommy," ucap Ella sebelum suara klik menutup percakapan mereka.     

Ella menaruh ponselnya di meja. Apa yang harus Ella lakukan sekarang?     

Ella terbiasa patuh, Ella terbiasa melakukan perintah Raja Inggris. Jadi, sekarang saat raja memerintahkan dia untuk segera hamil. Ella tahu, mau tidak mau Ella harus segera melakukannya.     

Masalahnya, bagaimana membujuk pangeran Jovan agar menidurinya? Masak Ella harus menggodanya kayak pelacur sih? Ish ... Ella punya pengalaman minim dengan pria. Dan baru dua kali jatuh cinta, pada Jovan dan Kevin. Ella tidak ada keahlian sama sekali menggoda mereka.     

Mungkin sebaiknya Ella bicara jujur pada pangeran Jovan saja. Tapi, apa nanti dia tidak terlihat murahan? meminta disentuh dan dihamili. Kenapa terasa aneh sekali.     

Ella mengambil ponselnya dan dengan rasa cemas menghubungi nomor Jovan. Deringan pertama langsung diangkat.     

"Ella? Ada masalah?"     

"Em ... tidak. Tapi, bolehkah saya menemui Anda. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan."     

"Tidak perlu, aku akan menemuimu pulang kerja nanti."     

"Baik, trima kasih."     

Tidak ada jawaban. Ternyata sambungan sudah terputus. Membuat Ella kembali kecewa. Kelihatan sekali pangeran Jovan tidak ingin sekedar ngobrol atau basa-basi dengannya.     

Pangeran yang tidak sopan. Benar kata aunty Laurance. Pangeran Cavendish itu bertindak sesuka hati.     

:lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard:     

Jovan menaruh ponselnya di meja dan melihat foto istrinya Zahra.     

Dielusnya foto itu dengan sayang. "Zahra, aku tidak tahu harus bagaimana."     

"Kamu dengar sendiri kan? Tadi Ella menelfonku. Pasti dia akan mulai bertanya-tanya tentang hubungan kami."     

"Sudah tiga bulan aku menikahinya. Apa aku berdosa karena tidak menyentuhnya? Tapi, bagaimana aku bisa menyentuhnya kalau aku saja Impoten."     

"Lagipula aku takut. Aku takut jika terlalu dekat dengannya aku bisa jatuh cinta. Dulu aku pernah terpesona padanya dan aku yakin aku bisa terpesona lagi "     

"Selain itu ... Aku khawatir. Aku khawatir jika aku mulai cinta padanya aku akan melupakan keberadaanmu."     

"Padahal aku sudah berjanji tidak akan pernah melupakanmu. Aku sudah berjanji akan selalu menjadikanmu nomor satu di hati dan hidupku. Aku sangat mencintaimu. Jangan biarkan aku menggantikanmu dengan yang lain." Jovan mengambil foto Zahra dan memeluknya erat.     

"Aku kangen sama kamu," ucapnya sambil menutup mata. Berharap bisa menyalurkan sedikit rasa rindunya pada pujaan hati.     

Saat Jovan Mencintai sepenuh hati, tanpa raga yang bisa memiliki.     

***     

Ella duduk dengan kaku, tubuhnya terasa tidak bisa digerakkan. Dia shok dan terkejut.     

Saat sedang asik menulis artikel tentang Indonesia untuk kerajaan Inggris. Tiba-tiba ada suara mendesis disebelahnya. Ternyata ada seekor ular sanca bergerak hanya jarak satu meter darinya.     

"Ularrrrrrrrrrrr," teriak Ella membahana diseluruh rumah.     

Ella melempar laptopnya langsung saking kagetnya. Berlari ketakutan menuju kamarnya, tapi saat akan naik ke tangga di sana ada ular juga. Bahkan ukurannya jauh lebih besar dari pahanya. "A-A-NA-CON-DAAAAAAAAA."     

Bruakkk.     

Ella pingsan seketika.     

Lalu tidak berapa lama kemudian, muncul beberapa krucil yang keluar dari persembunyian.     

"Bagaimana?" tanya seorang bocah pada Mahesa.     

Mahesa tersenyum smirk. "Berhasil."     

Lalu satu persatu bocah-bocah itu keluar. Dava, Deva, Dika, Arthemis, Justine dan Juliete."     

"Astaga, kita membunuhnya," ucap Jastine menunjuk Ella yang sedang pingsan.     

"Dia hanya pingsan, bukan mati." Dava yang paling tua memberi tahu.     

"Iyups, biarkan saja. Siapa suruh bohongi kita semua. Iya kan Mahesa." Kali ini Arthemis yang bicara.     

"Benar, bilangnya cuma tetangga. Ternyata dia benar-benar ibu tiriku. Untung aku belum terlanjur suka padanya." Mahesa bersedekap karena kesal.     

"Wajahnya pucat, tubuhnya dingin. Kalau dia mati. Kita semua akan masuk penjara." ucap Juliete datar sambil menyentuh lengan Ella.     

"Benarkah? Astagaaa, badannya memang dingin." Justine sang kembaran malah panik.     

"Juliete ayo kita pulang saja, aku tidak mau dipenjara." Justine menarik tangan Juliete agar pergi dari tempat kejadian perkara.     

"Dava, bagaimana ini?" Arthemis ikut panik.     

"Dia tidak mati kan?" Mahesa melihat Dava meminta jawaban.     

"Aca, kamu tenang saja ya. Biar Dava dan Mahesa yang mengurus, kamu sama aku ayo pergi." Deva menarik tangan Arthemis dan berlari keluar mengikuti Justin dan Juliete.     

"Hey, kenapa pada kaburrrr." Mahesa cemberut melihat teman-temannya melarikan diri. Tinggal tersisa Dava, Dika yang berusia 3 tahun dan belum mengerti apa-apa, serta dirinya sendiri.     

"Sebaiknya kamu telpon ayahmu. Dia kan dokter, pasti bisa ..."     

"Astagaaaaa, Mahesa. Ini nyonya Inggris kenapa?" Mirna yang tadi dilarang Mahesa masuk rumah Ella langsung menerobos ketika melihat krucil-krucil yang lain pada berlari ke luar rumah.     

"Mbakeee, putri Inggris." Mirna menepuk pipi Ella agar siuman.     

Beberapa saat kemudian Ella mengerjap dan membuka matanya.     

"Kamu siapa?"     

"Mirna mbak, asiatene Mahesa, ingat?" tanya Mirna sambil membantu Ella duduk.     

Ella masih linglung. Ia menatap Mirna, lalu Mahesa dan terakhir Dava.     

"Ularrrrrrrrrrrr."     

Bruakkk.     

Ella kembali pingsan saat melihat Dava yang memegang seekor ular sanca.     

"Lah, pingsang meneh. Mbak, putri. Nyonya Inggris." Mirna berusaha membangunkan Ella. Tapi hasilnya nihil.     

"Mahesa telpon dadymu deh. Gak mau bangun ini. Nanti kalau mati bagaimana?" Mirna memberikan ponselnya pada Mahesa.     

"Emang, lihat ular bisa bikin mati?" tanya Mahesa.     

"Lah, si embak Inggris kan kaget. Kalau kena serangan jantung ya bisa mati," jawab Mirna asal.     

"Mahesaaaaaaaa, cepat telpon dadymu. Suruh obati, aku nggak mau masuk penjara kalau dia mati. Di penjara nggak ada Lego tahu nggak." Dava yang khawatir ikut menakuti Mahesa.     

"Benarkah?" Mahesa seketika ikut khawatir. Lego itu kesukaannya, tidak bisa dia bayangan kalau harus hidup tanpa Lego.     

"Hallo assalamualaikum Daddy, Tante cantik tetangga tapi ternyata ibu tiri pingsan dan nggak mau bangun dari tadi. Cepat pulang dan obati daddy, Mahesa takut dia mati."     

"Whattt?"     

Jovan yang mendapat telpon dari anaknya dengan pernyataan yang ambigu langsung berlari keluar dari rumah sakit Cavendish karena khawatir.     

Mendengar kata kematian adalah ketakutan sendiri baginya.     

Maka dengan kecepatan penuh Jovan mengendarai mobilnya menuju kediaman Ella hingga hanya perlu 10 menit dan ia sudah tiba disana.     

"Apa yang terjadi?" Jovan melotot saat melihat Ella tergeletak di lantai dengan Mirna dan Mahesa yang menunggunya.     

"Pingsan kak, kayaknya takut lihat ular."     

"Ular? ular siapa?" Jovan memeriksa Ella yang ternyata memang hanya pingsan itu.     

"Ular milik Dava," ucap Mahesa.     

Jovan melihat anaknya yang terlihat menunduk tidak berani menatapnya.     

"Dan ... kenapa ular Dava bisa ada di sini?" tanya Jovan pada putranya.     

Mahesa melirik kesamping. Sialnya, Dava dan Dika sudah raib entah kemana. Dasar penghianat semuanya. Awas saja nanti, Mahesa akan balas mereka semua.     

Jovan mendesah saat tidak ada Jawaban dari putranya.     

"Kita akan bicarakan ini nanti, setelah ayah memeriksa Ella. Sekarang Mahesa pulang kerumahnya oke."     

"Iya ayah," ucap Mahesa pelan. Lalu berjalan pulang dengan tubuh lemas. Alamat nggak bakalan dibelikan Lego sebulan ini.     

"Kenapa dibiarkan di lantai?" tanya Jovan pada Mirna.     

Sudah berapa lama ini putri Inggris dibiarkan pingsan di lantai.     

"Aku mau ngangkat nggak kuat kak." Mirna memberi alasan.     

"Di luar bodyguard kan banyak." Jovan tidak habis pikir. Dengan sekali Raup ia mengangkat dan menggendongnya Ella ala bridal style.     

"Hehehehe, lupa kak, nggak kepikiran."     

Jovan mendesah merasakan tingkah baby sitter anaknya itu. Cantik sih cantik, sexy sih sexy tapi lemotnya itu lho bikin darah tinggi.     

Pantas saja dulu hampir diperkosa dua kali. Gampang dikibuli sih.     

"Ambilkan minyak kayu putih," perintah Jovan sambil membawa Ella ke kamarnya.     

Mirna mengacungkan jempol tanda oke dan mencari kotak P3K.     

Jovan merebahkan tubuh Ella dan memeriksanya sekali lagi. Memastikan tidak ada benturan apapun yang mengenai dirinya saat jatuh pingsan tadi.     

Jovan menolak saat Ella menyuruhnya memanggilnya Sarah. Bukan karena terbiasa memanggil Ella.     

Tapi, nama Sarah dan Zahra terlampau mirip Dan Jovan tidak suka kalau setiap memanggil Sarah dia malah teringat Zahra.     

"Kak, ini." Mirna menyerahkan minyak kayu putih ke tangan Jovan.     

"Kamu pulanglah, temani Mahesa."     

"Okee kak." Mirna langsung keluar dari kamar, menyisakan Jovan dan Ella di dalamnya.     

Jovan mengoleskan sedikit minyak ke tangannya dan mendekatkan ke hidung Ella. Tidak berapa lama kemudian Ella mengerjap bangun.     

"Ular, ada ular," ucap Ella belum fokus.     

"Tidak apa-apa, ada aku disini." Jovan mengelus tangan Ella menenangkan.     

Tiba-tiba Ella terduduk dan memeluk Jovan dengan erat.     

Deggg.     

"Aku takut, tadi ada ular, ular besar." Ella mengeratkan pelukannya ketubuh Jovan.     

Justru tubuh Jovan yang kini terdiam kaku. Ada rasa berdesir di tubuhnya.     

Ella tidak menyadari keadaan Jovan, dia malah semakin menyungsupkan wajahnya di leher Jovan. Mencari keamanan dan kenyamanan yang tadi ditawarkan.     

"Ella," Jovan tidak suka ini. Dia tidak mau rasa itu timbul lagi. Rasa ingin memeluk dan menyentuh tubuh wanita.     

Ella mendongak menatap wajah Jovan yang terlihat tegang, bingung dan panik. Entah kenapa Ella malah menyentuh wajah Jovan dan ingin sekali mengecup bibirnya yang bergetar.     

Ella memejamkan matanya, mendekatkan wajahnya dengan Jovan.     

Bruakkk.     

Tubuh Ella terhempas keranjang.     

"Maaf, aku harus pergi." Jovan berdiri dan langsung keluar dari kamar Ella seperti orang dikejar setan.     

Ella kecewa. Tapi Ella lebih malu dengan apa yang baru saja terjadi.     

Ella ditolak lagi.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.