One Night Accident

IMPOTEN 84



IMPOTEN 84

0Enjoy Reading.     
0

***     

Di waktu yang bersamaan.     

"Opaaaaa," teriak Mahesa.     

"Salamnya mana?" Marco mengingatkan cucu Daniel yang paling ganteng itu.     

"Hehe, maaf. Assalamualaikum opa." Mahesa memberi salam dengan riang.     

"Wa'alaikumsalam. Mau nyari Justine ya?" tanya Marco sudah biasa melihat Mahesa pagi-pagi mencari cucunya yang kadang memang menginap di sana.     

Justin memang lengket dengan Joe, sang besan. Tetapi Juliet kembaran dari Justin lebih suka bersama Marco. Jadi biasanya Justin akan mengalah dan mengikuti Juliette menginap di rumahnya.     

"Enggak kok. Mau ketemu opa."     

'Tumben' batin Marco. Pasti ada maunya. Paling ngambek sama ayahnya dan minta dibelikan Lego.     

"Eh, Mahesa ganteng datang." Lizz mencubit pipi Mahesa gemas. Dari semua bocah yang sepantaran dengan Mahesa. Menurut Lizz memang Mahesa yang paling menggemaskan.     

"Assalamualaikum Oma."     

"Wa'alaikumsalam ganteng. Mau ikut sarapan?" Lizz mengusap rambut Mahesa sayang.     

"Mauuuuuuuuuuuuuu, tapi nggak pake brokoli dan sambel." Mahesa melihat sayuran di depannya.     

"Iya, Oma tahu kok." Lizz mengambil piring lain untuk sarapan Mahesa.     

"Jadi, Mahesa kenapa pagi-pagi ke sini kalau bukan nyariin Justin?" tanya Marco kemudian.     

Biasanya Jovan memang lebih memilih anaknya bermain dengan cucunya dari pada bermain dengan anak-anak Alxi yang suka bikin rusuh itu.     

"Mahesa mau curhat, Opa,"ucap Mahesa dengan wajah melas. Seolah memiliki beban hidup yang teramat berat.     

"Curhat tentang apa?" tanya Marco semakin gemas dengan mimik wajahnya yang mirip banget sama Jovan kalau mau modus.     

"Tentang ayah Mahesa. Ternyata ayah itu nakal banget."     

Marco menaikkan sebelah alisnya. "Nakal gimana? Ayahmu nggak mau beliin kamu Lego lagi?"     

"Bukannnnn. Hufttt, ayah itu jahat sama tante cantik mommy tiri."     

"Emang Ella diapain sama ayahmu?" Lizz ikut bertanya. Khawatir Ella benar-benar disakiti oleh Jovan.     

"Tadi pas subuhan. Mahesa mau bangunin Ayah. Tapi ... ayah malah asik  makan dadanya Tante cantik mommy tiri."     

Brusssss.     

Uhukkkk.     

Lizz dan Marco tersedak bersama.     

"Tuh, kan! Opa sama Oma saja kaget. Apalagi aku. Padahal Tante cantik mommy tiri sudah teriak-teriak kesakitan tapi sama ayah tetap dilanjutkan. Kayak pengen banget dimakan habis itu dada. Sampai dadanya merah-merah. Mahesa kan jadi kasihan sama Tante cantik mommy tiri."     

"Terus pas Mahesa tegur, ayah bukan minta maaf malah ngeloyor pergi. Kan jahat banget. Mana Tante cantik mommy tiri sampai kumel bajunya."     

Lizz menutup mulutnya takut tersedak lagi. Marco berdehem tidak tahu harus menjawab apa.     

"Mahesa disini dulu sama Oma Lizz ya. Biar Opa marahin ayah kamu." Marco langsung berdiri.     

"Eh, tapi ... jangan bilang Mahesa yang mengadu ya Opa. Nanti ayah marah sama Mahesa. Terus nggak mau beliin Mahesa Lego lagi." Mahesa memandang Marco memelas.     

"Tenang saja, ayahmu nggak akan marah kok. Opa jamin itu." Marco segera meninggalkan rumahnya dan menuju rumah Ella.     

Marco harus mengkonfirmasi perkataan Mahesa. Kalau memang benar Jovan melakukan adegan yang iya-iya di depan cucunya. Maka, Marco tidak akan segan-segan merukyah Jovan saat itu juga.     

Anak kecil dicemari.     

***     

Plakkk.     

Awwww.     

"Ada apa sih paman? datang-datang main pukul?" Jovan mengusap kepalanya. Dia baru sampai didepan pintu rumahnya, baru kembali dari rumah Javier dan langsung mendapat geplakan dari marco.     

"Karena kamu sudah kasih tontonan yang enggak-enggak ke Mahesa. Masak pagi-pagi cucuku udah ngadu kamu makan dadanya Ella. Bikin orang semeja makan keselek semua," protes Marco pada ponakannya.     

"Mahesa disana? bukannya udah mau jam tujuh ini. Entar terlambat sekolah." Jovan melihat jam tangannya.     

"Enggak usah mengalihkan pembicaraan. Aku lagi nasehati kamu ini. Lain kali kalau mau enak-enak sama istri. Kunci pintu kamar. Bikin otak anak kecil tercemar saja." Marco mengernyit seperti melewatkan sesuatu.     

"Eh ... tunggu dulu. Kamu bisa makan dada Ella. Emang Anumu udah bisa bangun?" tanya Marco baru ngeh.     

Jovan mengusap tengkuknya sambil tersenyum salah tingkah. "Udah sembuh kok," ucap Jovan masih agak malu.     

"Beneran? Al-khamdulillah. Ponakanku nggak jadi impoten." Gimana Marco enggak ikut seneng coba. Dia tahu bagaimana menderitanya Jovan pasca ditinggal Zahra. Cem mayat hidup yang tidak ada arah tujuannya. Untung ada Mahesa yang bisa membuatnya terus bertahan hidup. Kalau enggak, Marco tidak akan kaget Jovan bakal bunuh diri berkali-kali.     

Jovan semakin meringis sambil melihat sekeliling. Khawatir ada yang menguping pembicaraan dirinya dengan pamannya. Kan bahaya kalau ada yang tahu dia pernah impoten.     

"Selamat kalau begitu. Paman ikut senang kamu sudah sembuh. Sebagai tanda syukur bagaimana kalau kamu ajak Ella bulan madu? Soal Mahesa biar aku yang mengurusnya." tawar Marco. Berharap Jovan bisa bahagia seperti dulu.     

Daniel dan Ai selalu memantau Jovan lewat Marco. Dan tentu saja mereka sedih saat mendengar kabar Jovan dan Ella tinggal terpisah. Makanya kalau tahu Jovan sudah mau dekat dengan Ella. Pasti kakak dan semua keluarganya ikut bahagia karena berharap Ella bisa mengobati kegalauan hati Jovan dan Mahesa karena ditinggal oleh Zahra.     

"Tidak usah paman, Jovan dirumah saja. Nanti kalau Ella mau. Pasti Jovan ajak bulan madu kok," lagian Jovan mau test Drive dulu. Beneran bisa nanjak apa tidak.     

"Oke. Kalau begitu biar Mahesa ikut aku. Kebetulan kakek neneknya di Cavendish sudah rindu berat. Jadi ... Silahkan nikmati waktumu bersama Ella. Aku dan Mahesa akan liburan ke Cavendish. Dan tidak ada bantahan." Marco menepuk pundak Jovan seolah memberi semangat.     

"Trima kasih paman. Paman memang luar biasa. Selalu mengerti keinginanku." Jovan makin semangat nih kalau semua mendukungnya.     

"Tapi, jangan lama-lama ya paman. Nanti aku kangen Mahesa."     

"Hemmm." Marco berlalu begitu saja.     

Paling sebulan, batinnya.     

***     

Ella bingung harus memakai baju apa.  Padahal biasanya dia selalu tahu mana pakaian yang menurutnya bisa membuatnya terlihat perfect. Tapi, pagi ini setelah kejadian yang membuatnya memiliki bekas merah di dadanya. lla bingung mau pakai baju yang mana.     

Kebanyakan baju-bajunya memiliki belahan leher yang rendah. Pasti bekas itu akan terlihat. Mau pakai sweeter kok jadi kayak orang sakit. Mau pakai syal, berlebihan sekali. Masa mau pakai kaus biasa sih. Tapi, itu satu-satunya yang bisa menutupi bekas di payudaranya. Mau tidak mau akhirnya Ella mengenakan kaus yang biasa dia kenakan saat bersantai di kamar. Tapi dia memadukannya dengan rok yang pas hingga terkesan sexy. Dia tidak mau terlihat tidak menarik di hadapan Jovan.     

Ella turun dari kamarnya dengan senyum lebar. Tapi, senyum itu hanya bertahan sebentar. Karena begitu memasuki ruang makan, tidak ada siapa pun di sana. Seperti biasa Ella makan sendirian.     

Ella duduk dan memandang sandwich dihadapannya tanpa minat. Percaya diri sekali dia mengharapkan Jovan dan Mahesa akan sarapan bersama dengannya hanya karena sebuah ciuman yang sedikit kebablasan. Lagi-lagi Ella harus terbiasa kecewa.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.