One Night Accident

IMPOTEN 85



IMPOTEN 85

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Ehem. Selamat pagi."     

Ella baru menggit sandwichnya dua kali saat ada suara menginterupsinya. Jovan berdiri di sampingnya tanpa dia sadari. Apa tadi dia melamun?     

"Oh, selamat pagi. Mau sarapan bersama." Ella menaruh sandwich kembali ke piring dan berdiri gugup. Jovan menyapanya sambil tersenyum tulus. Hal yang jarang Ella dapatkan. Biasanya hanya senyum basa-basi atau senyum terpaksa.     

Jovan mengangguk. Tapi, matanya hampir melotot saat menyadari rok yang dipakai Ella terlalu pendek.     

Astagfirullahhaladzim.     

Jovan langsung memasukkan kedua tangannya ke kantong celana dan duduk. Kenapa  tangannya langsung berasa pengen ngelus paha mulus dan masuk ke dalamnya ya? Sabar Jovan sabar. Sarapan dulu, basa-basi dululah. Masak mau langsung ditubruk saja.     

Punya istri menggiurkan banget ya. Mana pakaiannya begitu lagi. Bisa khilap tiap jam ini mah.     

"Mahesa mana?" tanya Ella basa-basi. Karena Jovan hanya diam dan Ella jadi lebih salah tingkah.     

"Udah berangkat sekolah," jawab Jovan santai. Padahal otak playboynya sudah mulai berpikir bagaimana segera membawa Ella masuk ke dalam kamar.     

"Oh, kenapa tidak sarapan dulu?" Sebagai ibu tiri, Ella tidak mau menjadi ibu tiri kejam seperti yang ditakutkan Mahesa. Ella akan berusaha menganggap Mahesa seperti anaknya sendiri.     

"Dia diajak sarapan bersama paman Marco. Dan sepertinya mereka akan ke Cavendish untuk bertemu Mom dan Daddyku. Katanya mereka kangen." Padahal sebenarnya adalah. Marco mengamankan Mahesa karena bapak ibunya akan memproduksi adik untuknya.     

Ella langsung terhempas semakin lemas. Jovan dan Mahesa akan ke Cavendish. Lagi-lagi sepertinya dia akan ditinggalkan sendiri.     

"Kamu sudah selesai?" tanya Jovan melihat Ella tidak menyelesaikan sarapannya.     

"Iya, aku rasa sudah cukup." Ella kehilangan selera makan. Merasa sulit mendekati keluarga Jovan.     

Jika bukan karena Ella sudah tidak mungkin kembali ke Inggris. Ella akan menyerah saja. Tetapi karena Ella akan bersama Jovan untuk waktu yang tidak ditentukan. Ella ingin hidup aman dan nyaman di sini. Namun, sepertinya pihak lain terlalu sulit di dekati.     

Padahal Ella tidak menuntut Jovan mencintai dirinya seperti dia mencintai Zahra. Ella hanya berharap dia sedikit dihargai sebagai istri resminya.     

"Jangan begitu, sarapan yang sehat dan banyak. Aku tidak mau kamu sakit dan bertambah kurus saat tinggal bersamaku." Jovan meletakkan satu potong sandwich lagi keatas piring milik Ella.     

"Dan jangan katakan kamu takut gemuk. Karena menurutku kamu masih perlu menambah berat badan."     

Ella terdiam tidak tahu harus berkata apa. Jovan terlihat manis dan perhatian.     

"Ayo dimakan. Atau mau aku suapi?" Tiba-tiba piring Ella sudah bergeser kehadapan Jovan.     

Dengan santai Jovan memotong sanwich lalu menusuknya dengan garpu dan menyodorkan ke mulut Ella.     

Wajah Ella merona. Mau tidak mau dia membuka mulutnya dan menerima setiap suapan yang diberikan Jovan.     

"Sepertinya mulai hari ini Aku  harus mengawasi pola makanmu. Lihat kamu lebih semangat makan kalau disuapi," ucap Jovan begitu piring Ella sudah kosong.     

Ella sebenarnya merasa sedikit kekenyangan. Tapi, dia tidak berani menolak tiap suapan yang diberikan Jovan. Karena baru kali ini Jovan perhatian dan membuatnya langsung melambung dengan hati semakin berdebar-debar.     

"Sebentar." Jovan mendekat. Mengambil tisu dan mengusap bibir Ella. Padahal tidak ada sisa makanan apapun disana. Biasalah, hanya modus semata.     

Sedangkan Ella jangan ditanya. Pipinya merona dan dia langsung terasa ingin pingsan karena semua perhatian dan sentuhan Jovan.     

"Sepertinya, akan lebih bersih kalau menggunakan yang lain," bisik Jovan mulai mendekatkan wajahnya.     

Ella masih deg-degan. Tapi, begitu tahu apa yang diinginkan Jovan. Dengan suka rela dia menutup matanya. Merasakan lagi kedasyatan ciuman suaminya.     

Jovan mendesis senang saat akhirnya bibirnya menempel lagi di bibir Ella. Kali ini dia ingin menikmatinya dengan pelan, lembut dan penuh penghayatan.     

Jovan menggerakkan bibirnya ke kanan dan ke kiri. Menikmati semua rasa yang tertinggal di bibir Ella. Tangannya mengelus lehernya, turun kelengan dan akhirnya sampai di pinggangnya.     

"Emmpppttt." Ella terkejut dan langsung mengalungkan kedua tangannya ke leher Jovan saat dengan sekali angkat tubuhnya sudah berada di pangkuan Jovan dan kini sedang dicium dengan brutal.     

"Hah, hah ...." Ella terengah-engah begitu Jovan melepaskan ciumannya dan kini berpindah turun keleher dan kembali meninggalkan bekas merah disana.     

"Jovvvvvv." Ella mendongak dan mengerang sembari mencengkram rambut Jovan karena merasakan roknya tersingkap keatas dan ada tangan yang mengelus pahanya hingga berada dikedua pantatnya lalu meremasnya pelan.     

Jovan semakin bernafsu. Apalagi saat merasakan sosisnya mulai bereaksi. Dengan semangat dia kembali mencium bibir Ella dan menggesek-gesekkan miliknya sembari terus mengusap dan meremas paha serta bokong Ella intens.     

Mata Ella sudah sayu akan gairah. Dia pasrah dengan apapun yang dilakukan Jovan pada tubuhnya. Ella hanya mengerang dan terus mendesah merasakan panas diseluruh tubuhnya.     

Brukkkhh.     

Seketika keduanya terdiam kaku. Jovan melepas ciumannya dan menoleh. Disana Mirna berdiri dengan gugup.     

"Mirnaaaaa." Jovan menggeram kesal.     

Mirna meringis. "Maaf kak enggak sengaja. Kalian Lagi pacaran ya? Mirna cuma mau ambil tas Mahesa ketinggalan." Mirna mengacungkan tas sekolah Mahesa.     

"Terus ngapain masih disini?" Jovan mencengkram pinggang Ella agar tidak kemana-mana saat dia berusaha menjauh karena malu lagi-lagi dipergoki orang lain saat bercumbu.     

"Hehheeee. Mirna berangkat dulu kak Jov, mbak Inggris." Mirna langsung berlari meninggalkan Jovan dan Ella sebelum kena semprot lagi.     

Aneh-aneh saja orang pacaran. Kursi banyak yang kosong malah pangku-pangkuan kayak di sinetron saja. Kagak pegel apa ya itu pahanya kak Jov. Mirna kalau naik mobil mangku Mahesa yang kadang tertidur  saja pegel, apalagi mangku segede mbak Inggris. Batin Mirna heran dan segera menyusul Mahesa.     

Ella yang tadi menyungsupkan wajahnya karena malu langsung mendongak begitu merasa Mirna sudah pergi.     

"Mau kemana?" tanya Jovan saat Ella lagi-lagi berusaha turun dari pangkuannya.     

Ella menunduk lagi. Masak iya mereka mau diposisi ini terus. "Aku berat," ucap Ella lirih.     

Bukan menjawab Jovan justru tiba-tiba berdiri dan mengangkat tubuh Ella bersamanya.     

"Jovannnn." Ella memeluk Jovan erat takut terjatuh.     

"Kamu bahkan terlalu ringan. Aku bahkan masih sanggup menggendongmu keliling Monas kok," ucap Jovan sambil berjalan menuju lantai dua dimana kamar Ella berada.     

"Kenapa kita ke atas?" tanya Ella begitu menyadari dia sudah dilantai dua dan sekarang Jovan sedang berusaha membuka pintu kamarnya.     

Jovan masuk dan menutup pintu kamar Ella. Tidak lupa menguncinya lalu berjalan menuju ranjang.     

Jovan menghempaskan Ella keatas ranjang menegakkan tubuhnya dan menatap Ella dengan wajah lapar. Apalagi rok Ella tersingkap hingga memperlihatkan celana dalam berandanya yang terlihat imut.     

Jovan tidak bisa menundanya lagi.     

"Untuk apa? Tentu saja meneruskan yang tadi," ucap Jovan.     

Lalu membuka bajunya dan melemparnya begitu saja.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.