One Night Accident

IMPOTEN 91



IMPOTEN 91

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Selamat siang dokter." Jovan yang berjalan di koridor langsung menoleh melihat perempuan montok di depannya.     

"Siang, apa anda pasien saya?" tanya Jovan bingung. Soalnya pasiennya Jovan kan  bumil semua. Dan ini perempuan tidak terlihat sedang hamil.     

Mana ada hamil perut rata tapi dada membahana seperti mau meletus begitu.     

"Saya Keke, adik dari pasien anda. Kartika yang seminggu lalu periksa di sini," jawabnya sambil tersenyum simpul.     

"Kartika?" Biar Jovan ingat-ingat dulu. Pasiennya kan banyak. Mana ingat dia namanya satu persatu.     

"Yang hamil 6 bulan, kerja sebagai manager Bank."     

"Oh, iya. Ada yang bisa saya bantu?" Siapakah Kartika itu nanti saja  Jovan cari tahu. Sekarang dia masih males mengingat-ingat. Tapi kalau memang ada yang perlu di bahas soal kesehatan pasien Jovan siap membantu.     

"Em ... bisa bicara di ruangan pak dokter saja. Saya tidak enak bicara sambil berdiri."     

"Astagfirullahhaladzim, maaf. Silahkan." Jovan berjalan beriringan dengan Keke.     

"Jadi ibu Keke, apa yang bisa saya bantu?" tanya Jovan begitu sudah duduk di ruangannya.     

"Saya masih Single Dok, jangan dipanggil ibu. Panggil Keke saja, biar lebih akrab."     

"Ehemmm, oke Keke. Ada masalah dengan kandungan kakak anda?"     

"Tidak Dok. Tapi kakak saya bulan ini tidak bisa periksa karena sedang berada diluar kota. Makanya dia minta saya untuk menemui dokter."     

"Katanya suruh minta resep vitamin untuk kakakku dan kandungannya."     

"Oh, baiklah tunggu sebentar ya." Jovan memencet interkom di ruangannya.     

"Sus, tolong bawa data pasienku atas nama Kartika. Sebentar." Jovan memandang keke. " Kakaknya namanya Kartika siapa?"     

"Kartika Setyaningrum."     

"Kartika Setyaningrum sus."     

" ... "     

"Saya tunggu segera." Jovan mematikan interkom nya.     

"Nanti saya akan kasih resep vitaminnya. Tapi, tolong kasih tahu kakak anda juga walau sekarang ada di luar kota sebaiknya tetap memeriksakan kandungannya ke dokter di sana. Agar bisa memantau perkembangan bayi yang dikandung."     

"Tentu Dokter."     

Tok tok.     

"Masuk."     

Seorang perawat yang sudah menjadi asisten dokternya selama dua tahun ini masuk ke ruangan Jovan.     

"Ini data pasien atas nama Kartika Setyaningrum, Dok."     

Jovan menerima datanya. "Trima kasih Sus."     

"Sama-sama Dok." Suster itu langsung keluar lagi begitu mendapat kode dari Jovan.     

Jovan membacanya dan langsung menuliskan resep yang dibutuhkan. "Ini resepnya, yang ini hanya perlu diminum jika kakak anda mengalami demam atau tidak enak badan saja. Selebihnya tidak perlu." Jovan menyerahkan kertas yang berisi resep agar ditebus.     

"Terima kasih Dokter. Maaf merepotkan, bisa antar saya. Saya tidak tahu dimana harus menebusnya. Maklum baru dua kali ke rumah sakit ini."     

"Tentu. Sangat disayangkan kalau wanita secantik anda tersesat di sini. Kecuali tersesat di hatiku. Itu tidak masalah," ucap Jovan tidak bisa mengendalikan mulut manisnya.     

Ayolah, di depannya ada cewek cantik dengan dada super kesukaan Alxi. Walau Jovan cinta Zahra, punya istri Ella. Bolehlah cuci mata dikit.     

Dikit doang, beneran deh. Sumpah.     

"Dokter bisa saja. Trima kasih sebelumnya." Keke berdiri diikuti Jovan.     

Mereka berjalan beriringan disepanjang koridor rumah sakit sambil ngobrol menuju apotek.     

"Kalau butuh bantuan lagi, bisa langsung hubungi saya," ucap Jovan sambil tersenyum 4G.     

"Dokter baik banget sih. Sebagai ucapan terima kasih bagaimana kalau kita makan siang bersama. Itupun kalau Dokter tidak sibuk." Keke menawarkan.     

"Tentu, kebetulan ini memang waktunya makan siang." Toh Jovan sudah bilang sama Ella kalau tidak pulang karena istri Alxi melahirkan.     

"Tapi, di kantin rumah sakit saja tidak masalah kan? Saya khawatir ada pasien dadakan."  Jovan memberi alasan.     

Sebenarnya takut kebablasan dia.     

Kan Jovan udah ada Ella untuk dinikmati.     

"Tidak masalah. Dokter punya waktu saja saya sudah senang." Keke berkata sambil menerima obat yang tadi sudah diresepkan oleh Jovan.     

Jovan mengangguk senang. Mayan eh, bisa penyegaran mata lihat yang semok-semok. Soalnya kelihatan tuh dadanya si keke asli kayak punya Qi. Jovan tidak perlu memegang atau membukanya sudah tahulah. Mana dada asli mana hasil suntikan. Kan udah pengalaman.     

Maaf, bukan Jovan bermaksud nggak bersyukur punya dada Ella. Tapi, bawaan playboy susah hilangnya. Apalagi dada Ella standar. Sedang dada ini cewek berasa bikin ngapa-ngapan.     

"Silahkan." Jovan menarik kursi untuk Keke.     

"Trima kasih." Keke tersanjung. Baru kali ini ketemu dokter muda, baik, manis, romantis dan ganteng lagi.     

"Keke, masih kuliah atau kerja?" tanya Jovan setelah memesankan makanan.     

"Sudah kerja kok. Tapi hanya bagian HRD."     

"Tapi masih kelihatan muda banget. Aku pikir masih kuliah. Awet muda. Cantik lagi." Coba belum punya bini. Embat ini.     

"Pak. Dokter juga ganteng kok. Saya kagum lho. Beruntung banget yang jadi istrinya pak dokter."     

"Aduh, panggil Jovan saja ya. Berasa pedofil saya kalau dipanggil bapak."     

"Nggak apa-apa nih panggil nama saja?"     

"Enggak apa-apa. Aku juga panggil kamu Keke saja. Katanya biar akrab."     

"Jovan bisa saja deh. Nanti istrimu marah lho."     

"Ayahhhhhh."     

Belum sempat Jovan menjawab ada suara anak kecil yang berteriak memanggilnya. Jovan langsung menoleh dan tersenyum lebar.     

"Anak ayah, sini." Jovan menyuruh Mahesa mendekat.     

Mahesa menghampiri Jovan dan memeluknya. Lalu menoleh kearah Keke dengan mengernyitkan dahi. "Tante siapa? bukan calon ibu tiri Mahesa juga kan?"     

"Eh, calon ibu tiri?" Keke menatap Mahesa bingung.     

"Ibunya sudah meninggal." Jovan menjelaskan.     

"Oh, maaf. Aku tidak tahu." Keke merasa tidak enak tapi juga semakin penasaran. Jadi, ini dokter duda dongk. Ya ampun beruntung banget dia bisa ketemu cogan disini.     

"Tante semok, dadamu besar sekali. Boleh Mahesa makan sedikiiiiit saja?" Mahesa masih penasaran rasa dada.     

Uhukkkk.     

Shittt. Kenapa muncul tema ini lagi. batin Jovan.     

"Mahesa?" Jovan menatap anaknya dengan pandangan menegur.     

"Ups, sory Tante semok. Mahesa enggak mau dada. Maksudnya Mahesa cuma mau nanya. Namanya Tante semok siapa? Kalau aku Mahesa zahvano Cohza. Anak ayah Jovan Daniel Cohza. Minggu depan aku berusia enam tahun."     

Keke tersenyum gemas. Bapaknya ganteng, anaknya gemesin. Jadi emak tiri rela dia. Dapet duda nggak masalah kalau begini dapetnya.     

"Mahesa, astaga. Dicariin mbak Inggris, tiba-tiba lari." Mirna menghampiri Mahesa.     

"Maaf, tante Mirna. Soalnya Mahesa lihat Ayah makanya Mahesa kejar."     

Keke menatap Mirna kecewa. Jovan sudah ada pacar lagi ternyata.     

"Keke. Kenalin ini pengasuh Mahesa. Namanya Mirna." Jovan menjawab rasa penasaran Keke.     

Ohhh, cuma pengasuh. Fix keke mau sering-sering ke rumah sakit kalau dapat gebetan dokter kece begini.     

Drrtttt.     

"Maaf sebentar." Keke menerima panggilan telepon dan menjauh.     

"Tante cantik mommy tiri mana?" tanya Mahesa pada Mirna.     

"Astagfirullahhaladzim. Ketinggalan di parkiran." Mirna ingat gara-gara mengejar Mahesa dia meninggalkan Ella begitu saja.     

"Ella kesini?" tanya Jovan.     

"Iya, kak Jov. Katanya mau lihat anak Alxi juga." Mirna memberitahu.     

"Ya sudah, kalian disini saja. Aku jemput Ella di parkiran." Jovan langsung beranjak pergi ke arah parkiran. Tidak tenang mengetahui Ella sendirian. Kalau digodain cowok bagaimana?     

Jovan baru berjalan sekitar 50 meter saat melihat Ella dari jauh.     

Benar saja disampingnya ada Security yang sepertinya membantu menunjukkan jalan.     

Jovan mendidih seketika.     

Bukan karena curiga Ella ganjen sama itu Security.     

Tapi bajunya.     

Bajunya Masya Allah.     

Bisa membuat gay jadi straight seketika.     

Kenapa Ella pakai baju sexy ke rumah sakit?     

Sudah berapa pria yang  ngiler melihat pahanya?     

Sudah berapa lelaki yang mupeng membayangkan belahan dadanya.     

Astagfirullahhaladzim.     

Punya istri kok kerjaannya bikin tegang atas bawah.     

Harusnya Ella dipakaikan gamis saja. Biar enggak kelayapan pakai baju setengah jadi begitu.     

Kalau di kamar Jovan emang suka Ella pakai sexy-sexy tapi kalau keluar  jangan pakai baju sexy juga kali. Jovan kan enggak rela bagi-bagi paha istrinya.     

Mana paha Ella jenjang, mulus tak ada cacatnya. Tuh kan sosisnya jadi  bangun. Ella musti tanggung jawab ini.     

Ella baru mengucapkan terima kasih pada Security yang menunjukkan ruangan Jovan saat tiba-tiba tangannya ditarik dengan kasar.     

"Pulang," ucap Jovan singkat dan langsung menyeretnya menuju parkiran.     

"Jo-jovan?" Ella tertatih-tatih mengikuti langkah Jovan yang cepat.     

Wajah Jovan terlihat kaku dan marah.     

Apa Jovan tidak suka Ella pergi ke rumah sakit tempat dia bekerja.     

"Masuk." Jovan mendorong Ella masuk kedalam mobil dan menjalankannya pulang.     

Ella hanya diam. Harusnya dia memang memberitahu Jovan dahulu kalau mau menemuinya. Bukan asal pergi saja. Kalau Jovan jadi kesal begini siapa yang menanggungnya.     

Jovan mengendarai mobilnya dengan sangat cepat. Hingga tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah. Jovan langsung menarik Ella masuk dan menuju kamar mereka.     

"Maaf," ucap Ella begitu sampai didalam kamar. Lebih baik dia mengalah sebelum Jovan marah dan  menegurnya.     

Jovan menoleh kearah Ella. "Jadi kamu tahu kamu salah?"     

"Iya. Maafkan aku. lain kali aku akan izin kalau mau pergi menyusul mu ke rumah sakit. Please jangan marah." Ella menyentuh lengan Jovan agar tidak marah.     

Entah kenapa melihat Jovan dingin begitu dia jadi sedih dan hatinya terasa sakit. Ella tidak mau membuat Jovan tambah kesal dengan membangkang.     

Jovan menatap Ella sambil menghela nafas kasar. "Bukan soal itu Ella. Aku kesal bukan karena kamu nyusul aku ke rumah sakit. Tapi bajumu. Astagfirullahhaladzim."     

Jovan mengusap wajahnya. "Kenapa kamu keluar pakai baju seperti itu?"     

Ella menatap Jovan bingung. "Ini kan memang baju untuk pergi-pergi. Lagipula biasanya kamu suka aku pakai baju seperti ini. Apa kamu sudah bosan?" Ella menatap Jovan dengan mata berkaca-kaca. Ia semakin khawatir. Apa sebentar lagi dia akan dikembalikan ke Inggris karena sudah tidak diinginkan.     

Jovan berusaha menenangkan dirinya begitu melihat wajah  Ella terlihat pias. "Maaf, aku tidak bermaksud memarahimu." Jovan memeluk Ella sayang.     

"Jangan pakai baju begitu lagi kalau keluar rumah. Aku enggak suka kalau pahamu dilihatin cowok lain. Ini kan paha punyaku." Jovan mengelus paha Ella dan langsung naik dan  meremas pantatnya.     

"Ehhhhh." Ella mendongak kaget merasakan perutnya tertusuk sesuatu yang keras.     

"Ini akibatnya kalau kamu pakai baju begitu. Nyadar enggak sih pahami itu bisa bikin kecelakaan lalu lintas," ucap Jovan serak sambil mengangkat sebelah kaki Ella agar memeluk pahanya. Mengelusnya naik turun dengan lembut.     

"Jo-jovan?" Ella mencengkram baju dokter yang masih dipakai Jovan hingga  kusut. Bibirnya otomatis mendesah karena Jovan sedang menggesekkan milik mereka dari balik baju.     

"Setelah ini kita harus belanja." Jovan mengangkat tubuh Ella lalu melemparnya ke atas ranjang. Dengan cepat dia melepaskan seluruh penutup tubuhnya.     

"Tapi sebelumnya. Kita lihat ukuran tubuhmu dulu," ucap Jovan kini menarik baju Ella dalam sekali hentakan.     

Ella terengah karena kekasaran sikap Jovan. Biasanya suaminya selalu lembut. Kali ini entah kenapa melihat Jovan terlihat kesal tapi terangsang malah membuat Ella ikut semangat.     

Ella sengaja mengeliatkan tubuhnya keatas. Mengundang Jovan agar segera menikmatinya. Benar saja begitu melihat gerakan istrinya Jovan semakin bernafsu. Dalam sekali tarik Jovan melepas celana dalam Ella dan langsung menyerang kewanitaannya.     

Ella selalu suka jika Jovan memainkan kewanitaannya dengan jari apalagi lidah. Hal yang selalu bisa membuat Ella terbang berkali-kali.     

"Ahhhh, Jovannnn." Ella meremas rambut Jovan, menekan wajahnya agar semakin tenggelam diantara kedua pahanya.     

"Ohhh, i'm coming, i'm coming ..." Tubuh Ella mengejan beberapa kali menyemburkan kenikmatan yang diciptakan oleh lidah Jovan.     

Begitu selesai Jovan merangkak keatas dan menyatukan tubuh mereka dalam sekali hujaman.     

Oh ... Ella suka Jovan yang sangat bersemangat. Karena Ella bisa merasakan tiap tusukan sangat dalam dan kuat.     

Ella kualahan, tapi dia menikmatinya dengan sama semangatnya.     

Benar saja tidak membutuhkan waktu lama Ella mencapai puncak lagi dan lagi hingga tubuhnya terasa lemas  tak terkira.     

Baru setelah Ella mencapai puncak yang kelima  kalinya Jovan baru terlihat mencengkram pinggangya kuat dan mengerang keras.     

Jovan  memeluk erat tubuh Ella seolah ingin meremukkannya saat menyemprotkan klimaksnya hingga tuntas.     

Lalu keduanya terhempas lemas di atas ranjang dengan nafas masih memburu.     

"Jadi, apa aku dimaafkan?" tanya Ella memastikan.     

Jovan mengangkat wajahnya, menopang tubuh dengan kedua siku lalu memperhatikan Ella yang jadi kusut karena perbuatannya.     

"Yeah, semua dimaafkan. Asal, kita ulangi proses pengukuran badanmu. Karena Sepertinya aku tadi lupa."     

Jovan lalu menyentuh dada Ella. "34 B, lumayan. Bisa buat mainan," ucap Jovan kini mulutnya ikut aktif.     

Lalu dengan teliti Jovan mengukur centi demi centi ukuran tubuh Ella. Hingga Ella terus mengerang dan menjerit keenakan karena Jovan mengukur tubuhnya bukan hanya dengan tangan. Tapi lidah dan kemaluan ikut bergerak selaras  dengan setiap desahannya.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.