One Night Accident

IMPOTEN 83



IMPOTEN 83

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Jav, sini sebentar." Javier sedang sarapan saat tiba-tiba sudah ditarik Jovan menjauh dan masuk ke kamar terdekat.     

Jean yang melihatnya merasa dejavu. Perasaan dulu waktu mereka masih kecil kalau Javi main sama Jean. Jovan suka main serobot. Ternyata sekarang masih sama saja. Nggak bisa nunggu selesai sarapan apa ya. Dasar kembar.     

"Apa sih Jov. Lagi sarapan main tarik saja," protes Javier.     

"Jav, anuku bangun Jav." Jovan memberitahu.     

"Anu? Anu apa sih? kebiasaan deh, ngomong ambigu."     

"Ck, ini lho. Sosis jumbo, tadi dia bangun." Jovan menunjuk benda diantara pahanya.     

Javi mengernyit. "Kok kempes?"     

"Ish, sekarang udah bobo lagi. Abis aku siram air dingin. Tapi, tadi beneran bangun."     

"Ngapain kamu siram air dingin? kalau bangun biasanya kamu tancep?"     

"Eh, tunggu. Jadi maksudmu. Kamu sudah nggak impoten gitu?" Javier memastikan.     

"Iya, makanya aku kesini. Heran akutuh. Kemarin-kemarin jangankan ciuman, mau sosisku dikocok-kocok juga anteng wae. Lihat cewek nari setriptise juga tetep saja lemes. Kenapa sekarang bisa bangun?" Jovan merasa heran.     

Setelah kematian Zahra. Jovan memang pernah beberapa kali menghibur diri pergi ke club malam seperti zaman masih bujang dulu. Tapi, ternyata sosisnya kembali layu, sama persis saat dihipnotis Jujun dahulu. Bahkan tidak hanya sekali dua kali Jovan disewakan pelacur oleh Javier. Karena Javier memilih Jovan balik jadi playboy lagi dari pada lihat muka galaunya yang  tidak berkesudahan.     

Tapi hasilnya  nol besar. Sosis jumbonya malah asik berhibernasi. Tapi ... kenapa sekarang mau bangun ya?     

"Mungkin, sekarang sosisnya pemilih. Capek dia kamu cemplungin ke sembarang tempat." Javier mengambil kesimpulan.     

"Tapi, aku sudah menikah sama Ella tiga bulan lho, kenapa baru bisa bangun sekarang? Kemarin-kemarin aku lihat Ella masih biasa saja, padahal baju Ella kekurangan bahan semua. Mana sexy banget lagi. Astagaaaa, Jav! baru bayangin Ella saja, sosisku terasa berdenyut mmmppttt."     

Javier membekap mulut Jovan. "Bisa pelan-pelan nggak ngomongnya? kalau ada yang denger kita bahas sosis gimana? dikira homo kita."     

"Habisnya aku bingung Jav. Antara seneng karena si sosis mau bangun sama sedih. Kok aku berasa khianati Zahra ya?" Wajah Jovan langsung mendung mengingat istri pertamanya.     

Javier menepuk pundak Jovan, menghibur. "Ella itu juga istri kamu, sudah sewajarnya kalau kamu juga harus membahagiakan dia. Aku yakin kok Zahra akan mengerti. Zahra itu baik dan pasti akan mengatakan hal yang sama seperti aku jika dia masih hidup. Seorang lelaki yang berpoligami dengan dua istri masih hidup saja wajib adil. Apalagi kamu, yang walau punya dua istri tapi yang satu sudah meninggal. Masa nggak bisa adil?"     

"Tapi, sampai kapanpun sepertinya aku emang nggak bisa adil Jav. Aku belum bisa membahagiakan Zahra, tapi sekarang malah sudah mau bahagia bersama Ella." Jovan semakin sedih dengan waktu yang singkat bersama Zahra.     

"Kamu, bisa adil kok. Kamu bahagiakan Ella sebagai istri. Lalu bahagiakan Mahesa sebagai anakmu dari Zahra. Aku yakin Zahra akan ikut bahagia jika kamu dan Mahesa hidup bahagia."     

"Begitu ya? Beneran Zahra enggak akan menghantuiku kalau aku ena-ena sama Ella?"     

"Enggak bakalan. Kalau perlu nanti aku ngomong sama Zahra. Atau, mau ruhnya Zahra aku panggil biar ceramahin kamu?" Padahal mah mana bisa Javier panggil ruh orang meninggal. Kecuali itu orang baru meninggal 7 hari dimana ruhnya masih bisa berkunjung ke rumah. Atau pas 40 harinya. Selebihnya paling minta tolong teman setannya biar menyerupai Zahra trus bujuk Jovan biar move on.     

Jovan menggeleng takut. "Jangan, nanti aku malah pengen nyusul dia kalau lihat wajahnya lagi."     

"Makanya, percaya sama aku. Zahra tidak akan menyalahkannmu. Yang ada pasti dia dukung kamu untuk menjalankan kewajibanmu sebagai suami."     

"Syukurlah, Kamu emang saudara paling mengerti," Jovan memeluk Javier sayang.     

"Sudah jangan galau. Sosisnya Kan sudah bisa bangun. Jangan kasih kesembarang cewek lagi ya ...? Mendingan sekarang sana samperin  Ella, ajak ngamar. Nanti Mahesa biar aku ajak jalan-jalan," bujuk Javier. Malas melihat Jovan galau melulu. Mungkin ini yang dirasakan Jovan dahulu waktu dia galau soal Jean.     

Jovan melepas pelukan Javier dengan wajah berbinar. "Kamu benar-benar kembaran paling oke. Thanks Jav, aku pulang dulu. Nanti tolong jemput Mahesa dari sekolahnya ya, enggak usah mampir pulang langsung jalan-jalan saja. Soalnya Aku mau jebol perawan putri Inggris dulu."     

Jovan keluar dari kamar dengan ceria. Membuat Jean yang melihatnya heran. Habis ngapain sih mereka?     

"Jovan kenapa?" tanya Jean begitu Javier duduk lagi untuk menyelesaikan sarapannya.     

Javier melihat sekeliling, tidak ada maid yang akan menguping. Aman.     

"Aku pernah cerita soal Jovan yang impoten tidak?" tanya Javier lupa.     

"Yang dihipnotis Junior?"     

Javier mengangguk. "Aku rasa hipnotis Junior ke Jovan belum di upgrade deh. Makanya masih berpengaruh sampai sekarang."     

"Maksudnya." Jean belum paham.     

"Dulu Jovan impoten dan sembuh begitu menikahi Zahra. Lalu Zahra meninggal dan Jovan impoten lagi. Kita semua berpikir itu efek kecelakaan dan kesedihan makanya  Jovan impoten. Tapi, setelah aku pikir-pikir. Ini masih efek pengaruh hipnotis Junior. Jovan hanya bisa ML sama wanita yang sudah menjadi istri sahnya. Seperti paman Marco yang juga hanya bisa bercinta dengan perawan atau istri sah. Bedanya paman Marco masih bisa meniduri perempuan sembarang dengan resiko badannya kesakitan. Sedang Jovan tidak bisa sama sekali alias layu." Javier menjelaskan.     

"Owh, baguslah kalau begitu. Aku jadi tidak perlu wanti-wanti kalau Jovan jadi playboy lagi. Trus pacar-pacarnya mengira kamu pelakunya. Capek aku kalau suruh rebut suami sendiri," ucap Jean males membayangkan.     

"Tenang saja. Dihatiku cuma ada kamu kok. Aku kan cuma setia sama kamu." Javier tersenyum manis.     

"Hemm, gombal. Ketularan Jovan ya? Lagian setia versi cewek sama cowok itu beda. Nih ya aku kasih tahu kamu kalau cewek bilang setia, disuguhi oppa korea juga enggak minat. Dan bahkan bila pasangannya udah meninggal dia akan terus setia tanpa bingung mencari penggantinya."     

"Tapi ... sesetia-setianya cowok. Jangankan yang istrinya udah meninggal. Istri masih hidup saja dia disuguhi yang bening-bening tetap bakal tergoda. Contoh nyata tuh si Jovan. Bilang mau setia kan? tapi sekarang udah nikah sama Ella. Mana sekarang  mau ena-ena juga kan ... begitu sosisnya sudah bisa bangun. Artinya standar setia cewek sama cowok itu beda. Beda jauhhhhhhhh." Jean merentangkan kedua tangannya.     

"Buktinya, 20 tahun Aku setia sama kamu. Enggak pernah tergoda sama cewek lain." Javier membela diri.     

"Trussss, setan yang niru mukaku itu siapa? kamu emang nggak tergoda sama yang bening-bening. Tapi malah terpesona sama lelembut. Sama juga bohong. Kalian kan paling nggak bisa jaga selangkangan.  Jangan-jangan kalau ada orang mirip sama aku, kamu embat juga." Jean memicingkan matanya.     

"Nggak mungkinlah. Soal yg itu iya deh  aku maaf. Kan khilap sayang. Aku mau sama itu setan juga karena saking rindunya sama kamu. Aku juga bayangin dianya sebagai kamu kok. Bagi aku kamu tetep yang paling istimewa dan nomor satu."     

"Gombal. Bisa aja ngerayunya. Sudah selesaikan sarapannya. Katanya mau mulai kerja."     

"Besok saja kerjanya, hari ini kita jalan-jalan bareng Mahesa. Kangen juga aku sama ponakanku satu itu." Javier memang beneran kangen sama Mahesa. Ponakannya satu itu kan memang lucu menggemaskan.     

"Owww, kalau begitu aku mau keatas dulu."     

"Ngapain?" Javier sudah berbinar, mengira sang istri lagi ngajakin.     

"Kamu terusin makan saja, nggak usah ikut. Aku mau beresin bekas kita semalam. Kalau kamu ikut bukan bersih nambah kotor." Jean berdiri dan menuju kamar mereka.     

Menyisakan Javier yang kecewa karena tidak dapat tambahan jatah pagi hari.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.