One Night Accident

IMPOTEN 36.



IMPOTEN 36.

0Enjoy Reading.     
0

***     

Jovan terbangun saat mendengar suara tangisan.     

"Zahra? sayang, kenapa menangis?" Jovan membalik tubuh Zahra  agar menghadap ke arahnya.     

Zahra bukan terdiam Malah semakin menangis sesenggukan.     

"Sayang ... Jangan nangis dong, bilang sama Mas. kamu lagi mikirin apa? Apa yang membuatmu sedih." Jovan menghapus air mata Zahra.     

"Hiks Mas Jovan akan menceraikan hiks hiks Zahra kan?" tanya Zahra sambil meremas bajunya.     

"Hey, Siapa yang mengatakan Mas akan menceraikanmu?" Jovan siaga 1. Curiga ada yang membocorkan rahasianya.     

"Tapi ... tapi, semalam Ratu bilang mas harus hiks menceraikan Zahraaa hikssss huhuhuuu. Pasti sekarang mas lagi ngurus surat cerai kan? huhuuuu." Jovan menarik Zahra ke dalam pelukannya sambil mengelus rambutnya menenangkan.     

"Sayang, Mas kan sudah bilang ... Mas itu cinta banget sama kamu. Jadi, enggak mungkinlah Mas akan menceraikanmu." Jovan mencium dahi Zahra dan semakin merapatkan pelukannya.     

"Tapi ... tapi, Ibu hiks Ratu ...."     

"Stttttttt, Zahra tenang saja ya. Soal Mommy biar Mas Jovan yang bicara. Mas yakin momy tidak sejahat itu memisahkan kita. Momy hanya salah paham sayang."     

"Tapi ... huhuu kalau beneran bagaimana? Huaaa."     

"Sayang, mas enggak akan biarkan itu terjadi. Oke. Mas tidak akan meninggalkan kamu."     

"Benar mas tidak akan menceraikan Zahra?" tanya Zahra penuh keresahan.     

"Iya sayang. Mas janji nggak akan pernah menceraikan kamu. Mas sayang banget sama kamu."     

Zahra mendongak. Menatap wajah suaminya dengan mata dan hidung yang memerah karena menangis.     

"Zahra cinta sama masss." Zahra merangkul leher Jovan dan menyusupkan wajah di lehernya.     

"Iya, mas juga cinta kok sama Zahra. Cinta banget." Jovan kembali mencium dahi Zahra agar semakin tenang.     

"Udah dongk jangan nangis terus. Sholat subuh dulu yuk. Habis itu mas yang bikin sarapan, kamu kan dari semalam pingsan trus malah ketiduran. Jadi enggak sempat makan malam kan? pasti dedek di perut kelaparan," ucap Jovan sambil mengelus perut Zahra.     

Zahra berfikir sejenak. Saking sedihnya dia sampai lupa kalau sedang hamil dan harus memberi asupan gizi pada calon anaknya.     

Zahra melepaskan pelukannya dari Jovan dan duduk di atas ranjang.     

"Mau mandi sekalian?" tanya Jovan iseng. Karena Jovan sudah hafal kebiasaan istrinya yang tidak mau mandi sebelum jam tujuh pagi.     

"Iya.Tapi, mas juga mandi."     

Jovan mengeryit heran. Biasanya kan memang Jovan yang rajin mandi pagi. Atau ini kode ya. Istrinya lagi ingin di mandikan.     

"Mau mas mandiin?"     

Zahra mengangguk.     

Eh ... Seriusssss?     

"Yuk." Jovan langsung semangat. Dia turun dari ranjang dan menggendong istrinya menuju kamar mandi.     

Jovan membuka semua pakaian dirinya dan Zahra dengan semangat. Sedang Zahra hanya menurut saja.     

"Masss, ngapain tangannya ke situ." Zahra menepis tangan Jovan yang mengelus ke arah kedua pahanya.     

"Mandinya cepetan, keburu waktu subuhnya selesai." Zahra mengambil sabun dari tangan Jovan dan menyanbuni badannya cepat.     

Jovan hanya bisa menahan dan mendesis saat jari tangan istrinya meraba seluruh badan nya.     

"Sudah, bilas sendiri," ucap Zahra berbalik dan membilas badannya. Membiarkan Jovan yang Cengo sendiri.     

Sudah? Begitu saja? Terus si sosis yang terlanjur menegang bagaimana?     

Jovan memeluk Zahra dari belakang dan meremas payudaranya dengan gemas.     

"Masss, di suruh buruan. Malah godain Zahra." Zahra melepaskan diri dari Jovan. Dan mengambil handuk karena dia sudah selesai.     

"Zahraaa." Jovan menatap istrinya tersiksa.     

"Zahra tunggu, jangan lama-lama." Setelah mengatakan itu Zahra meninggalkan Jovan di kamar mandi sendiri dalam keadaan frustasi.     

Sabar Jovan sabar. Lagi hamil. Batin Jovan sambil menutup kamar mandi dan menaikkan suhu air sedingin mungkin.     

:lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard::lizard:     

Jovan baru selesai memeriksa ponselnya sambil menunggu Zahra yang katanya mau ganti baju.     

Mereka akan datang ke acara tujuh hari kelahiran anak Alxi, Junior dan Aurora. Di mana semuanya di jadikan satu di kediaman om Marco.     

Sudah setengah Jam Jovan menunggu tapi istrinya tidak kunjung keluar dari kamar. Karena penasaran Jovan akhirnya masuk.     

"Zahra?" Jovan segera menghampiri ranjang di mana Zahra terlihat memejamkan matanya.     

Jovan memeriksa istrinya. Khawatir dia sedang sakit. Tapi, ternyata dia hanya tertidur.     

"Zahra, bangun."     

Zahra mebgeliat dan membuka matanya malas.     

"Ganti baju. Kita mau ke acara tujuh hari kelahiran anak Junior." Jovan menyingkirkan rambut Zahra yang menutupi wajahnya.     

"Tapi, aku ngantuk." Zahra menguap dan kembali memejamkan matanya.     

Jovan melihat jam. Baru jam delapan pagi dan Zahra sudah ngantuk?     

"Zahra, tidurnya nanti lagi ya. Sekarang kita berangkat. Sebelum momyku menyusul kemari."     

Mata Zahra langsung terbuka dan duduk tegak.     

"Masss, Zahra nggak usah ikut ya. Zahra takut. Nanti yang mulia Raja dan Ratu kalau marah lagi bagaimana?" Zahra memeluk lengan Jovan dengan erat.     

Jovan duduk dan menarik Zahra ke pangkuannya.     

"Sebenarnya mas punya cara. Biar momy sama Daddy enggak benci sama kamu. Kamu mau nggak ngelakuin cara apa yang mas minta?"     

Zahra mengangguk. "Zahra mau, asal mas nggak menceraikan Zahra."     

"Tapi ini berat. Mas tidak mau dan sama sekali tidak ingin kamu mengalami ini. Mas ingin kamu bahagia. Kamu percaya kan sama mas?"     

"Iya, Zahra percaya kok. Apa yang mas minta pasti untuk kebaikan kita berdua."     

"Sayang. Kamu baik banget sih. Aku benar-benar sangat beruntung memiliki istri sesempurna dirimu." Jovan mengelus pipi istrinya dan mencium bibirnya dalam.     

"Mas cinta sama kamu. Semoga cara mas, bisa membuatmu juga terlihat sempurna di mata mommy dan Daddy ku." Jovan kembali mengecup bibir Zahra.     

"Zahra akan lakukan apa pun yang mas mau." Zahra merebahkan kepalanya di dada Jovan.     

Tapi detik berlalu hingga menit. Jovan tak kunjung bicara.     

"Mas? Zahra harus apa, biar Raja dan Ratu bisa menerima Zahra?"     

Jovan menatap wajah Zahra sedih. "Mas ... Sudah lupakan saja." Jovan memalingkan wajahnya.     

"Mas? Zahra harus apa?" Zahra menolehkan wajah Jovan agar memandang dirinya.     

"Zahra, ini berat. Mas nggak tega. Tapi, hanya cara ini yang terpikirkan olehku."     

"Apa mas?" Zahra mengalungkan kedua tangannya ke leher Jovan dan menatap Jovan dengan raut wajah menguatkan.     

"Mas rasa. Perjodohan mas dengan putri Inggris akan sulit di batalkan. Tapi ... jika kamu bisa mendekat dan terlihat baik bahkan menjadi menantu idaman dan sempurna di mata mommy dan Daddy. Siapa tahu orangtuaku jadi sayang padamu dan membatalkan pernikahan dengan putri Inggris."     

"Caranya?"     

"Mas mau, kalau mommy tanya padamu. Apa kamu mau di poligami. Katakan saja kamu rela di poligami."     

"Apa?" Zahra langsung turun dari pangkuan Jovan dan berdiri di samping ranjang. "Zahra nggak mau di poligami," ucap Zahra hampir menangis lagi. Hatinya terasa sakit baru membayangkan dia akan di poligami.     

"Iya, mas tahu. Mas juga nggak ada niat sama sekali pengen poligami kamu." Jovan ikut turun dan berdiri di hadapan Zahra.     

Jovan menggenggam tangan Zahra. "Ini cuma cara agar kamu bisa dekat dengan mommy. Kalau kamu mengatakan tidak mau di poligami mas yakin dalam 1x24 jam. Kita akan di suruh bercerai. Kamu mau kita cerai?"     

Zahra langsung menggeleng dan tanpa terasa air mata sudah menetes di pipinya. Dia tidak mau bercerai.     

"Mas tahu ini berat. Tapi, cuma ini satu-satunya jalan biar kita tidak di ceraikan. Kalau mas minta perjodohanku dengan putri Inggris di batalkan langsung pasti kamu yang akan di salahkan. Karena membuat dua kerajaan berseteru. Tapi, kalau kamu mau di poligami. Orang tuaku akan berfikir kamu adalah wanita yang luar biasa. Yang rela di madu demi keamanan dua kerajaan." Jovan menghapus air mata Zahra.     

"Lagi pula perjodohan mas dengan putri Inggris masih lama. Tunggu mas berusia 30 tahun dulu. Sedang mas sekarang masih 25 tahun. Jadi selama waktu itu, kita terutama kamu bisa mendekat ke orangtuaku. Agar mereka sayang dan sadar bahwa kamulah menantu terbaik untuk mereka. Dan agar pihak kerajaan Inggris tahu dengan pelan bahwa tidak ada perjodohan antara aku dan putri Ella." Jovan menarik pinggang Zahra.     

"Kalau perjodohan di batalkan secara mendadak. Pihak Inggris  akan murka. Tapi, kalau pelan-pelan. Mas yakin mereka akan mengerti. Apalagi jika Raja dan Ratu Cavendish sudah sayang dan kagum padamu. Aku yakin, mereka tidak akan tega menyakiti dirimu. Dan membatalkan perjodohanku dengan putri secara otomatis. Karena mereka hanya mau kamu, Zahra istriku yang paling baik dan cantik sebagai menantu mereka." Jovan mengecup dahi Zahra sayang.     

Zahra hanya diam mematung. Dia bingung, Dia galau. Tidak tahu apakah yang di katakan suaminya akan terjadi. Bagaimana kalau gagal?     

"Masssss?" Zahra mendongak, bertanya melalui matanya.     

"Mas tahu. Kamu khawatir gagal. Mas juga khawatir. Tapi, asal kamu tahu. Jika rencana mas gagal. Mas bahkan rela di coret dari keluarga Cavendish. Mas rela di depak dari keluarga Cohza. Asal mas bisa tetap sama kamu." Jovan meyakinkan.     

"Zahra kita coba dulu ya? Kalau belum mencoba, bagaimana kita tahu akan berhasil atau tidak. Setidaknya kita sudah berusaha."     

Zahra kembali menunduk. Benarkah apa yang dia lakukan?     

Jovan kembali memeluk Zahra. "Kalau kamu tidak mau. Mas tidak akan memaksa. Karena ini memang sangat berat. Dan mas pasti akan merasa sakit jika melihatmu menderita."     

Zahra memeluk Jovan balik. Dia tidak boleh egois. Zahra tahu Jovan juga sedang berjuang mempertahankan pernikahan mereka. Dan Zahra akan berusaha membantu. Jika hanya ini caranya, tidak apa-apa. Zahra akan melakukan nya.     

"Demi kita, Zahra akan lakukan mas. Zahra akan melakukan apa pun asal kita tetap bersama."     

Iya.     

Zahra percaya dengan suaminya. Zahra sangat mencintai Jovan. Dan akan melakukan permintaan Jovan agar mereka tidak di pisahkan.     

Zahra akan berjuang demi anak dan suaminya. Demi masa depan mereka.     

"Terima kasih sayang. Mas cinta sama kamu. Cintaaaaaaaaaaaaaa  banget sama kamu." Jovan mencium seluruh wajah Zahra sebelum melumat bibirnya dengan ciuman lembut dan dalam.     

Ah ... Zahra sudah bisa di kendalikan.     

Tinggal mommy-nya yang perlu di pengaruhi. Batin Jovan sambil memeluk Zahra dengan senyum lebar.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.