One Night Accident

IMPOTEN 19



IMPOTEN 19

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Masss, kamu mau ngapain?" Zahra beringsut mundur ketika melihat Jovan membuka bajunya.     

Jovan tidak menjawab. Malah langsung melepas celana jeansnya.     

"Astagfirullahhaladzim, Astagfirullahhaladzim, Astagfirullahaladzim." Zahra langsung menutup wajahnya ngeri saat Jovan hampir melepas celana boxernya. Zahra belum siap lahir batin.     

Jovan membuka tangan Zahra yang menutupi wajahnya. "Kenapa malu? Sebentar lagi kamu bakalan lihat semuanya." Jovan malah menggodanya.     

Zahra semakin menelan ludah dengan susah payah. "Mas Jovan. Bisa nggak kita nglakuin itunya besok saja."     

"Boleh, tapi jangan lupa laknat dari Malaikat ya." Zahra kicep seketika.     

Jovan mendekatkan tubuhnya ke arah Zahra. Mengelus pipinya yang mulai terlihat memerah karena malu. Lalu mencium dahinya lembut.     

Zahra meremas seprai di bawahnya. Jantungnya dag dig dug tak karuan.     

Jovan mengelus lengan Zahra agar lebih rileks. Mendorong tubuhnya pelan agar terlentang dan langsung menjulang di atasnya.     

Jovan mendekatkan wajahnya lagi. Tapi, tangan Zahra mencegahnya.     

"Mas, kita belum sholat sunah malam pertama."     

"Sholat apa? Magrib sudah, isya' juga sudah. Sholat tahajud belum waktunya. Jangan cari alasan kamu." Baru seminggu jadi suami Zahra sholat Jovan genap terus ini. Bagaimana tidak genap kalau diberisikin Zahra kalau tidak sholat-holat.     

"Sholat pengantin baru mas, sebelum em ... sebelum suami istri melakukan itu."     

Jovan mengernyit. "Emang ada?"     

Zahra mengangguk. "Minggir dulu, Aku tunjukin."     

Jovan menyingkir dari atas tubuh Zahra. Sedang Zahra langsung menghampiri kopernya. Dibukanya beberapa buku dan menemukan apa yang dia cari.     

"Ini dikasih bapak. Dan sudah terjemahan. Katanya pengantin baru harus baca dan pelajari kitab ini. Seharusnya sih sebelum menikah. Tapi karena pernikahan kita bisa dibilang terlalu cepat jadi ya baru sempat bapak berikan kepadaku."     

Jovan membaca buku di tangannya.     

Qurrotul Uyun. (Adab berumah tangga/nikah/seks)     

"Eh ... Ini maksudnya apa?"     

"Kata bapak sih, itu kama sutra versi islami."     

Jovan menaikkan sebelah alisnya sambil duduk. Kok dia jadi penasaran ya.     

Akhirnya Jovan membaca lembar demi lembar kitab di tangannya. Sampai selesai.     

Bluk.     

Jovan menutup kitab yang sudah dia baca.     

"Zahra, aku sudah pelajari semua. Waktunya praktek," kata Jovan senang. Lalu menoleh ke arah ranjang.     

Istrinya sudah tertidur lelap.     

"Dek Zahra. Sholat malam pertama yuk." Zahra bergeming.     

Jovan melihat jam di dinding.     

E ... Buset. Sudah jam dua dini hari? Berapa lama dia baca itu buku? Kok nggak berasa.     

"Zahraaa." Zahra hanya mengeliat.     

Yaelah ... Sudah nyenyak dia. Batin Jovan lemes.     

Ah ... gara-gara bapak mertua dan kitab sialannya. Ia gagal lagi malam pertama.     

Jovan menaruh buku itu di meja lalu keluar dari kamar dengan wajah lesu.     

Lebih baik ia tidur di sofa. Dari pada tidur di dekat Zahra. Tersiksa.     

***     

Jovan terbangun saat mencium aroma masakan rumahan yang biasanya hanya dihidangkan oleh tante Lizz. Ia mengeliat malas dan mengintip dari sudut matanya. Di dapur istrinya terlihat sibuk menggoreng sesuatu.     

"Ini jam berapa?" tanya Jovan duduk di sofa masih mengantuk.     

Zahra menoleh mendengar suara Jovan. "Ini masih jam lima pagi kok. Kenapa mas tidur di sofa? Tapi, baguslah kalau mas sudah bangun. Sholat subuh dulu, habis itu sarapan." Zahra kembali berkutat dengan masakannya.     

Jovan mendesah antara kesal dan geregetan. Dia biasa bangun paling cepat jam delapan pagi. Tapi sejak menikah. Setiap jam lima Zahra sudah membangunkannya dengan berbagai cara.     

Jovan mengabaikan Zahra, masuk ke dalam kamar dan malah tidur di ranjang kembali. Namun sayang baru saja Jovan merasa terlelap bahunya diguncang-guncang lagi.     

"Mas, bangun. Sudah subuhan belum?" Zahra semakin mengguncang tubuh Jovan saat ia hanya mengeliat malas.     

"Mas, sudah hampir setengah enam. Sholat dulu mas."     

"Sholatnya kamu wakilin sajalah," gumam Jovan malah menutup tubuhnya dengan selimut.     

"Nggak bisa. Bangun, subuhan dulu." Zahra keukeh.     

Jovan membuka selimutnya kesal. "Iya, ini bangun." Jovan berjalan menuju kamar mandi dan segera megambil wudhu.     

Lebih baik dia sholat dengan kilat agar bisa tidur kembali.     

Jovan baru selesai solat subuh dan menaruh sajadah di atas kursi saat Zahra keluar dari kamar mandi.     

Zahra berjalan ke arah meja rias dengan kikuk karena Jovan yang terus memperhatikannya. Dia duduk dan mengambil sisir, merapikan rambutnya sebelum mengikat jadi satu ke atas dan mencepolnya begitu saja agar lebih mudah saat ditutup dengan hijab.     

Jovan menelan ludah, terasa ingin ngiler. Ia melihat leher Zahra yang terekspose dari belakang.     

Ini gila. Kenapa miliknya bisa terasa cenat cenut hanya gara-gara leher.     

Jovan menghampiri Zahra dengan pelan sehingga Zahra yang sedang memakai handbody tidak menyadarinya.     

Tubuh Zahra langsung menegak dan merinding karena ternyata jari-jari Jovan sedang mengelus leher dan nafasnya terasa di belakang telinganya.     

"Mas, geli ...." Zahra mengeliat dan berusaha menghindari jari Jovan yang seperti menggelitiknya.     

"Kamu wangi." Jovan tidak bisa mengendalikan bibirnya yang tiba-tiba sudah mencium tengkuk Zahra lagi dan lagi.     

Tubuh Zahra semakin kaku. Kedua tangannya mencengkram pinggiran meja rias sebagai pegangan saat Jovan memindahkan ciumannya ke belakang telinga. Terasa ada sensasi aneh di tubuhnya.     

"Zahra." Jovan membalik tubuh Zahra agar menghadap dirinya. Lalu wajahnya mulai mendekat dan mendaratkan ciuman ke bibir Zahra yang terlihat bergetar karena gerogi.     

"Rileks ...." Jovan menarik Zahra agar berdiri. Dengan sekali gerakan Jovan menempelkan tubuh mereka. Mengangkat kedua tangan Zahra agar mengalung di leher dan memperdalam ciumannya.     

Zahra merasa seluruh tubuhnya merinding. Apalagi dibagian perutnya yang tidak nyaman karena ada sesuatu yang keras terasa menusuk-nusuk di sana.     

Jovan melepas ciumannya saat Zahra menjambak rambutnya karena kehabisan nafas. Tapi Jovan tidak berhenti. Ia memindahkan ciumannya ke leher Zahra dan memberikan kissmark di sana sini.     

"Zahraaaaa." Jovan mengerang senang karena Zahra terlihat pasrah di dalam kendalinya.     

"Ayo sholat dulu." Jovan melepaskan ciumannya dan menatap wajah Zahra yang sudah memerah dan terlihat sayu.     

"Sholat apa?" tanya Zahra linglung. Masih speachles dengan apa yang terjadi.     

"Sholat sebelum melakukan itu."     

"Itu ...?"     

Jovan mengecup bibir Zahra gemas. "Sholat sebelum melakukan hubungan suami istri."     

"Apa? maksudmu sekarang?"     

Jovan mengangguk. "Tenang saja aku sudah hafalin Do'anya kok."     

"Ini sudah pagi."     

"Memang ada aturan harus malam hari? mau pagi, siang, sore atau malam. Rasanya bakalan tetap sama nikmatnya kok."     

"Tapi ...."     

"Sudah, jangan alasan lagi. Aku sudah nahan dari semalam ini." Jovan menarik tangan Zahra bermaksud mengajaknya wudhu.     

"Maaf. Tapi aku nggak bisa." Zahra tetap berdiri di tempatnya.     

"Dosa lho nolak suami. Ayolah dek Zahra. Udah berasa nyut-nyutan ini."     

"Aku bukannya mau nolak. Tapi, aku lagi dapet. Baru pagi ini keluarnya." Zahra menatap Jovan dengan wajah tidak enak.     

Jovan berkedip. "Dapet?"     

"Menstruasi mas."     

"Whatttt?"     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.