One Night Accident

EKSTRA PART VII



EKSTRA PART VII

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Bagaimana?" tanya Ai pada Daniel.     

Daniel hanya diam saja tidak berani menjawab pertanyaan istrinya.     

"Marco, bagaimana Jessica? Kalian menemukannya kan?" Ai gantian melihat Marco yang malah memalingkan wajahnya.     

Sudah seminggu lebih putri satu-satunya menghilang. Membuat seluruh keluarga geger dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin Jessica yang ada di rumah Marco bisa menghilang begitu saja. Diculik? Mustahil. Penjagaan di rumah Marco memang terlihat sepi tapi sebenarnya sangatlah ketat dan tidak mungkin penjahat bisa masuk dengan mudah.     

Setelah ditelusuri ternyata Jessica tidak diculik. Tapi memang kabur dengan sengaja atas keinginannya sendiri dan bersembunyi di kursi belakang mobil salah satu bodyguard di sana. Tanpa sadar Jessica terbawa keluar dan entah sekarang ada di mana. Karena bodyguard yang membawanya saat itu keluar untuk mengisi bensin saja dan ketika kembali Jessica sudah tidak ada di bangku belakang.     

Daniel dan Marco langsung melakukan pencarian besar-besaran. Bandara, pelabuhan, pasar dan seluruh pusat Jakarta hingga ke pelosok mereka cari tanpa bersisa.     

Apakah Jessica ditemukan?     

Daniel dan Marco memang berhasil menemukan keberadaan Jessica tetapi mereka tidak berhasil mendapatkan orangnya.     

"Kenapa kalian diam saja. Katakan padaku, di mana Jessica?" tanya Ai dengan dada berdegup kencang khawatir.     

Bukan menjawab Daniel malah memeluk Ai seolah berusaha menghiburnya. "Kita harus kuat."     

"Apa maksudmu?" Ai mendongak menatap suaminya dengan raut takut dan semakin khawatir. Namun daniel hanya menatapnya dengan senyum getir.     

"Jessica baik-baik saja kan? Jessica sudah kamu temukan bukan?" Daniel mengelus wajah Ai sedih dengan air mata sudah mulai bercucuran di wajahnya.     

"Jessica menaiki sebuah kapal."     

"Kemana? Kita susul Jessica sekarang. Apa penculiknya ingin membawanya pergi jauh? Kita harus segera menghentikannya," pinta Ai dan berusaha pergi ingin segera menemukan anaknya.     

Daniel memeluk Ai semakin erat berusaha membuat Ai tidak shok dengan apa yang akan dia katakan.     

"Kapal yang dinaiki Jessica tenggelam. Tidak ada yang selamat, bahkan tidak semua korban bisa ditemukan jenazahnya. Termasuk Jessica."     

"Tidakkkkk, kamu pasti bohong. Tidak mungkin anakku meninggal. Daniel ... katakan padaku bahwa Jessica baik-baik saja." Ai mengguncang-guncang tubuh Daniel tidak terima.     

"Ai ... maaf. Kita terlambat."     

"Enggak, itu tidak mungkin." Ai memukuli tubuh Daniel masih menolak kematian anaknya.     

"Ai ... sabar. Tenangkan dirimu, Jessica benar-benar sudah meninggal." Daniel masih memeluk istrinya dengan erat.     

"Tidak mungkinnnnn." Javier yang mendengar langsung tidak terima. Mana mungkin Jessica meninggal. Itu pasti bohong dan akal-akalan kedua orang tuanya untuk memisahkan dirinya dengan Jean.     

"Javier." Marco berusaha menghibur keponakannya.     

"Jean masih hidup. Dia pasti akan pulang sebentar lagi." Javier menepis ukuran tangan Marco.     

"Javier, ini sudah takdir. Kita harus merelakannya." marco tahu jika mendengar kabar kematian Jessica pasti ada dua orang yang akan histeris. Ai dan Javier.     

"Tidakkkkk. Jean tidak mungkin pergi meninggalkan diriku. Jean sayang padaku. Dia masih hidup, paman harus mencarinya." Javier mengamuk membuat Marco akhirnya menahan tubuhnya.     

"Semuanya salah Mom dan Dad. Jean pergi gara-gara kalian. Aku benci Mommm aku benci Daaaaaaaaaadddd." Javier terus mengamuk hingga akhirnya Marco membawanya masuk ke dalam kamarnya.     

Ai yang masih shok hanya terdiam kaku. Tidak mengatakan apa pun. Hanya air matanya yang turun tanpa bisa dicegah.     

"Tweets, kita harus tabah." Hibur Daniel kembali memeluk Ai yang masih diam saja. Sedetik kemudian Ai merosot turun dan pingsang karena tidak tahan dengan cobaan ini.     

Anak perempuannya meninggal dan sekarang anak lelakinya membenci dirinya.     

***     

Satu bulan kemudian.     

"Apa benar tidak apa-apa?" tanya Ai sambil menatap pintu kamar Javier yang sekarang selalu terlihat tertutup rapat.     

"Tenang saja, dia hanya butuh waktu. Seperti kita." Daniel menenangkan.     

"Biarkan Javier menenangkan diri dulu." Lizz ikut bicara.     

"Benar Ai. Justru jika kalian memaksa Javier kembali tinggal bersama kalian padahal hubungan kalian sedang tidak baik. Aku khawatir Javier akan semakin tidak mau bicara dan menutup diri. Jadi biarkan dia tinggal bersamaku sampai dia bisa menerima semuanya." Marco ikut menenangkan Ai.     

"Baiklah. Aku pasrahkan duo J padamu. Tolong di jaga baik-baik. Katakan aku menyayangi mereka berdua." Ai menatap sendu pintu kamar Javier.     

"Tenang saja, Aku juga sayang Mom kok."     

Ai menoleh dan melihat Jovan di sana.     

Jovan mendekat dan memeluk Mommynya sayang. "Jovan sayang Mom, sayang Dad, sayang semuanya. Javier juga pasti sayang kalian. Javier hanya sedih karena Jean pergi. Aku janji akan menghiburnya agar tidak sedih lagi. Mom tenang saja, saat Mom berkunjung nanti pasti Javier sudah tidak sedih dan akan mengatakan menyayangi Mom dan Dad juga."     

Ai terharu dan mengeratkan pelukannya pada Jovan. "Mom sangat-sangat mencintai kalian."     

"Kami juga mencintaimu Mom," balas Jovan sayang. Tahu pasti bahwa orang tuanya memang menyayangi mereka. Javier hanya shok dan masih belum terima dengan kematian Jean.     

Ai menghapus air matanya. "Mom pergi dulu, Jaga Javier baik-baik ya."     

"Tentu. Semua akan baik-baik saja. Jovan janji akan menemani Javier sampai dia bisa menerima semuanya." Jovan tersenyum. Tidak mau membuat Ibunya yang sudah sedih menjadi semakin sedih.     

Ai tersenyum lalu mengecup kedua pipi Jovan. Menatap pintu kamar Javier sebelum menggandeng lengan Daniel. "Ayo berangkat," ucap Ai langsung di setujui Daniel.     

"Kami berangkat dulu." Marco dan Lizz mengangguk. Jovan melambaikan tangannya tanda perpisahan ketika mobil orang tuanya mulai menjauh.     

Javier berdiri dalam diam. Dia hanya melihat kepergian kedua orang tuanya lewat jendela kamar.     

****     

SELESAI     

BENAR-BENAR TAMAT.     

Terima kasih untuk yang membaca hingga Part ini.     

Tapi jangan pergi dulu ya. Habis ini akan ada bonus cerita dari Petter dan Paul. Akan di publis 3-5 hari dari sekarang. (otor butuh istirahat sejenak) wkwkwk     

Sebagai penulis termatre sejagad webnovel aku tidak lupa promosi.     

Bagi yang penasaran kisah Javier dan Jovan bisa beli pdfnya di geogle play book atau bisa beli versi cetaknya ke .085325620745     

Berikut aku sertakan spoilernya biar pada penasaran.     

Judul : Head Over Hells     

Story : Javier     

Genre : Roman setengah Horor     

Sop iler :     

"Aku mengerti perasaanmu. Sudah jangan takut, jangan sedih. Ada aku yang akan selau melindungimu." Bayu mengelus rambut Olive dengan sayang.     

Javier memalingkan wajahnya. Seperti ada yang menyumbat tenggorokannya hingga dadanya terasa sesak.     

"Aku keluar sebentar." Javier tidak tahan dan memilih keluar dari rumah Olive.     

"Javier tunggu." Bayu mencegahnya.     

"Olive kamu ke kamar saja ya istirahat. Aku mau bicara sebentar sama Javier." Olive mengusap air matanya.     

"Bicara apa?" Olive penasaran.     

"Nanti aku beritahu. Sekarang istirahatlah." Bayu mencium kening Olive sebentar lalu berjalan menghampiri Javier.     

"Aku ingin bicara hanya berdua denganmu," ucap Bayu.     

Javier mengangguk. "Kita ke rumahku saja."     

Lalu keduanya menuju rumah Javier.     

"Ada apa?" tanya Javier kaku. Mereka kini sudah duduk di ruang tamunya.     

"Kamu tahu sendirilah aku dan Olive sudah lama pacaran."     

Javier merasa apa yang akan dikatakan Bayu bukan hal yang baik baginya.     

"Sebelumnya aku sudah pernah melamar Olive pada ibu Asih. Tapi ... aku rasa karena Olive sekarang punya kakak lelaki. Aku bermaksud meminta restumu dan melamar Olive kembali."     

"Meminta restu?" Javier tahu saat ini akan tiba. Tetapi tetap saja kenapa terasa menyakitkan. Dia ingin Jeannya bahagia tapi kenapa harus hatinya yang menjadi korban.     

"Iya, aku bermaksud menikahi Olive. Sesegera mungkin. Kalau perlu bulan ini juga." Bayu memberitahu.     

"Bulan ini?" Ini terlalu cepat. Javier tidak yakin sanggup melihatnya.     

"Kenapa? Bukankah sebelumnya kamu dan keluargamu ingin Olive mengumpulkan uang sebagai syarat menikah denganmu? kenapa sekarang ingin segera menikahinya. Bagaimana kalau Olive tidak memiliki uang yang kalian inginkan?" Javier berharap ada penundaan.     

"Aku akui selama ini aku bodoh karena membuat Olive menunggu semakin lama. Aku baru sadar bahwa uang bisa kami cari bersama-sama. Apalagi semakin lama aku tahu kalau hidup Olive sangatlah berat. Apalagi setelah kejadian ini mataku semakin terbuka lebar. Aku mencintai Olive dan tidak sanggup melihat dia kesusahan terus menerus." Bayu menghela napas.     

"Aku tidak bisa tanpa Olive. Jadi kalau sampai Olive menderita aku juga akan merasa menderita. Makanya aku ingin segera menikahinya agar kita bisa saling berbagi suka maupun duka bersama. Bukan Olive yang menanggung semuanya sendirian." Bayu menatap Javier serius.     

Javier tidak mau mendengar itu. Karena setiap ucapan Bayu adalah gambaran perasaanya pada Olive.     

Javier mencintai Olive sepenuh hati.     

Bahagiamu adalah bahagiaku.     

Rasa sedihmu adalah deritaku.     

Tawamu adalah surgaku.     

Walau bahagiamu tercipta dari lukaku.     

Bahagiamu akan tetap menjadi bahagiaku.     

Kalau bahagia olive adalah bahagia Javier maka ...!     

"Kalau begitu. Menikahlah dengan Olive dan bahagiakan dia," ucap Javier dengan suara retakan di hatinya. Mungkin kini benar-benar hancur berkeping-keping.     

Javier sadar mungkin ini memang sudah saatnya Javier mundur teratur. Bukan karena Javier sudah tidak mencintai Olive. Bukan karena Javier sudah tidak menyayangi Olive. Bukan juga karena tidak peduli pada Olive.     

Akan tetapi ... Javier tahu. Ada Bayu yang lebih dicintai oleh Olive. Ada Bayu yang lebih disayangi oleh Olive. Ada Bayu yang akan selalu menjadi yang utama bagi Olive.     

Javier hanylah kakak dan saudara bagi Olive.     

Tidak mungkin bisa lebih.     

Bahagiamu adalah bahagiaku.     

***     

Judul : Impoten Book 1     

Story : Jovan     

Genre : Roman seperempat Religi     

Sup ileer :     

"Astagfirullahaladzimmm." Eko seperti ditabrak truk tronton saat masuk apartemen. Mendapati anaknya yang telanjang bulat dan berteriak histeris. Sedang di atas tubuhnya ada cowok yang memeluk dirinya dengan paksa.     

"Asuuuu, jangan sentuh Zahraku," Eko menarik Jovan dan langsung memukulnya membabi buta.     

Anisa menghampiri anaknya yang masih menangis ketakutan itu, dia segera membawa Zahra ke kamar untuk menutupi tubuhnya.     

"Stoopp, Om. Stop dulu Om." Jovan berusaha menghindar dari serangan Eko. Aduh ia mau nolongin kenapa malah ia yang digebukin.     

"Berani koe mau perkosa anakku ya."     

"Bukan Om, bukan aku, Om salah paham." Jovan terus mengelak tapi tetap saja ada beberapa yang mengenai tubuhnya.     

Sialan Junior, dia yang enak, Jovan yang eneg.     

"Apa apaan ini?" Jovan mendesah lega saat mendengar suara Marco, unclenya pasti akan mempercayainya.     

"Iki bocah sudah berani memperkosa anakku."     

"Jovan memperkosa Zahra?" tanya Marco terkejut.     

Jovan yang agak bonyok hanya bisa meringis, ternyata pak Eko punya tenaga tawuran juga.     

"Bukan Om."     

"Bukan opo? Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, anakku telanjang bulet, nangis-nangis, meronta minta di lepaskan tapi kamu malah tindihin."     

Marco menganga shokk.     

"Jovan, jelaskan."     

Jovan berusaha tenang.     

"Ckk, wes jelas, aku masih sehat, mataku masih waras, masih bisa melihat apa yang tadi koe lakukan pada anakku," ucap Eko berapi-api.     

"Koe nggak percaya sama aku?" tanya Eko pada Marco.     

"Percaya Eko."     

"Ommm, dengerin Jovan dulu Om."     

"Diem kamu," bentak Eko.     

"Kamu nggak yakin sama aku," tanya Eko pada Marco.     

"Anisahhh." Anisah langsung keluar dari kamar Zahra.     

"Apa yang tadi di lakuin bocah ini?"     

"Dia merkosa Zahra Marco, Zahra masih ketakutan di dalam. Pokoknya kali ini keponakanmu benar-benar keterlaluan," ucap Anisah dengan wajah sedih dan langsung kembali ke kamar menemani anaknya.     

"Astajimmm, apa lagi ini." Marco makin puyeng.     

"Om beneran Om, kalian salah paham." Jovan benar-benar merasa kesal, Junior yang bikin ulah dia yang kena imbasnya.     

"Salah paham opo, aku belum buta, pokoknya kamu musti tanggung jawab."     

"Tanggung jawab, aku nggak ngapa-ngapain Om?" protes Jovan.     

"Nggak ngapa-ngapain tapi anakku telanjang?"     

"Tapi yang nelanjangin bukan aku." Jovan tidak mau di salahkan pokoknya.     

"JOVAN DIAM," bentak Marco.     

Jovan hanya memalingkan wajahnya, lalu duduk di sofa dengan muka bonyok tapi tetap songong, iyalah ia nggak salah.     

"Baiklah, jadi kamu maunya apa?" tanya Marco pada Eko.     

"Ya dia harus tanggung jawab, nikahin Zahra."     

"WHATTTTTTTT ...???????" kayaknya kuping Jovan salah dengar.     

"Eh, gue nggak ngapa-ngapain." Bodo amatlah loe gue sama orang yang lebih tua, Jovan sudah terlanjur ikut emosi.     

Enak saja minta tanggung jawab, mending kalau si Zahra cantik, body semlohay macam Queen, mungkin bakalan Jovan pertimbangkan.     

Orang Zahra cantik juga standar, body juga standar, minta di nikahin.     

Sory ya, Jovan masih ada Putri Inggris yang menanti dirinya.     

Marco memijit pelipisnya pusing, Eko memandang Jovan seperti ingin menelannya, sedang Jovan diam cuek.     

"Ada apa?" Jovan menoleh saat mendengar suara Junior.     

"Nah, ini tersangkanya sudah nongol." tunjuk Jovan pada Junior.     

Jovan menarik nafas, dia harus tenang dan menjelaskan dengan terperinci. "Jadi gini Om, tadi yang mau perkosa Zahra itu bukan saya tapi Junior, saya sama Javier justru nolongin kalau nggak percaya Javier saksinya, iyakan?" Jovan memandang saudara kembarnya meminta dukungan.     

"Apa ini semacam persekongkolan?" tanya Junior sebelum Javier membuka mulut, semua orang memandangnya bingung. Jovan apalagi.     

"Kenapa? apa karena aku menolak perjodohan dengan Zahra, maka sekarang aku mau dijebak dan dituduh memperkosanya?" Junior menatap semuanya santai.     

Jovan langsung berdiri, ini adik sepupu kurang ajar lama-lama. "Eh, sudah jelas tadi loe yang mau perkosa Zahra, kenapa sekarang gue yang harus kena imbasnya, tanggung jawab loe." Jovan benar-benar sudah emosi.     

"Apa kamu sekarang menjadi antek mereka, sampai ikutan mau menjebakku?"     

Ini Jujun ngomong apaan sih? batin Jovan semakin tidak mengerti arah pembicaraan Junior.     

"Eh, brengsek, bukan gue tapi loe yang jebak gue," Jovan emosi dan meringsek maju bermaksud memukul Junior, tapi malah ditahan oleh Javier.     

"Bukankah apartemen ini ada CCTV, kalau memang aku melakukan itu pasti ada rekamannya kan?"     

"Ah, benar juga." Marco segera menyuruh anak buahnya mengirimkan rekaman CCTV apartemen di tempat tinggal Zahra 2 jam terakhir.     

"Gue yang lihat." Jovan merebut ponsel Marco, Jovan bakalan buktiin dia nggak bersalah.     

"Lihat bareng saja." ucap Eko mengambil laptop Zahra.     

lalu rekaman CCTV di perlihatkan, di mana keluarga pak Eko keluar bersama ke mini market, lalu Zahra pulang sendirian, dan Jovan menyusul masuk tidak lama setelahnya.     

Anehnya dalam rekaman itu tidak ada sama sekali Javier atau pun Junior.     

Hanya ada Jovan.     

Jovan menganga tidak percaya, bagaimana bisa? "Ini enggak mungkin, gue di jebak, pasti ada yang mensabotase rekaman ini."     

"Loe ...." Jovan meringsek ingin menghajar Junior lagi, kali ini dicegah oleh Marco.     

"Wes jelas, kamu yang mau perkosa anak saya, tapi enggak mau ngaku, kalau kamu enggak mau tanggung jawab enggak apa-apa, saya bisa bawa kasus ini ke pengadilan."     

"Silahkan saja aku enggak takut, aku nggak ngapa-ngapain Zahra, suruh keluar Zahranya biar dia yang ngomong." dipikir dia siapa berani ngancem pangeran Cavendish.     

"Biar aku panggil Zahra." Junior masuk ke kamar Zahra, lalu Zahra keluar bersama Anisa dengan wajah menunduk takut.     

"Zahra bilang sama semuanya, siapa yang mau perkosa kamu?" Jovan langsung bertanya, dia ingin ini segera clear. ia ada kencan dengan Anita, eh sinta, Rista, Bella atau Eka, ah bodo, pokoknya Jovan ingin segera pergi dan bertemu pacarnya entah yang keberapa.     

"Zahra, enggak usah takut, ada om Marco, ada ayah, ada ibu, katakan siapa yang mau memperkosamu tadi hmmm?" Marco menenangkan Zahra.     

"Ya ... yang tadi, Ju ..."     

"Yang jelas Zahra." ucap Junior dingin.     

Zahra langsung gemetaran. "J ... Jovan Om."     

"WHATTTTTTT????" Jovan menganga tidak percaya.     

Ini bukan april mop kan? kenapa seolah-olah mereka bersekongkol menjebaknya.     

"Nah, sudah jelas, kamu mau alasan apa lagi." Eko memandang Jovan emosi.     

"Tapi, tapi ... Javier ...." Jovan tidak percaya ini, ia memandang kembarannya meminta pertolongan, tapi Javier hanya memberinya wajah sedih.     

"Jovan slow, kita bicarakan baik-baik." Javier menenangkan.     

Bagaimana slow kalau kenyataannya ia di tuduh merkosa anak orang.     

Jovan itu laris manis, tak perlu pakai acara kosa memperkosa cewek pada ngangkang sendiri di ranjangnya.     

"Sudah enggak usah mengelak, kamu mau pakai cara kekeluargaan atau pakai cara kepolisian?" tanya Eko.     

"Aku enggak mau pokoknya, sampai kapan pun aku enggak akan menikahi Zahra. Aku nggak salah. Aku enggak ngapa - ngapain dia, sumpah demi Tuhan aku enggak ada merkosa Zahra." Jovan bodo amat, mau sampai polisi, meja hijau meja kuning atau meja biliard juga dia jabanin.     

"Berani bawa nama Tuhan kamu ya, tak sumpahin impoten kamu kalau nggak mau tanggung jawab, tak sumpahin burungmu nggak akan bisa bangun selain sama Zahra." ucap Eko emosi.     

"Silahkan, aku enggak salah, kutukan Om enggak akan mempan, dan sekali lagi aku enggak akan pernah menikahi Zahra, aku sudah punya calon istri, lebih cantik, sexy, bukan perempuan sembarangan, bukan kelas rendahan, calonku itu dari kalangan bangsawan, putri inggris tahu enggak," ucap Jovan semakin emosi.     

"Oke, dengerin baik-baik, mulai hari ini aku kutuk kamu." Eko memandang Jovan penuh dendam kesumat.     

"Kamu bakal IMPOTEN."     

JDARRRRRRRRRR.     

***     

Penasaran ya.     

Wkwkwkwk     

Kuy kepoin di geogle play book.     

Untuk Ashoka saat ini masih on going di Wattpat.     

Judul : As Obsesion     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.