One Night Accident

CAMPING



CAMPING

0Enjoy Reading     
0

***     

"Tada ... selesai!" teriak Marco memperlihatkan pondok dadakan bikinannya.     

"Keren!" teriak Javier dan Jovan bersamaan.     

"Sudah paman bilang, kita tidak perlu membawa tenda. Pamanmu ini bisa membangun gubuk dalam sekejap," kata Marco bangga pada dirinya sendiri.     

"5 jam, bukan sekejap." Junior mengingatkan.     

"5 jam itu sebentar Junior." Javier membela Marco.     

"Paman juga tidak membutuhkan paku untuk membangunnya, itu kan hebat." Jovan menambahkan.     

"Buang-buang waktu," kata Junior berbalik masuk ke tendanya. Bagi Junior jika sudah ada tenda yang bisa didirikan dalam 15 menit untuk apa membangun pondok yang membutuhkan waktu 5 jam? Itukan pemborosan waktu namanya.     

"Paman!"     

"Hm ...!"     

"Tante Lizz waktu hamil ngidam apa sih? Junior gitu amat ya?" Javier menatap ke arah tenda milik Junior.     

"Iya ... aku saja lihat paman bisa bangun pondok seperti ini sudah merasa ini keren dan hebat. Kenapa dia tidak menghargai usaha paman sama sekali. Dulu waktu tante LIzz hamil kurang piknik ya, kok Junior nggak ada jiwa petualangan sama sekali sih," ucap Jovan dan diangguki Javier.     

"Bukan, justru keyaknya kebanyakan piknik deh, makanya pas brojol sudah kekenyangan dan nggak selera buat piknik lagi," balas Marco mengutarakan pendapatnya. Ya kan ... selama Lizz hamilo Marco sering mengajak istrinya jalan-jalan ke berbagai tempat agar senang.     

"Semuanya ... makan siang dulu!" teriak Ai dari kejauhan.     

"Oke boy, ayo makan dulu, jangan sampai sepatu emakmu melayang di wajahku." Marco mendorong dua ponakannya sebelum masuk tenda memanggil Junior.     

"Tante kecil kenapa?" tanya Lizz yang tidak nyaman melihat Xia cemberut terus sedari tadi.     

"Kenapa di sini tidak ada sinyal? Aku kan belum bilang sama Om kalau pergi camping," ucap Xia resah sambil mengangkat ponselnya tinggi-tinggi berharap mendapat jaringan dan bisa menghubungi suaminya yang biasanya selalu mendapat laporan lengkap kemana saja Xia seharian ini.     

"Di sini memang tidak ada towernya, kan ini pegunungan. Selain itu jarak dari pemukiman juga sangat jauh. Jadi wajar kalau tidak ada sinyal," terang Marco menjelaskan.     

"Mommy ... kita kan bawa pengawal, lagian Marco pasti tadi sudah titip pesan kok kalau kita camping di sini. Tenang saja kalau Daddy memang sayang sama Mommy dia pasti akan menyusul. tapi ... kalau Daddy tidak menyusul berarti Daddy lagi macem-macem sama cewek lain. Mending nanti Mommy hukum Daddy saja jangan oleh masuk kamar dan Alxi bakal temenin Mommy tidur setiap malam biar enggak diganggu sama Dadddy," ucap Alxi menenangkan mommynya sekaligus mencoba mencari kesempatan agar bisa tidur di kamar Mommynya terus menerus.     

"Iya tante kecil tenang saja, semua beres ... Kalau uncle Pete tahu tante di sini pasti uncle nanti segera menyusul. Lizz yakin dengan itu," kata Lizz ikut berusaha menenangkan.     

"Mom ... suapin dong!" Alxi mengedip manja, kapan lagi bisa manja-manja sama Mommynya. Soalnya kalau ada Daddynya paling dia sudah kena usir atau dilempar menjauh.     

Xia tersenyum dan menyuapi Alxi dengan senang. Selalu menuruti keinginan Alxi karena dia anak satu-satunya.     

"Papa, Aku mau jalan-jalan," kata Junior berpamitan setelah selesai makan.     

"Ngapain?" tanya Marco.     

"Lihat-lihat pemandangan sekitar."     

"Nggak mau bareng sama yang lain saja?" Marco menawarkan.     

"Nggak usah, papa makan saja, Junior sama yang lain." Junior menunjuk pengawalnya.     

"Baiklah ... tapi Jangan jauh-jauh ya!" teriak Marco saat Junior dan seorang pengawal mulai beranjak menjauh.     

"Paman kami juga boleh melihat-lihat hutan kan?" tanya Javier.     

"He em, jangan lupa bawa kompas ya." Marco mengingatkan.     

"Ini." Jovan menunjuk jam tangannya yang ada gpsnya.     

"Itu tidak berfungsi Jovan, di sini kan tidak ada sinyal," kata Javier menjelaskan.     

"Ya sudah aku ambil kompas di ransel dulu," ucap Jovan masuk ke dalam pondok buatan Marco tadi.     

"Hati-hati ya. Jangan terlalu lama, ingat satu jam harus sudah kembali semuanya," ujar Marco pada semua yang pergi lalu kembali menemani Lizz makan siang.     

"Mommy ... mancing yuk, tadi Alxi lihat ada sungai di sana." Tunjuk Alxi ke arah selatan di mana memang tadi mereka mendengar suara riak air ketika berjalan.     

"Kita kan tidak bawa pancing, Sayang," kata Xia pada Alxi.     

"Ya sudah kita main air saja. Atau berenang kalau airnya bersih." Alxi sedang mode memiliki Mommynya untuk dirinya sendiri tanpa sang Daddy yang mengganggu.     

"Aku ikut dong!" Ai berdiri menyusul Xia, tentu saja dengan 10 pengawal menyertainya.     

Daniel benar-benar lebay kalau soal Ai. Di saat anaknya Javier dan Jovan hanya membawa 1-2 pengawal untuk jalan-jalan. Ai mendapat perhatian yang over dosisi karena sang Ratu wajib diikuti minimal 10 pengawal setiap kali keluar dari istana Cavendish dan Daniel tidak bisa ikut dengannya. Sangat Amazing.     

"Baiklah bebeb .... karena pengganggu sudah menyingkir semua, bagaimana kalau kita mencoba pondok yang aku bangun tadi Babe," ucap Marco menarik Lizz ke pangkuannya.     

"Marco ... malu ah, dilihatin pengawal juga." Lizz memalingkan wajahnya saat Marco malah menciumi telingnya. Mereka masih diluar ruangan dengan tikar piknik sebagai alas. Bagaimana mungkin Marco seenaknya saja menarik dan mencumbunya seintim itu. Lizz kan jadi malu.     

Marco melihat 3 pengawal yang tersisa dengan tidak senang karena mengganggu proses pemanasan dengan sang istri.     

"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Marco heran, melihat pengawal Javier dan Jovan masih di lokasi. Bukankah harusnya mereka sudah pergi ya.     

"Pangeran Jovan masih di dalam mengambil kompas." Jawab Willy memberi tahu.     

"Lalu Javier?" tanya Marco karena tidak melihatnya juga.     

"Tadi dia di sini," kata pengawal Javier, si Billy bingung karena tadi Javier masih di dekatnya menunggu Jovan. Kenapa sekarang hilang.     

"Terus sekarang kemana?"     

"Eh ...!" Billy celingukan mencari keberadaan Javier.     

"Ketemu ...." Jovan tiba-tiba keluar dari pondok dengan kompas di tangannya.     

"Yuk berangkat ... Javier mana?" Jovan mendekati pengawalnya.     

Marco merasa ada yang janggal. "Babe kamu di sini saja, aku mau memastikan keberadaan Javier dulu," ucap Marco.     

"Jaga Lizz baik-baik dan jangan biarkan Jovan kemana-mana. Aku cari Javier dulu." Perintah Marco.     

"Apa yang terjadi?" Jovan masih belum mengerti.     

"Tidak apa-apa. Kamu kembali ke tenda dulu," perintah Marco. Jovan hanya mendesah dan kembali ke tendanya.     

"Terakhir kali di mana Javier terlihat?" tanya Marco pada Willy dan Billy.     

"Di sebelahku." jawab Billy.     

Marco mendesah. "Kamu cari ke arah kanan, aku ke kiri," perintah Marco pada Billy.     

"Kalian berdua tetap di sini."     

Willy dan satu pengawal lagi hanya mengangguk patuh.     

Marco berjalan ke sembarang arah berharap segera menemukan keponakannya yang tiba-tiba raib itu. Bagaimana kalau Javier ketemuan dengan temannya yang dedemit itu, bukankah Javier mengajak mereka ke Eternity karena diberi tahu bahwa temannya tinggal di sini.     

Apa Javier berkunjung atau di bawa teman setannya itu ya? Marco khawatir sendiri.     

"Javier!" Marco semakin masuk ke dalam hutan dan berteriak memanggilnya saat tidak melihat tanda-tanda keberadaan Javier.     

"Javier ...." Marco terus mencari takut keponakannya benar-benar kesasar.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.