One Night Accident

ALERGI



ALERGI

0Happy Reading.     
0

***     

"Kalian jangan nakal selama kami pergi. Jagalah, Mama kalian," pesan David pada Javier dan Jovan yang mengantar ke Airport.     

"Bang, apa kau memberikan nasihat kepada anakku? Seharusnya abang berkaca yang suka nakal itu kamu, Bang bukan mereka," ucap Ai pada David.     

"Kayaknya, gue enggak pernah terlihat baik di matamu deh!" balas David dengan kesal.     

"Lah, memang baiknya kamu di mana? Enggak ada."     

Ai lalu menoleh ke arah Tasya. "Aku kasih tahu, kamu harus berjaga saat bulan madu, David kasih kaca mata kuda agar tidak melirik cewek lain apalagi remaja," ucap Ai.     

Tasya tertawa pelan, adik iparnya ini memang selalu terus terang dalam bicara.     

"Sudah, Honey. enggak perlu pamitan sama dia!" ucap David pergi menggandeng tangan Tasya menjauh. Lalu melambaikan tangan pada kedua keponakannya.     

Ai tersenyum lebar, rencana besarnya baru saja dimulai. Dia memandang Marco yang baru akan pergi. "Astaga! ini tiket pesawat David kok ada di aku?" kata Ai. "Marco kamu tunggu sini sebentar ya, aku kasih tiket bang David dulu."     

"Aku ikut!" ucap Marco mengajak dua keponakannya mengikuti Ai.     

Baru berjalan beberapa langkah ponsel Ai bergetar, lalu mengangkat panggilan yang tertulis Vano. "Halo, Iya Willy kenapa?" tanya Ai.     

Marco langsung memperhatikan dengan tajam saat mendengar Ai menyebut nama Willy.     

"Apa yang terjadi pada Lizz? Astaga! Ya sudah, aku minta Marco pulang sekarang," ucap Ai dengan panik.     

"Ai, kenapa istriku ?" tanya Marco.     

"Willy memberitahu bahwa Liaz mengeluh sakit perut, mungkin sudah mau melahirkan?"     

"Apa?" ucap Marco dengan terkejut.     

"Ya sudah, kamu cepat pulang!" pinta Ai.     

"Tapi, kamu dan mereka, bagaimana?"     

"Sudah tak apa, kamu minta Willy atau Billy menjemput kami di sini."     

Marco mengangguk dan langsung melesat ke arah mobil. Ai langsung terkikik geli, karena berhasil mengerjai Marco. Bila sudah berkaitan soal Lizz entah kenapa pengawalnya itu gampang panik. Mungkin ini efek terlalu bahagia Lizz akhirnya bisa hamil setelah 1,5 tahun berusaha.     

Lucunya kandungan Lizz sekarang kan baru lima bulan, masa mau melahirkan, ada – ada saja si Marco. Lagi pula sebenarnya suara ponsel tadi bukan panggilan telepon, tapi bunyi alarm yang sengaja Ai buat saat David mengobrol dengan anaknya.     

Rencananya berhasil, Yeah! akhirnya dia bisa berangkat ke Inggris. Setelah menjadi desainer yang cukup di perhitungkan. Tentu Ai sering menghadiri acara fashion show yang berada di berbagai negara. Tapi, Setiap akan pergi ke Inggris atau Perancis, David dan Marco tak pernah mengizinkan. Bahkan, selalu wakilnya yang akhirnya ke sana. Padahal, Dia sangat ingin melihat Istana Inggris dan menara Eifel.     

Setelah memastikan Marco benar – benar pergi, Ai langsung mengajak Javier dan Jovan masuk ke bandara. Bukan untuk mengantar David, tapi untuk dirinya yang akan menuju negara yang membuatnya penasaran.     

Yeah ... semakin dilarang semakin penasaran 'kan?     

INGGRIS AKU DATANG! ucap Ai dengan bahagia.     

***     

"Mommy! Gatal ... hiks … hiks …" ucap Javier.     

"Iya Mommy, sakit ... panas ...." Air mata Jovan sudah bercucuran.     

"Javier, Jovan, kalian kenapa? Kok, kulit kalian banyak bercak merah?" tanya Ai dengan panik.     

"Iya Mommy, aku juga merasa gatal dan panas," kata Javier mengulangi perkataan Jovan.     

"Ya ampun! Sayang kalian juga demam. Aduh! Sekalinya pergi sendiri,kenapa kalian harus sakit. Mommy, jadi menyesal bohong sama Om kalian dan Marco. Tahu begini, Mommy lebih baik jujur kalau mau liburan ke Inggris. Gimana ini ... sayang sakit banget ya?" Wanita yang bernama Ratih Ayu Brawijaya itu malah mondar-mandir, sambil sibuk merapalkan kata-kata tak jelas meratapi penyesalannya.     

"Mommy! jangan panik, lebih baik antar kami ke rumah sakit," seru Javier mengingatkan ibunya.     

Entah mengapa, anak yang baru berusia dua tahun itu, kadang terlihat lebih dewasa dari Ibunya.     

"Oh Iya, Sayang. Maaf, Mommy panik. Ayo, sekarang kita ke rumah sakit," Ai langsung mengambil ponsel dan dompetnya.     

"Mommy! Kok kita malah ditinggal sih?" seru Jovan melihat Ai yang berjanterlebih dahulu tanpa mengajak mereka.     

"Astaga! Mommy lupa. Ayo sayang, sini gendong . Kak Javier, jalan sendiri nggak apa 'kan," ucap Ai karena tidak akan kuat kalau menggendong dua-duanya.     

Javier hanya mendengkus. Javier sudah biasa kalau Mommy-nya lebih memilih menggendong sang adik, padahal mereka lahir hanya beda tiga menit tapi perlakuannya udah kayak beda tiga tahun. Jadi, Javier bersikap lebih dewasa dibandingkan Jovan.     

Setelah sampai di rumah sakit, mereka berdua langsung di periksa oleh dokter bernama Errow. Setelah dokter selesai memeriksa dan memberikan obat melalui suntikan ke tubuh sikembar. Lalu, setelah kondisi Javier dan jovan sudah membaik. Dokter Errow, langsung membaca berkas kesehatan si kembar.     

Dokter itu terlihat mengernyitkan dahi dan terlihat tegang ketika membaca nama di berkasnya, tadi waktu pemeriksaan Dokter Errow langsung membaca keluhannya dan menangani si kembar terlebih dahulu. Makanya begitu selesai dia merasa heran menemukan nama Cavendih di sana.     

"Nyonya Ratih Ayu Brawijaya, silakan duduk. Saya akan menjelaskan tentang keadaan si kembar. Mereka bernama Javier Daniel Cohza dan Jovan Daniel Cavendish?" tanya Dokter Erow.     

"Benar, Dok. Apa ada masalah? Bagaimana keadaan mereka? Apa penyakit yang parah?" tanya Ai dengan beruntun.     

"Ehem, Nyonya Ratih," Dokter berdeham untuk memotong ucapan Ai yang tak berhenti. "Nyonya, tak perlu khawatir, mereka hanya mengalami alergi." Dokter menjelaskan.     

"Alergi apa ,Dok ? Saya tak tahu bahwa mereka punya alergi sesuatu. Soalnya sebelumnya belum pernah sakit seperti ini," tanya ratih penasaran.     

"Hal ini jarang terjadi, tapi mereka alergi terhadap serbuk bunga tertentu. Apakah hari ini putra-putra Anda, ada memegang bunga tertentu?" tanya Dr. Errow.     

"Oh Iya, Dok. Saya mengajak mereka pergi melihat padang bunga, tapi ... masa semua bunga bikin mereka alergi? Di rumah ada Bunga dan mereka tidak pernah seperti ini," ungkap Ai mengingat-ingat.     

Dr. Errow mengangguk. "Apakah sebelum ini putra Anda sudah pernah menyentuh bunga?" tanya Dokter Errow.     

"Iya, saya pernah memiliki beberapa tanaman bunga di rumah kok, dan baik-baik saja selama ini."     

"Mungkin, ada bunga yang tak ada di rumah tapi terdapat pada padang bunga yang kalian kunjungi."     

Ai mengernyit lalu mengingat-ingat. "Ah, Saya tahu, Dok. Bunga Mawar, saya nggak mau tanam karena ada durinya takut tersentuh mereka dan di padang tadi, memang ada banyak. Aduh! makin tak suka sama bunga Mawar, " ucap Ai.     

Dokter Errow mengangguk mengerti.     

"Lalu, bagaimana keadaan anak saya ,Dok?" tanya Ai.     

"Tenang saja, saya sudah kasih obatnya. Jadi, besok semoga bercak-bercak merah akan perlahan memudar dan demamnya akan segera turun."     

"Terima kasih, Dok, Anak saya akan cepat sembuh, kan?"     

"Iya Nyonya. Oh, mohon maaf sebelumnya. Kalau boleh saya tahu mungkin ada kerabat yang menemani nyonya di sini, mungkin Ayah mereka?" tanya Dokter Errow.     

Ai tersenyum canggung. "Ayah mereka tak ikut karena belum bisa cuti, jadi saya liburan sendiri. 'Gimana bapaknya mau ikut, mengakui keberadaan mereka saja enggan, bahkan keberadaannnya juga entah di mana' batin Ai.     

"Baiklah kalau begitu, saya akan menyuruh seorang perawat membantu nyonya di sini. Agar jika nyonya kualahan menghadapi mereka berdua, Nyonya ada yang membantu." "     

"Ya ampun ... trima kasih dokter, ini benar-benar rumah sakit teramah dan terbaik yang pernah saya temui."     

"Nyonya terlalu berlebihan, kami hanya ingin memastikan pasien mendapatkan yang terbaik."     

"Selain itu kalau nyonya mengizinkan saya juga mengambil sample darah untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika, memang nanti sudah tak ada indikasi penyakit lain. Besok mereka sudah boleh pulang," kata Dr. Errow sambil berdiri dan bersalaman dengan Ai.     

"Tentu saja boleh Dokter ini kan demi anak saya juga, Terima kasih, Dok. semoga anak saya lebih cepat sembuh." Dokter Errow tersenyum mendengar itu.     

"Kalau begitu saya permisi, Nyonya."     

"Oh iya, Dok, sekali lagi terima kasih." Ai mengantar Dokter Errow ke pintu, lalu kembali memperhatikan anak-anaknya yang sudah mulai tertidur.     

"Sayang, maafkan Mommy, Nak. Karena Mommy tak tahu kalau kalian alergi bunga mawar. Cepat sembuh ya, Sayang. Mommy nggak sanggup lihat kalian sakit seperti ini, lebih baik Mommy yang sakit asal kalian baik–baik saja. Mommy sayang sama kalian."     

"I know, Mom. Javier mau tidur. Lebih baik Mommy istirahat daripada berisik."     

"Eh, Maaf sayang, mommy nggak—"     

"Sttt …." Jovan menaruh telunjuknya di depan mulut mungilnya. Melihat itu, Ai langsung bungkam dan beranjak menjauh dari anak-anaknya.     

'Anak kurang ajar, orang tua belum selesai bicara malah dipotong. Tapi, ya sudahlah mereka lagi sakit ini, kalau sudah sehat pasti aku sentil kening mereka,' batin Ai dalam hati.     

Sebenarnya Ai juga heran, untuk anak seusianya yang harusnya masih cadel bicara dan bermain tanah. Justru mereka sudah bicara dengan fasih. Bahkan, mereka menguasai tiga bahasa yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Pemikirannya pun , sudah seperti anak 10 tahun, bisa membaca dan menulis serta menggunakan komputer. Terkadang Ai jadi seram sendiri menghadapi anaknya, karena kepintarannya kadang memberikan pertanyaan sehingga membuat dia pusing tujuh keliling dalam menjawabnya.     

Ai mengawasi anaknya sampai tertidur lalu ikut merebahkan diri di sofa dan beristirahat.     

****     

Di tempat lain.     

"Halo … Selamat malam, Nyonya. Maaf mengganggu."     

" …."     

"Saya hanya ingin memberi kabar. Bahwa anggota keluarga Nyonya, ada yang di rawat di sini."     

" … …."     

"Mereka anak kembar yang mengalami alergi terhadap sebuk bunga mawar."     

" … …."     

"Tapi, mereka menggunakan nama Cohza dan Cavendish."     

" … …."     

"Baik, Nyonya. Saya akan segera mengirimkan foto dan datanya pada Anda."     

" ...."     

"Selamat malam."     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.