One Night Accident

JARAHAN PERANG



JARAHAN PERANG

0Happy Reading.     
0

***     

Beberapa jam sebelumnya.     

Jack kembali dari ruangan David dan menghampiri Marco.     

"Buat taruhan kalahkan semuanya dan kau akan mendapatkan wanita di dapur yang kau pandangi dari tadi." Bisik Jack.     

Marco langsung menatap Jack dengan mata berbinar-binar. Bosnya memang paling pengertian, tahu betul dia butuh wanita saat ini. Marco berdiri dan mengacungkan jempolnya. Bossnya itu selalu tahu apa yang ia inginkan dan Marco tahu apa yang harus dia lakukan.     

Marco mulai meregangkan tubuhnya melakukan pemanasan. Melawan mereka akan menguras tenaga. Karena mereka di latih di tempat yang sama.     

"Kita mulai." Jack menyiagakan Marco. Setelah aba-aba di mulai, Marco bergerak bahkan sebelum lawannya melakukan persiapan. Dia memukul menendang dan melakukan gerakan andalannya agar ini segera selesai. Ayolah ... kalau jarahan perangnya seorang perawan, Marco tentu semangat sekali.     

Hanya dalam tujuh belas menit akhirnya semua lawannya sudah tumbang. Tidak ada yang mati karena mereka adalah sama-sama anggota Save Security. Lagi pula Marco tak pernah membunuh orang, dia hanya melumpuhkan.     

"Apa yang lo mau?" tanya David setelah semua selesai dan Jack sudah meninggalkan mereka.     

"Dia," ucap Marco menunjuk Lizz yang berada di dapur.     

Lizz yang sudah gemetar karena melihat orang baku hantam jadi bingung dan semakin mengkeret saat tatapan dua orang tampan di dekat tangga mengintimidasinya.     

"Ada apa?" tanya Lizz khawatir.     

Marco maju hendak menghampirinya tapi di tahan David.     

"Apa?"     

"Hadiah lo itu barang, bukan orang!" kata David.     

"Tapi aku maunya dia." Marco memaksa.     

David bersedekap. "Gue itu pengusaha, bukan mucikari yang ngejual pekerjanya."     

"Siapa yang mau beli dia?"     

"Lo minta hadiahnya dia, sama aja gue ngejual dia buat Lo!"     

"Gue cuma mau ngajak dia kencan kali."     

"Gue enggak percaya."     

"Ok, terserah. Nggak nyangka aja orang kayak lo bisa ingkar janji." Marco memancing.     

"Maksud lu apa?"     

"Pikir sendiri," ucap Marco pura-pura pergi.     

"Tunggu!" teriak David menghentikan langkah Marco.     

"Ok, lu boleh dapetin dia tapi cuma kencan ya? Jangan macam-macam dan perlakukan dia dengan baik."     

Marco menyeringai menang. "Tenang saja cuma kencan kok." kencan di atas kasur maksudnya. Batin Marco senang.     

David mengembuskan napas kesal. Bosnya sudah menghamili adiknya dan sekarang anak buahnya mengincar pembantunya. Ah! Terserah! David tak mau ikut campur, dia mau cari cabe-cabean saja.     

Lizz berusaha kabur ke kamarnya saat mendengar percakapan David dan Marco. Dia dijadikan taruhan. Benar-benar keterlaluan.     

Tetapi ... baru beberapa langkah tangannya sudah dicekal seseorang dan tubuhnya pun mendarat di depan dada yang sangat keras.     

"Aku tahu kamu sudah mendengar semua," kata Marco sambil mencengkeram kedua tangan Lizz ke belakang agar tidak bisa kabur.     

"Maumu apa?" tanya Lizz ketakutan.     

"Aku mau kamu," bisik Marco sambil menjilat telinga Lizz.     

"Tapi aku nggak mau." Lizz berusaha memberontak.     

"Bossmu sudah kalah, jadi sekarang kau milikku."     

"Aku ... ti .... emmmmpppp." Tiba-tiba saja Marco sudah membungkam mulutnya.     

Lizz kaget bukan main. Tentu saja dia belum pernah dicium oleh siapa pun apalagi di bibir. Dia berusaha menolak, tapi kedua tangannya di cengkeram oleh sebelah tangan Marco sedang tangan satunya menahan tengkuknya agar tak bergerak. Lizz ingin memprotes tapi justru dimanfaatkan Marco untuk memasukkan lidahnya. Lizz terengah tubuhnya terasa aneh. Dia malu dan merasa dilecehkan. Sedang Marco terus menciumi bibir manis Lizz, tak memedulikan air mata Lizz yang membasahi pipinya.     

Marco terus mencium hingga dia merasakan tubuh Liz yang limbung. Marco melepas ciumannya dan melihat tubuh Lizz yang sepenuhnya bersandar padanya lalu Marco melihat matanya yang tertutup.     

"Halo." Marco menepuk pipi Lizz.     

Marco tersenyum geli karena baru kali ini ada cewek pingsan ketika di cium olehnya. 'Ah ... tak apalah. Dengan begini jadi lebih mudah mengangkutnya,' batin Marco memanggul Liz di pundaknya.     

Setelah berhasil membawa Lizz ke rumahnya. Marco langsung mengikat kedua tangan Liz ke kepala ranjang dan membungkam mulutnya dengan lakban. Belajar dari pengalaman perawan suka berteriak dan kabur saat sudah sadar.     

Marco lalu menyiapkan makan siang dan menikmatinya sendiri. Karena Lizz tak kunjung bangun.     

Hingga Marco membereskan sisa makan siangnya pun Lizz belum sadar. Marco bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer. Hari ini dia bebas menikmati hadiahnya sebelum besok dia bertugas.     

Marco memperhatikan wajah Liz, dan tersenyum sendiri seperti orang gila. Marco masih terpesona dengan aura miliknya. Benar-benar indah bahkan kadang mengelus dan meniup aura milik Lizz seolah bisa disentuh dan bergerak.     

"Hai ... bangun ...," gumam Marco sambil mencolek pipi Lizz. Tapi nihil, Lizz tetap tak bergeming. Kenapa ini cewek enggak bangun-bangun sih, mau di kasih enak padahal.     

Marco berusaha menahan hasratnya dari tadi. Apalagi baju Maid yang dikenakan Lizz mengundang selera. Bajunya berupa kemeja yang memperlihatkan sedikit belahan dada dan roknya hanya sebatas setengah paha.     

Karena tergoda Marco mulai melepaskan kancing baju Lizz satu persatu hingga kulitnya yang putih mulus terlihat. Marco menelan ludahnya susah payah. "Astaga ... bebeb ... tubuh sebagus ini kenapa ditutupi?" Marco menyayangkan itu.     

Wanita di ranjangnya ini terlalu menggoda. Coba dia sedikit percaya diri, sudah jadi artis pasti. Namun untungnya Marco menemukannya terlebih dahulu. Jadi bisa diincipi.     

Ah ... Persetan dengan kesabaran. Marco sudah tak tahan, dia ingin memiliki Lizz sekarang juga tak peduli dia sadar atau pun tidak. Marco melepas ikatan di kedua tangan Lizz untuk memudahkan membuka bajunya dan melepaskan kait bra di belakang tubuhnya. Tapi ia mengikatnya lagi begitu setengah tubuh Liz sudah terekspos di depannya.     

Marco mengusap lembut leher Lizz dan turun ke bawah hingga perut. "Mulus sekali," batin Marco. Lalu diikuti bibirnya yang memberikan kecupan-kecupan kecil di seluruh wajah Liz. Marco mulai menurunkan ciumannya ke leher dan memberikan banyak jejak. Tangannya tak tinggal diam, dia mulai mengelus dan meremas kedua bukit kembar yang menantang .     

"Mmmhhh ...." Liz membuka matanya karena merasakan hal aneh pada tubuhnya. Sontak matanya langsung terbuka lebar saat melihat ada seseorang pria yang sibuk menciumi payudaranya.     

"Akhirnya kamu bangun juga," gumam Marco tanpa melepaskan kulumannya. Dia terus menjilat kedua bukit kembar milik Lizz.     

Lizz panik dan berusaha melepaskan diri, tapi ternyata tangannya terikat. Dia terus menggeliat agar Marco melepaskannya. Tapi nihil.     

"Ssshhh ... diam, Beb. Jangan gerak," ucap Marco saat berusaha menurunkan rok milik Lizz.     

Lizz menggunakan kesempatan itu untuk menendang Marco dan berhasil membuatnya jatuh terjengkang dari atas ranjang. Tapi sejenak kemudian Lizz menyesali perbuatannya. Tatapan Marco menggelap dan itu menakutkan.     

Air mata Liz sudah mengalir dari tadi, dia takut sangat takut. Laki-laki dihadapannya ini tampan sekaligus menyeramkan.     

"Jadi ... kamu suka main kasar," kata Marco dingin. Lalu dia mengeluarkan pisau kecil dari laci meja disamping Lizz dan menempelkannya ke tubuh Lizz. Mengelusnya dengan pelan seperti menggodanya.     

Lizz menggeleng panik, air mata semakin banjir di wajahnya. Benda itu terasa dingin dan pasti dengan mudah akan menggores kulitnya.     

"Jangan bergerak, kalau tidak? Kamu pasti terluka," Lizz langsung diam kaku. Takut pisau itu mengenai kulitnya.     

Lizz memejamkan matanya dan terus menangis ketika penghalang terakhir di tubuhnya disobek oleh Marco, kini Liz benar-benar telanjang bulat.     

Lizz masih berusaha merapatkan pahanya sebisa mungkin karena rasa malu dan takut.     

"Tekuk kakimu!" Lizz melakukannya tapi kakinya masih merapat. Tak rela jika kewanitaannya dilihat Marco.     

"Lebarkan!"     

Lizz menggeleng cepat, semakin gemetar ketakutan. Dia terus menangis hingga terisak-isak.     

"Buka, Beb! Atau kau ingin aku membukanya dengan ini," ucap Marco sambil menempelkan ujung pisau di atas paha Lizz.     

Lizz kembali menutup matanya dan memalingkan wajahnya karena malu saat dengan perlahan ia mulai membuka pahanya.     

"Lebih lebar!" Lizz menurutinya dengan air mata makin deras.     

"Indah. Sangat indah," gumam Marco melihat vagina Lizz yang terpampang di depannya.     

Marco sudah tak tahan. Ia membuang sembarangan pisaunya dan langsung menjilati milik Liz yang menggodanya dari tadi.     

"Mmmmppphhhhh!!!" Lizz kaget dan matanya terbelalak lebar melihat apa yang dilakukan Marco. Ini memalukan dan menjijikkan. Tapi Marco tak peduli, dia terus menjilat bahkan menggigit kecil milik Lizz hingga dia merasa kali ini Liz bergerak gelisah bukan karena ingin lari tapi mulai terangsang.     

Lizz merasa ingin sekali pipis dan dia terus menahannya sampai keringat membasahi tubuhnya. "Lepaskan, Beb," ucap Marco dan menambahkan jarinya untuk menggoda Liz yang semakin tak tahan lalu melengkungkan tubuhnya saat dia merasa dunianya mengkerut dan cairan kenikmatan keluar dari dalam dirinya.     

Marco langsung menjilatinya bahkan menghisapnya hingga habis. Membuat Lizz tersentak kecil karena kenikmatan. Lizz sangat malu. Dia baru saja pipis diwajah seseorang.     

"Sekarang waktunya menu utama," ucap Marco sambil melepas boxernya dan membuangnya sembarangan.     

Liz mulai panik lagi. Dia menarik tangannya berusaha lepas. Dia tau tangannya pasti sudah membiru karena rontaannya itu.     

"Ssstt ... Jangan bergerak, kau makin membuatnya tegang." Marco yang sudah menindih tubuh Lizz.     

"Aku akan melepas lakbanmu, tapi kau hanya boleh mendesah dan jangan coba teriak. Kalau kau teriak, aku akan makin kasar kau mengerti?" Lizz mengangguk cepat.     

Marco pun melepas lakban dimulut Liz. "Kumohon jangan lakukan," ucap lizz memelas.     

"Ssttt kau pasti akan menyukainya. Jadi diam saja."     

"Lepaskan aku ... aku akan lakukan apa pun, tapi kumohon lepaskan aku ..." Lizz terus memohon dengan sesenggukan siapa tahu, cowok tampan tapi kejam ini melepasnya.     

"Ah ... kau berisik! Diam dan nikmatilah!" kata Marco dan tanpa basa basi langsung melesakkan juniornya yang tegang ke dalam lubang surga milik Lizz.     

"Akh ... hhh ... sakit ... ini sakit ...." Lizz berteriak kencang saat sesuatu serasa merobek bagian bawah tubuhnya.     

"Ku mohonnn berhenti ... ini sakittt ...."     

"Siallllll ... kau sempit sekali ... kau sangat nikmat beb." Marco tak mengharukan rintihan kesakitan Lizz. Dia sudah terlalu terlena dengan kenikmatan yang di rasakannya.     

"Oh ... shit ... enak ... enak ... beb ... kamu ... enak ... banget ... beb ... jepitanmu ... enak ... banget ... beb ...." Marco terus meracau keenakan diantara genjotannya, keringat sudah menetes ditubuhnya.     

Lizz hanya bisa menangis menahan perih dibagian bawah tubuhnya. Dia sudah menjerit dan merengek agar siksaan ini segera selesai, tapi nyatanya cowok diatasnya itu terus menggarapnya tanpa kenal lelah. Tangannya yang di ikat pun sudah mati rasa karena terus memberontak.     

"Ah ... beb ... enak ... kan ... beb ... oh ... sial ... sial ... siallll." Gerakan Marco semakin menggila saat sudah merasa akan mencapai puncaknya. Lalu dengan sekali hentakan Marco menggeram kasar dan memasukkan batangnya sedalam mungkin hingga membuat Lizz menjerit lagi karena merasa perih.     

Marco menyemburkan seluruh benihnya ke dalam rahim Lizz hingga meleleh keluar saking banyaknya. "Ah ... terima kasih beb, kamu perawan ternikmat yang pernah ku rasakan," bisik Marco dan langsung ambruk di atasnya tanpa melepaskan penyatuannya.     

Lizz sudah lemas. Dadanya terasa sesak karena tubuh Marco yang tertidur menindihnya bahkan kakinya masih mengangkang lebar dan milik Marco masih nyaman berada di dalamnya.     

Ingin Lizz memberontak tapi dia bahkan merasa sudah tak punya kekuatan apa pun untuk sekedar bicara. Lizz merasa hancur. Mahkota yang dijaga untuk suaminya kelak hilang, oleh orang yang bahkan tak dia ketahui namanya.     

Air mata Lizz tak berhenti berlinang, tapi tak ada suara apa pun yang keluar dari bibir manisnya. Yang ada hanya ratapan kehancuran dan kehampaan. Hingga akhirnya dia kelelahan dan ikut tertidur.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.