One Night Accident

IMPOTEN 101



IMPOTEN 101

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Gue sudah share lokasi Ella." Alxi memberi laporan pada Jovan.     

"Thanks Al."     

"Tenang saja gue segera menyusul ke sana juga kok."     

"Oke." Jovan segera meluncur ke tempat yang ditunjukkan oleh Alxi.     

Jovan sudah tahu siapa Kevin dari Alxi. Dia mantan mahasiswa universitas Cavendish yang tanpa sengaja sepertinya pacar dan istrinya sudah Jovan tiduri. Alias Jovan Embat dan jadikan hiburan sejenak.     

Mungkin teman one night stand. Karena Jovan sama sekali tidak mengingat nama-nama yang disebutkan Alxi tadi.     

Pasti si Kevin mau balas dendam padanya lewat Ella. Karena Jovan merebut pacar-pacar nya.     

Jovan tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi sesuatu pada istrinya itu.     

Pasti Jovan akan menyesal sampai tujuh turunan.     

Jovan langsung keluar dari mobil begitu sampai di sebuah villa sesuai lokasi yang ditunjukkan anak buah Alxi.     

Jovan tidak lupa memencet tombol darurat sebelum memasuki villa itu agar Alxi segera datang. Perasaan Jovan tidak tenang.     

Jovan baru akan mendekati pintu gerbang saat pintu itu terbuka dengan sendirinya. Ada empat pria berbadan besar dengan tato di tubuh mereka menyambutnya.     

"Mr. Jovan. Anda sudah ditunggu tuan  Kelvin," ucap salah satu dari mereka dengan pandangan seolah mengancam agar Jovan bekerja sama dengan baik.     

Jovan digiring masuk. Tapi sebelumnya seluruh tubuhnya diperiksa. Seperti khawatir dia membawa senjata yang bisa menyulitkan mereka.     

Begitu tahu Jovan datang dengan tangan kosong penjaga itu kembali menggiringnya memasuki villa menuju ke lantai dua. Jovan hanya pasrah mengikuti karena dia tahu keselamatan Ella taruhannya.     

Begitu mereka sampai di sebuah pintu. Seorang penjaga mengetuknya.     

"Masuk." Terdengar suara Kevin dari dalam.     

Tiba-tiba kedua tangan  Jovan diborgol kebelakang lalu didorong masuk sebelum pintu itu tertutup.     

Awalnya Jovan bingung karena hanya ada kegelapan. Tapi begitu lampu menyala.     

Mata Jovan melotot kaget.     

Jovan kali ini merasa bahwa tempatnya berpijak mulai runtuh.     

Karena di sana.     

Ella terikat di sebuah kursi dengan tubuh telanjang dan penuh luka.     

"Bajingannnn," teriak Jovan penuh amarah. Dia ingin membinasakan Kevin sayang tubuhnya masih di pegangi oleh dua orang.     

"Tetap tenang di tempatmu atau aku lubangi kepala istrimu." Jovan langsung terpaku begitu melihat pistol ditangan Kevin tepat berada di pelipis Ella.     

"Lepaskan Ella," geram Jovan sambil mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan diri menerjang Kevin saat itu juga.     

Ingat Jovan. Nyawa Ella dalam bahaya, dia harus tetap tenang.     

Kevin tersenyum dingin.     

"Aku tidak mau apa-apa. Hanya ingin sedikit bermain denganmu."     

"Baiklah, kamu boleh bermain-main denganku. Tapi, lepaskan Ella." Jovan merasa hatinya remuk melihat keadaan istrinya yang mengenaskan. Apalagi ada darah mengalir diantara pahanya.     

Ya Allah semoga kandungannya tidak apa-apa. Do'a Jovan dalam hati.     

"Apa asiknya main hanya berdua. Bukankah kamu tahu bagaimana nikmatnya threesome?" Kevin semakin menyeringai senang saat melihat wajah Jovan memucat.     

Mata Jovan semakin melotot. "Jangan berani-berani kamu menyentuh Ella. Atau kamu akan menyesal." Dada Jovan naik turun menahan amarah.     

Kevin malah tertawa. "Kali ini kamu terlambat Jovan. Aku sudah menyentuh istrimu."     

"BRENGSEKKKK." Jovan menerjang ke depan.     

"STOPPP." Kevin menekan moncong pistolnya ke kepala Ella. Membuat Jovan kembali melangkah mundur.     

"Kamu akan menyesal," ucap Jovan menggertakkan gigi dengan tatapan tajam ke arah Kevin.     

Kevin kembali tertawa. "Yeah aku tahu siapa kamu dan keluargamu. Tapi, sebelumnya kamu yang harus berpikir agar tidak menyesal."     

Kevin mendekati Jovan memerintahkan anak buahnya agar merantai kakinya agar Jovan tidak bisa mendekati Ella.     

Setelah rantai dipasang dan dipastikan Jovan tidak bisa kemana-mana. Kevin membawa remote yang berisi tiga tombol berwarna merah biru dan hijau.     

"Pencet salah satu tombol. Ada tiga tombol. Satu tombol berisi bom dibawah kaki Sarah, satu tombol berisi pistol dan satu tombol adalah kebebasan Ella."     

"Kamu harus memilih salah satunya. Ingat jangan sampai salah pencet."     

"Bajingannnn," desis Jovan.     

"Pilih Jovan. Pilih." perintah Kevin sebelum mendekati Ella.     

"Ada kata terakhir yang mau kamu sampaikan sayang?" tanya Kevin sambil melepas lakban dimulut Ella.     

Ella memandang Jovan dengan air mata bercucuran. Wajah terakhir yang akan dia lihat di akhir hidupnya.  "Aku mencintaimu," ucapnya lirih.     

Hati Jovan seperti diremas mendengar perkataan Ella. Bahkan Ella masih mencintai dirinya yang sudah menyakitinya berulang kali.     

"Aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu," balas Jovan tanpa keraguan.     

Ella hanya tersenyum. Sudah tidak memiliki tenaga untuk bicara atau tersenyum lagi.     

"Sangat mengharukan. Sekarang silahkan pilih tombolnya. Waktumu hanya lima menit." Lalu terdengar suara berdetak seperti suara jam.     

"Suara apa itu?" Jovan langsung panik.     

"Bom di bawah kaki Ella akan meledak otomatis dalam lima menit jika kamu tidak memencet tombolnya." Kevin menjauh dari Ella.     

Jovan melotot. "BANGSATTTT, aku benar-benar tidak akan melepaskan dirimu." Jovan berusaha memberontak membuat suara rantai berdenging dengan lantai.     

Kevin kembali tertawa. "Selamatkan dulu istrimu sebelum membunuhku."     

Kevin mendekati Jovan dan menepuk bahunya.     

"Selamat berjuang," ucapnya arogan.     

Cuihhhh.     

Jovan meludahi wajahnya.     

Kevin mengusapnya dengan tangan.     

Buhkkhh.     

Kevin  memukul Jovan hingga tersungkur. "Jangan main-main denganku."     

Kevin menendang perut Jovan sebelum dia dan anak buahnya keluar dan meninggalkan villa itu. Menyisakan Jovan dan Ella sendiri di sana.     

Jovan bangun dan segera berusaha mencari sambungan kabel dan tali yang terhubung dengan bom itu. Sayangnya percuma, karena Jovan tidak bisa bergerak mendekati Ella  dari tempatnya sekarang.     

"Kamu tenang saja, kita akan baik-baik saja." Jovan berusaha melepas borgolnya.     

"Pencet tombol merah," ucap Ella lirih.     

"Apa?" Jovan menatap Ella takut salah dengar.     

"Tombol merah. Pencet lah." Ella sudah tidak kuat lagi. Dia ingin segera pergi.     

"Kamu yakin?" tanya Jovan ragu.     

Ella mengangguk. "Please, pencet tombolnya."     

Jantung Jovan berdetak kencang. Dengan pelan dia berdiri agar bisa memencet salah satu tombol dengan jempol kakinya.     

Jovan tidak yakin dengan ini. Dia kembali melihat Ella untuk memastikannya dan Ella mengangguk meyakinkan.     

"Bismillahirrahmanirrahim."     

Klik.     

Jovan tidak berani bernapas. Apalagi bergerak. Jovan melihat tombol itu lalu melihat Ella secara bergantian. Baru setelah melihat Ella masih duduk di sana dan tidak terjadi apa-apa.     

Jovan tersenyum lebar. "Ella kamu selama ...."     

DORRRRR.     

Perkataan Jovan tidak sempat selesai ketika suara tembakan yang keras memenuhi ruangan itu.     

Air mata luruh ke pipinya, kakinya menekuk dan langsung berlutut lemas. Seluruh tubuhnya serasa tidak bisa bergerak.     

Napas Jovan terasa berhenti.     

Tubuh Jovan kaku dengan wajah pucat pasi.     

Bahkan jantung Jovan juga seperti ikut mati saat melihat keadaan Ella.     

Ella duduk tersenyum dengan peluru menembus dadanya.     

"TIDAKKKKKKKKK." Raung Jovan terdengar sangat menyakitkan. Tidak rela jika harus kembali kehilangan.     

DUNIA JOVAN HANCUR UNTUK KEDUA KALINYA.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.