One Night Accident

HEAD OVER HEELS 11



HEAD OVER HEELS 11

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Selamat datang di mini ... eh Javier. Mau jemput Olive ya?" Laras yang hari ini masuk sift sore langsung tersenyum lebar begitu tahu yang masuk ke minimarket adalah kakaknya Olive.     

Ya ampun, itu gantengnya kok makin lama bukan makin luntur tapi makin tambah bikin meleleh ya. Batin Laras masih tersenyum setiap kali melihat Javier. Gantengnya permanen.     

Salah. Itu bukan Javier tapi Jovan yang tanpa sepengetahuan Javier nyusul ke Padang.     

Bagaimana tidak nyusul. Kemarin Javier menghubungi dirinya dengan suara galau. Tidak perlu melihat wajahnya Jovan langsung tahu, itu saudara kembarnya lagi patah hati.     

"Sore cantik, emang Olivenya sudah boleh dibawa pulang?" tanya Jovan dengan senyum menggoda.     

Cantikkkkkk.     

Astaga Laras langsung kehabisan oksigen. Javier mengatakan dia cantik. Ya ampun, apakah ini tanda-tanda kalau Javier mulai suka padanya. Setelah sebulan Laras berharap cintanya disambut.     

"Olive, masih ganti baju di belakang," Jawab Laras masih terpesona.     

Jovan mengulurkan tangannya. "Senang sekali melihat wanita secantik dirimu berada di tempat ini. Perkenalkan aku Jovan saudara kembar dari Javier. Bolehkah kapan-kapan aku mengajakmu jalan berdua. Itu kalau tidak ada yang marah sih."     

"Eh ... Jovan?" Laras menyambut uluran tangan Jovan dan masih specles dengan senyumannya.     

"Jadi bagaimana, bisa menemaniku berkeliling kota Padang kapan-kapan?"     

"Ten ... tentu saja bisa. Tunggu dulu, kembar? Kamu bukan Javier?" tanya Laras baru ngeh. Apakah maksud cowok di depannya ada dua orang ganteng yang sekarang jadi kakak Olive. Laras sepertinya tidak akan kuat.     

"Bukan. Aku Jovan, lihat kami kembar." Jovan menunjukkan foto di ponselnya.     

"Ah ... jadi berapa nomor handphone mu?" tanya Jovan dan otomatis Laras menyebutkan nomor handphonenya.  Tidak menunggu waktu lama Jovan langsung menghubungi nomor Laras.     

"Itu nomorku, di save ya," pinta Jovan manis.     

Lagi-lagi Laras hanya mengangguk. Bagaimana tidak sudah sebulan dia ingin punya nomor handphone Javier tapi tidak dikasih. Sekarang tidak ada lima menit dia malah di suruh kembaran Javier save nomornya. Kurang beruntung apa coba.     

"Kalau benar nama kamu Laras, berarti kamu teman akrabnya Olive kan. Tahu dongk apa saja kesukaan Olive dan kebiasaannya? Aku kan sudah lama banget enggak ketemu sama Olive jadi boleh dongk nanya-nanya soal Olive sekalian mengakrabkan diri. Teman Olive berarti teman aku juga."     

"Tentu saja. Kapan pun kamu mau."     

"Tidak ada yang marah kan."     

Laras menggeleng. "Aku 100% jomblo dan single tanpa gebetan."     

"Bagus, aku suka jika ada wanita secantik dirimu yang ramah dan tidak sombong. Beruntung sekali Olive memiliki teman sepertimu."     

"Benarkahhhh." Oh ... Laras semakin meleleh.     

"Javier? bukankah aku sudah bilang tidak perlu menjemput. Aku kan mau ke tempat Bayu dulu."     

Jovan dan Laras menoleh ke asal suara.     

Jovan tersenyum lebar dan langsung merentangkan kedua tangannya. "Hay, sister. I Miss u so much." Tanpa menunggu jawaban Olive Jovan langsung mendekat dan memeluknya erat.     

"Javierrrr, kamu apa-apaan sih." Olive melepas pelukan Jovan paksa. Walau kata Javier mereka saudara. Tapi kan bukan saudara kandung yang boleh berpelukan sesuka hati.     

"Javier? Hey aku ini Jovan. Saudara kembar Javier. Ingat?"     

Olive berkedip sebentar. Kembaran? Ah ... dia ingat Javier pernah mengatakan punya saudara kembar bernama Jovan.     

Jadi ... Javier tidak bohong.     

"Kalian benar-benar kembar?" tanya Olive memastikan.     

Jovan mengangguk.     

"Kamu beneran hilang ingatan? nggak inget sama sekali sama aku, Javier. Mom, Dad?"     

Olive menggeleng. Masih tidak percaya ternyata Javier memang ada dua.     

"Sepertinya otakmu harus segera di upgrade." Mungkin Jovan bisa panggil Junior buat benerin otak Jeannya Javier. Biar ingat sama Javier dan Javier tidak galau lagi.     

Fix, habis ini Jovan bakal hubungi Junior supaya datang ke Padang.     

"Jovan?"     

Jovan menoleh mendengar suara Javier. "Hay, brotha. I Miss u." Jovan memeluk Javier dengan senyum lebar.     

"Kamu, ngapain di sini?" tanya Javier curiga.     

"Aku kan ingin ketemu Jean juga. Eh ...  Olive maksudnya."     

"Kalian benar-benar kembar?" Olive masih tidak percaya bahwa Javier memang punya kembaran dan Olive jadi bingung mana Javier mana Jovan seandainya mereka memakai pakaian yang sama.     

Laras jangan ditanya. Dia sudah megap-megap seperti ikan kehabisan air. Terpesona dan merasa tidak adil. Kenapa tuhan menciptakan makhluk tampan sempurna dan itu ada dua sekaligus. Laras jadi bingung harus mendekati yang mana.     

Javier dan Jovan menatap Olive sambil tersenyum. "Benar kita kembar," jawab mereka bersamaan.     

"Oh, okey." Apa yang harus Olive katakan. Dia jadi bingung juga memiliki dua saudara yang sama-sama tampan.     

"Kamu sudah siap. Ayo let's go." Jovan menarik tangan Olive.     

"Hey ... jangan sembarangan. Aku ada janji dengan Bayu." Olive memprotes.     

"Bayu? Bayu siapa?" tanya Jovan pura-pura tidak tahu.     

"Bayu, pacarnya Olive." Javier yang menjawab dengan lesu.     

"Bayu orang mana?" tanya Jovan.     

"Orang padanglah."     

Jovan menjentikkan jari.     

"Aku orang Jakarta. Jadi, kamu masih bisa ketemu Bayu kapan-kapan karena kalian sama-sama tinggal di Padang. Sedang aku belum tentu bisa setiap hari ke sini. Jadi ... sekarang kamu hubungi Bayu. Bilang enggak jadi ketemuan karena harus menemani saudaramu yang paling tampan keliling kota Padang. Oke. Tidak ada bantahan." Jovan mendorong keluar Olive dari mini market tanpa menerima penolkan sama sekali.     

"Sampai ketemu besok cantik," ucap Jovan sambil mengedipkan matanya ke arah Laras.     

Javier tersenyum ketika melihat Olive yang dipaksa masuk ke dalam mobil oleh Jovan.  Javier sudah hafal dengan saudara kembarannya itu. Kalau sudah punya kemauan dia akan jadi seperti Mommynya yang super pemaksa.     

Olive duduk di bangku belakang dengan cemberut. Sedang Jovan menyetir dan Javier berada di sebelahnya.     

"Memangnya kamu tahu jalan Jov?" tanya Javier setelah beberapa saat.     

Jovan berpikir. Benar juga dia kan enggak tahu jalan kenapa dia yang nyetir.     

"Kamu yang nyetir." Jovan meminggirkan mobilnya dan langsung keluar. Javier menggantikan Jovan di balik kemudi. Olive hanya memutar bola matanya saat melihat tingkah Jovan.     

"Jav, makan dulu Jav. Laper nih, dari bandara langsung jemput Olive."     

Javier tidak mengatakan apapun dan langsung membelokkan mobil mereka ke restoran terdekat.     

"Ish, kok restoran sih. Aku mau masakan Padang."     

"Udah terlanjur parkir Jov. Nanti saja kalau mau masakan Padang. Makan masakan Olive. Asli padang dan enak."  Javier keluar dari mobil diikuti Olive.     

"Ish, kalau Olive bisa masak ngapain ke restoran. Pulang saja yuk." Jovan mengedipkan matanya penuh harap.     

"Besok saja. Olive pulang kerja masih capek, jangan suruh masak. Udah masuk sana." Javier mendorong Jovan agar masuk terlebih dahulu.     

"Aku tidak percaya dia saudara kembar mu," ucap Olive.     

"Kenapa?"     

"Kalian terlihat berbeda. Kamu pendiam sedang dia tidak bisa diam," tunjuk Olive pada Jovan yang sudah duduk dan terlihat menggoda pramusaji.     

"Percayalah itu hanya wajahnya yang sedang berpura-pura." Javier berbisik.     

"Untuk apa dia berpura-pura?" tanya Olive bingung.     

"Untuk menutupi kesedihannya. Istrinya meninggal dalam kecelakaan 5 tahun lalu. Sejak saat itu dia sudah menjadi orang yang berbeda."     

"Maaf, aku tidak tahu." Olive kembali melihat Jovan yang masih tersenyum sambil menunjuk menu di buku.     

"Tidak apa-apa. Setidaknya dia tidak akan pernah bisa jadi playboy cap cicak lagi."     

"Ha ... cicak?"     

"Yups, Jovan itu playboy akut. Tapi takut sama cicak. Jangan bilang kalau aku memberitahumu ya." Javier tersenyum manis.     

Olive manggut-manggut bertanda mengerti. Percayalah senyum Javier juga berpengaruh ke dirinya. Andai bukan saudara.     

Astagaaaa Olive kamu sudah punya bayu. Batin Olive mengingatkan dirinya sendiri.     

"Kalian menunggu apa. Cepat masuk," teriak Jovan memanggil Olive dan Javier yang malah ngobrol di pintu masuk.     

"Jadi kalian tinggal berdua?" tanya Olive mulai masuk.     

"Tidak juga. Kami sekarang hidup bersama Mahesa juga. Anaknya Jovan." Javier ikut masuk ke dalam restoran.     

Olive berhenti. "Maksudmu, Jovan duda beranak satu?"     

Javier mengangguk. "Mahesa sangat menggemaskan tahu. Percayalah kamu akan langsung suka jika nanti bertemu dengannya."     

Oke. Olive tidak menyangka kalau Jovan itu duda. Soalnya wajahnya tidak terlihat sama sekali kalau sudah pernah menikah apa lagi punya anak.     

Perbedaan pria dan wanita yang selalu bikin iri. Jika wanita menikah apalagi memiliki anak pasti langsung kelihatan berbeda. Kenapa kalau lelaki terlihat sama saja. Hufttt menyebalkan.     

"Aku pikir kalian akan tetap berada di depan pintu," ucap Jovan sambil menatap Javier dan Olive.     

Javier tidak menanggapi. Olive hanya tersenyum canggung. Merasa tidak enak karena sudah membicarakan Jovan.     

Hingga 1 jam kemudian mereka baru selesai makan tentu saja dengan Jovan yang mendominasi percakapan.     

Bahkan setelah selesai makan Jovan masih mengajak Olive dan Javier berkeliling-keliling dengan alasan Jovan tidak bisa lama-lama di sana dan harus segera pulang beberapa hari lagi. Makanya dia memanfaatkan kesempatan itu untuk membawa Olive dan Javier ke semua tempat yang menarik.     

"Jov, udah ya. Pulang ah. Besok Olive masih harus kerja." Javier mengingatkan saat Jovan masih ingin berputar-putar menghabiskan bensin.     

Jovan menoleh ke belakang dimana Olive yang duduk sendirian sudah terlihat mengantuk.     

"Okelah. Besok kita main lagi."     

"Padahal aku ajak kalian pergi supaya kamu bisa pdkt sama Jean kenapa jamunya malah diem saja sih." bisik Jovan ke telinga Javier.     

Javier diam saja. Bukan tidak mengerti maksud dari Jovan. Tapi, Olive sudah punya Bayu yang bisa membahagiakan dirinya. Javier tidak mau egois dengan merusaknya.     

"Jav?" Jovan menepuk bahu Javier.     

"Tidur tuh." tunjuk Jovan ke arah Olive.     

Saat ini mereka sudah sampai di rumah.     

"Biar aku bangunkan."     

Jovan langsung mencegahnya. "Gendonglah, kapan lagi kamu bisa gendong Jean."     

Javier tersenyum lalu membuka pintu mobil. Seperti kata Jovan kapan lagi dia bisa gendong Jean.     

Javier mengangkat tubuh Jean dan membawanya masuk. Jovan mengikuti di belakangnya.     

"Lho, kak Olive kenapa?" tanya Pian heran melihat kakaknya di gendong.     

"Tidak apa-apa cuma ketiduran," jawab Javier dan langsung menuju kamar Jean.     

Pian mengucek matanya. Bentar dia ketiduran terus mimpi apa ya. Kenapa kak Javier ada dua.     

Jovan yang melihat tingkah Pian jadi geli sendiri. "Kamu kenapa? sakit mata?"     

"Astagaaa, bisa ngomong. Lho ... Kok kak Javier ada dua?" Pian melihat ke arah Jovan lalu ke pintu tempat Javier masuk sambil menggendong Olive.     

"Aku Jovan. Saudara kembar Javier. Senang bertemu denganmu juga adik baru," sapa Jovan sambil menepuk bahu Pian.     

"Eh ... Kembar???"     

Jovan meringis. Kenapa semua orang tidak percaya Javier punya kembaran? Terlalu ganteng kah dia?     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.