One Night Accident

HEAD OVER HEELS 5



HEAD OVER HEELS 5

0Update nya 2 hari sekali saja ya.     
0

Tapi 2 bab. (sama saja kan)     

heheee.     

Enjoy Reading.     

****     

"Terima kasih." Olive duduk dengan sedikit canggung karena Javier baru saja membopongnya masuk kedalam kamar di rumahnya.     

Hari ini Olive memang sudah boleh keluar dari rumah sakit. Dan Javier yang setia menjaga bahkan benar-benar melunasi semua biaya perawatan dan operasinya yang Olive yakin mencapai puluhan juta. Mungkin ratusan, oh ... Olive tidak berani mengintip kertas tagihannya. Takut shok dan kejang-kejang melihat banyaknya angka nol berderet-deret di sana.     

Sebenarnya Olive berharap Bayu yang akan menjemputnya. Sayang, pacarnya itu harus kembali kerja. Jadi setelah menemani dirinya selama dua hari di rumah sakit. Kekasihnya itu harus pergi lagi ke kota sebelah dan mengerjakan tugasnya.     

Padahal Olive masih ingin bermanja-manja padanya. Kapan lagi Bayu akan semanis dan sebaik itu kalau Olive tidak sedang sakit.     

"Apa, sudah nyaman?" tanya Javier karena Olive hanya diam saja.     

"Eh ... udah pas kok," jawab Olive kembali melihat Javier yang menurutnya sangat tampan itu.     

Mimpi apa dia bisa punya saudara blasteran dan ganteng begitu.     

"Ada yang kamu butuhkan? minum? makan? atau mau ke kamar mandi?" tanya Javier lagi.     

"Enggak ada. Aku mau istirahat saja."     

"Oke, kalau begitu Istirahatlah. Aku akan disini menemani sampai kamu tertidur," ucap Javier berharap Olive akan membiarkan dirinya tetap berada di sebelahnya. Karena mengamati wajah Olive yang tertidur pun sudah membuat Javier bahagia.     

"Enggak usah. Kamu juga istirahatlah, pasti capek karena menggendongku dari mobil tadi."     

"Gak apa-apa. Kamu tidur saja, aku akan menjagamu. Lagipula aku tidak lelah kok." Mau menggendong Olive sampai puncak Monas juga Javier masih sanggup dan akan melakukannya suka rela. Senang malah, kan kesempatan sekalian bisa peluk-peluk Olive. Kalau kondisi normal mana bisa Javier peluk begitu.     

Olive ingin membantah karena dia belum pernah tidur dengan lelaki asing yang menemaninya. Tapi tatapan Javier yang terlihat teduh membuat Olive akhirnya mengangguk mengizinkan.     

"Tidurlah." Javier mengelus kepala Olive sayang agar dia bisa tidur nyenyak. Karena dulu saat mereka masih kecil Jean paling suka di elus-elus kepalanya saat akan tidur.     

Olive menatap Javier bingung. Sebelum ini Olive tidak pernah bermanja-manja pada siapapun. Jadi saat Javier mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang entah kenapa Olive merasa nyaman dan ada rasa hangat di hatinya.     

Olive jadi bertanya-tanya apa benar Javier itu saudaranya?     

Karena semakin lama, Olive merasa wajah Javier seperti akrab di matanya. Sama sekali tidak terlihat asing.     

Tapi, kalau benar Javier saudaranya. Berarti dia anak orang kaya dongk. Buktinya Javier menjemputnya dari rumah sakit dengan mobil keren. Padahal seumur-umur Olive paling naik ojol atau angkutan umum. Naik mobil pas wisata sekolah saja. Itupun mobil sewa yang ac-nya udah rusak.     

Walau Olive tidak mengerti merek mobil tapi Olive tahu mobil Javier lebih bagus dan nyaman dari pada mobil milik kekasihnya Bayu. Iyalah, naik mobil Bayu aja Olive belum pernah gimana mau bikin perbandingan. Kan tiap kencan Bayu bawa motor bukan mobil. Katanya biar hemat.     

Kadang Olive berpikir Bayu itu terlalu perhitungan. Tapi, Olive Sekarang sudah terbiasa. Bagaimanapun Bayu perhitungan juga demi mereka. Biar tabungan Olive cepat banyak dan pernikahan mereka segera terlaksana.     

Olive tidak mau jadi perawan tua. Usianya sekarang sudah 27 tahun dan banyak tetangga yang sudah menggunjingnya karena pacaran lama tapi tidak kunjung menikah jua.     

Hello, andai menikah cuma butuh duit seratus ribu, Olive dan Bayu sudah menikah dari dulu kali. Sayang keluarga Bayu menetapkan standar yang tinggi jadi Olive harus ngirit biar bisa memenuhi standar mereka.     

"Mikirin apa? katanya mau istirahat?" Javier mengelus kernyitan di dahi Olive yang tak kunjung tidur.     

Olive menoleh, lupa kalau Javier masih ada di sebelahnya.     

"Aku rasa, aku belum ngantuk. Mau cerita tentang kita waktu kecil?" tanya Olive sambil tersenyum. Mulai penasaran dengan kehidupan dia dahulu. Itupun kalau benar Javier memang saudaranya.     

Javier terpesona, sudah seminggu Javier bersama Olive dan baru kali ini Olive tersenyum tulus padanya.     

Wanita ini benar-benar Jeannya yang sudah menghilang lama. Lesung pipi itu tidak akan pernah Javier lupakan sampai kapanpun.     

Lesung pipi yang membuat Javier gemas sedari kecil.     

Lesung pipi yang Javier cium setiap hari.     

"Mau mendengar tentang siapa dulu? Mom? Dad? Atau saudara-saudara kita?" tanya Javier bahagia.     

"Bagaimana kalau kamu?" tanya Olive.     

Javier tersenyum lalu mulai menceritakan tentang mereka. Kapan Javier dan Jovan lahir dan seperti apa masa kecilnya. Tingkah mereka, siapa saja paman, bibi dan sepupunya.     

Javier melewatkan soal kerajaan Cavendish terlebih dahulu. Javier tidak mau Oliv terkejut dan shock jika mengetahui siapa sebenarnya keluarga mereka. Pelan-pelan dulu, batin Javier menahan diri.     

Javier Hanya membahas kebersamaan Javier, Jovan, dan Jean saat sempat bersama. Minus asal usul Jean atau Olive yang sebenarnya.     

Nanti, saat Olive sudah siap. Javier akan memberitahu semuanya tanpa terkecuali.     

Javier menoleh kearah Olive yang ternyata suadh tertidur. Javier jadi ingat, dulu Jean juga selalu tertidur jika dia membacakan dongeng dan mengelus kepalanya.     

Andai Javier bisa tidur sambil memeluknya seperti dulu.     

Sabar Jav. Akan tiba saatnya nanti kamu bukan hanya memeluk dan menemaninya tidur. Mungkin nanti juga akan menemani Olive mandi dan ganti baju. Astaga ... otaknya mulai terkontaminasi.     

Javier berdiri setelah memastikan Olive sudah tertidur lelap.     

Dipandanginya wajah Olive yang cantik dan terlihat damai.     

Javier tidak tahan. Dengan lembut ia mendekatkan wajahnya. Pelan tapi pasti bibir mereka menempel satu sama lain.     

Jantungnya berdetak sangat kencang. Khawatir Olive akan terbangun. Tapi tidak, Olive sudah nyenyak dan kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Javier.     

Javier membuka mulutnya pelan dan mulai menjilati bibir Olive hingga merata, sesekali dia menghisap dan melumatnya penuh penghayatan. Mencium Olive sehalus mungkin agar dia tidak terganggu.     

Setelah bibir Olive membengkak karena ciumannya, Javier melepaskan tautan bibir mereka. Mengecup sekali lagi sebelum berdiri.     

"Selamat tidur, aku mencintaimu," bisik Javier sebelum keluar dari kamar Olive.     

Javier baru menutup pintu kamar Olive dan langsung berhadapan dengan ibu asuh Olive selama di kota Padang.     

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya ibunda Olive sambil melihat Javier curiga.     

"Aku saudaranya," jawab Javier santai.     

"Tidak ada saudara yang mencium adiknya dengan senafsu itu." Ibunda Olive ternyata memergoki Javier yang mengambil kesempatan dalam kesempitan tadi.     

"Aku bisa jelaskan," ucap Javier mempersilahkan ibunda Olive ke ruang keluarga.     

Selama seminggu ini Javier memang selalu di rumah sakit menjaga Olive. Sedang ibunda Olive ditangani oleh anak buahnya agar tidak mengganggu kebersamaan Javier dan Olive. Baru kali ini Javier akan membicarakan masalah mereka secara langsung.     

Javier miris saat pertama kali memasuki tempat tinggal Olive. Dia merasa semakin sedih melihat rumah standart yang ditempati pujaan hatinya selama ini.     

Meja, kursi dan semua perabotan yang terlihat sudah tua. Ranjang keras dan lantai yang sudah kusam. Javier harus segera membawa Jeannya kembali ke kehidupannya yang berkecukupan. Atau kalau Jean menolak Javier harus mencarikan rumah yang lebih layak huni dari pada tempat yang dia tinggali saat ini.     

"Jadi, siapa kamu sebenarnya?" tanya ibundanya Olive.     

"Aku Javier saudara pertama Jean atau ibu bisa memanggilnya Olive."     

"Kalau kamu saudaranya, kenapa menciumnya di bibir?" Tanya ibu Asih. Orang yang selama ini membesarkan Olive.     

"Kami hanya saudara angkat. Adik kandungku bernama Jean. Mengalami penyakit kelumpuhan total dan tidak mungkin bisa disembuhkan, tapi anehnya semua organ dalamnya sehat dan normal. Lalu pamanku berinisiatif mendonorkan organ dalamnya pada seseorang yang membutuhkan. Karena dia menganggap kalau adikku tidak selamat setidaknya ada bagian tubuhnya yang terus hidup."     

"Lalu suatu hari pamanku menemukan Jessica. Sama seperti Jean, Jessica juga mempunyai penyakit langka. Bedanya tubuh Jessica sehat tapi organ dalamnya tidak bisa berfungsi dengan sempurna. Kebalikan dari jean. Mengartikan maksudku?"     

Ibunda Olive mengangguk.     

"Akhirnya pamanku memutuskan menggabungkan mereka berdua. Tubuh Jessica dan organ dalam milik adikku Jean. Karena Jessica sudah tidak memiliki orang tua maka orangtuaku mengangkatnya jadi anak. Apalagi mereka juga tahu organ dalamnya memang milik adikku."     

"Lalu kenapa kamu memperlakukan adikmu seperti kekasihmu?"     

Javier menunduk. "Bagiku, Jean atau Olive memang kekasihku. Aku tidak pernah mengaggapnya adik. Jean adalah belahan jiwaku, tidak perduli bagaimanapun asal usulnya."     

"Aku tahu ini terlihat memalukan, tapi ... aku tidak bisa menghentikan hatiku untuk terus jauh cinta padanya. Toh ... kami tidak sedarah, DNA kami berbeda dan aku rasa itu bisa dimaklumi."     

"Ibu mungkin menganggapku aneh dan sinting. Hanya saja aku tidak akan bisa dan tidak akan pernah berhenti mencintai Jean. Jadi sebelumnya tolong Maafkan aku yang terlanjur gila karena mencintai adik sendiri. Dan jangan menyalakan Olive karena kelakuanku. Aku hanya tahu aku mencintainya dan akan terus berjuang agar dia kembali padaku."     

Ibunda Olive terhenyak. Baru kali ini dia bertemu dengan pemuda yang senekad itu. "Aku tidak bisa berkata apa-apa. Kamu tahu Olive sudah memiliki kekasih dan akan segera menikah. Aku tidak bisa membantumu tapi juga tidak bisa melarangmu. Dosa tidaknya hubungan kalian aku bukan pemuka agama yang bisa menghakimi."     

"Jujur saja Aku merasa tabu dengan perasaanmu pada olive. Walau kalian bukan kakak beradik kandung. Tapi, aku tetap merasa ini terlalu aneh."     

Javier mengangguk. "Aku mengerti. Dulu hal itu juga yang menyebabkan kedua orang tuaku memisahkan kami. Karena mereka tahu hubunganku dengan Olive bukan sebagai kakak beradik. Tapi sepasang kekasih. Sayangnya niat mereka yang ingin memisahkan aku dan Olive di dua negara malah berakhir dengan menghilangnya Olive sampai sekarang. Aku bersyukur akhirnya bisa menemukannya lagi. Disaat semua orang mengira Jean sudah meninggal. Aku berterima kasih pada ibu yang sudah menjaganya selama ini," ucap Javier tulus.     

Ibunda Olive mendesah. "Semua keputusan tentang hubungan kalian ada di tangan Olive. Jangan memaksakan kehendak dan jangan pernah membuatnya sedih. Karena walau dia bukan anak kandungku tapi aku menyayanginya layaknya anakku sendiri," ucap ibu Asih tegas.     

"Aku tidak akan pernah membuatnya sedih. Aku janji itu." Javier juga menjawab dengan penuh keyakinan.     

"Bahkan jika ternyata Olive lebih bahagia bersama Bayu?" tanya ibunda Olive menantang.     

Javier terdiam. Lalu menunduk sedih. "Iya, bahkan jika hanya Bayu yang bisa membuatnya bahagia. Aku akan berusaha menerimanya."     

Ibunda Olive puas mendengar jawaban Javier. "Istirahatlah, kamu boleh menginap disini kalau mau. Ada kamar Brian yang bisa kamu tempati mumpung dia masih kemah dan belum kembali." Ibunda Olive menunjuk sebuah kamar.     

"Trima kasih," ucap Javier sungguh-sungguh.     

"Jangan diam-diam memasuki kamar Olive saat tengah malam. Atau aku tidak akan pernah memperbolehkan kamu menginap lagi." Ibunda Olive memperingatkan.     

"Aku akan mengusahakannya." Javier tidak berani berjanji. Kalau kamar mereka bersebelahan, mana Javier bisa tahan tidak mengintip sedikit.     

"Selamat malam."     

"Malam."     

Javier masuk ke kamar Brian yang katanya adik Olive yang masih SMA dan mendapati berbagai poster dan perlengkapan bola disana.     

Tapi, bukan itu yang membuatnya terkejut. Ada satu sosok yang tidak asing duduk di kursi belajar milik Brian.     

"Pian?" gumam Javier heran.     

Sosok itu berdiri, terlihat mengambang tanpa ada kaki yang berpijak di lantai. Lalu sosok hitam itu menoleh ke arah Javier.     

Brugkhh.     

Javier terhenyak hingga jatuh saat melihat wajahnya.     

Bukan karena wajahnya rusak, penuh darah atau mengerikan.     

Tapi ... Wajahnya rata mennnn. Tidak ada mata, hidung apalagi bibir. Rata macam tembok habis didempul.     

"Oh, shit."     

Javier benci makhluk tak kasat mata.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.