One Night Accident

HEAD OVER HEELS 8



HEAD OVER HEELS 8

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Udah siap?" tanya Javier saat melihat Olive sudah rapi.     

"Javier aku bisa berangkat sendiri." Olive sudah sembuh dan hari ini dia memutuskan mulai berangkat bekerja.     

"Tidak bisa. Aku yang antar jemput. Kalau tidak kamu enggak usah kerja." Javier keukuh. Dia kan juga mau mengamati Olive saat bekerja. Atau sekedar melihat dari jauh juga enggak apa-apa. Yang penting Olive selalu ada didalam jarak pandangnya.     

"Terus, kalau aku enggak kerja. Siapa nanti yang bantuin biaya sekolah Pian. Hmmm." Olive sebenarnya ingin  mengatakan bagaimana dia akan menikah kalau tabungannya tidak bertambah. Tapi, dia urungkan karena tahu, Javier masih tidak terlalu suka dengan Bayu.     

"Kamu enggak usah kerja juga enggak bakal sengsara Olive. Biar aku saja yang kerja, kamu dirumah duduk manis habisin duit dariku." Javier tidak suka Olive kecapekan. Bagaimanapun organ dalam Olive sudah 20 tahun enggak diperiksa. Padahal normalnya 5-10 tahun hasil transplantasi harus  diupgrade. Bagaimana kalau ada yang bermasalah.     

"Kamu duit dari mana? Kerja juga enggak." Olive mengambil tas dan mulai memakai sepatunya.     

"Aku kan lagi cuti. Makanya kamu ikut sama aku ke Jakarta saja ya," bujuk Javier untuk kesekian kalinya. Javier memang belum mengatakan pada Olive kalau dia adalah anak raja Cavendish. Yang Olive dan keluarganya tahu dia adalah anak orang kaya. Hanya itu.     

"Kamu sudah tiga Minggu di sini. Kerja apa yang bisa cuti seenaknya begitu?"     

"Aku sudah lima tahun nggak cuti. Jadi sekarang bisa cuti selama yang aku mau. Makanya ke Jakarta yuk, biar aku bisa kerja dan nggak cuti kelamaan," bujuk Javier lagi.     

"Kalau mau ke Jakarta ya ke Jakarta saja. Aku enggak apa-apa. Kamu kalau kangen bisa jenguk aku di sini. Lagian kalau aku ke Jakarta trus ibu sama Pian bagaimana?"     

"Ikut jugalah. Nanti aku beliin rumah sekalian." Rayu Javier.     

Olive menatap Javier lelah. "Tidak semudah itu Javier. Kita sudah tinggal di sini lama. Tidak bisa pindah semudah itu. Lagi pula, aku kan nanti menikah dengan Bayu. Jadi akan tinggal sama Bayu disini bukan tinggal sama kamu di Jakarta."     

Jelbbb.     

Javier langsung memalingkan wajahnya. Hatinya terluka lagi. Dan ini penolakan Olive untuk kesekian kali, mungkin Javier masih harus menghadapi penolakan-penolakan yang lain. Tapi mendengar si Bayu masih saja tetap menjadi nomor satu. Javier mulai merasa akan kalah saing.     

"Ayo aku antar," ucap Javier berdiri dan langsung menuju halaman. Tidak ingin Olive melihat wajah kecewanya.     

Olive mendesah. Sepertinya dia salah bicara. Tapi, mau seperti apapun keadaannya. Fakta adalah fakta. Dan Olive itu kekasih Bayu wajar kalau ingin menikah dengan Bayu. Bukan dengan Javier yang mengaku saudara dan tunangan yang sama sekali tidak Olive ingat. Mana kata Javier mereka pacaran waktu usia 10 tahun. Pastilah itu hanya cinta monyet. Tidak seperti hubungannya dengan Bayu yang sudah sama-sama dewasa dan mengerti apa itu cinta dan realita.     

Mengingat Bayu. Olive jadi ingat kalau dia belum memberitahu Bayu usianya yang sebenarnya. Dia tidak mau berbohong dengan pacarnya itu.     

Olive ikut masuk ke mobil dan Javier langsung menjalankan mobilnya tanpa bicara sama sekali.     

"Nanti pulang kerja tidak usah menjemputku," pinta Olive.     

Javier mengernyit. "Kenapa? apa ada acara?" tanya Javier tidak rela jika Olive mengabaikan dirinya.     

"Aku mau mampir ketempat Bayu."     

Javier langsung menggenggam erat kemudi. Bayu lagi Bayu lagi. Kapan otak Olive terbuka dan mengingatnya. Kenapa Bayu memenuhi seluruh kehidupannya.     

"Tidak apa-apa. Nanti aku antarkan ketempat Bayu," ucap Javier sambil menahan rasa sesak didadanya.     

Javier memang bodoh jika sudah menyangkut Jean.     

Mau Jean menusuknya dengan belati Javier tetap akan mencintainya.  Karena Javier sudah pernah berjanji. Jika suatu hari dia bisa bertemu lagi dengan Jean. Dia akan melakukan apapun untuk membahagiakan dirinya.     

Jika bertemu Bayu bisa membuat Jean bahagia. Walau berat meski sakit. Javier akan mengantarkan Jean ketempat orang yang dia cintai.     

Intinya semua demi Jean. Apapun itu.     

Javier tidak pernah menyesal mencintai Jean. Yang dia sesali hanya waktu yang tidak bisa dia kembalikan untuk meraihnya.     

Javier datang dengan waktu yang terlambat. Dia hadir saat Jeannya sudah mencintai orang lain dan melupakan dirinya.     

Sepertinya Javier memang hanya akan berakhir menjadi orang yang mengawasi dan membahagiakan Jean dari jauh.     

Tidak untuk memilikinya.     

***     

"Olive, itu siapa? Kamu selingkuh ya?" tanya Widia teman kerjanya.     

"Iya lho. Olive gebetannya bule ya sekarang," sahut Danu yang juga bekerja sebagai kasir.     

"Apa sih kalian. Curigaan. Itu kakaku." Bantah Olive mulai menata dan mempersiapkan kasir.     

"Kakak ketemu gede," goda yanuar baru datang.     

"Bukan kakak-adek beneran. Jadi ternyata aku itu bukan anak kandung ibu aku yang disini. Tapi bapak ibu kandungku orang India dan mereka sudah meninggal. Lalu keluarga Javier mengangkat aku jadi anak tapi baru dua tahun aku ilang dan ketemu ibu Asih." Olive menjelaskan singkat apa yang pernah dikatakan Javier sambil. menunjuk Javier yang masih betah didalam mobil di luar minimarket tempatnya bekerja.     

"Pantes wajahmu kayak ada timur tengahnya, atau ala-ala turki. Ternyata turunan india to." Danu mengamati wajah Olive.     

"Weiss, berarti kamu anak angkat orang kaya dongk. Bule lagi." Widia menyahut.     

"Katanya sih begitu."     

"Asekkkk, Olive jadi kaya sekarang. Jangan lupa traktirin kita ya kalau beneran jadi orang kaya." Danu menggodanya.     

"Apaan sih kalian. Yang kaya keluarga Javier, bukan aku. Aku masih Olive lama. Kasir di minimarket ini."     

"Olive? kamu udah sembuh?"     

Olive menoleh dan melihat Laras teman akrabnya baru datang. "Alhamdulillah udah. Kamu sift pagi juga?"     

"Iya, soalnya Minggu kemarin udah sift malam. Ngomong-ngomong itu di depan minimarket siapa? Bule nyasar? ganteng banget gila." Laras mengedip-ngedip kearah Javier.     

"Itu kakak aku yang aku ceritain di Wa." Olive dan Laras memang lumayan akrab.     

"Serius? Astaga Olive nanti kenalin ke aku ya? Kasihanilah temanmu yang jomblo ini. Siapa tahu kakakmu demen sama cewek burik macem aku. Biasanya bule kan seleranya aneh-aneh."     

"Enak saja, kenalin ke aku dulu ya Liv," bujuk Widia.     

"Iya ... nanti aku kenalin kalian semua."     

"Laras, kamu telat bukannya siap-siap malah ngerumpi," tegur Yanuar yang memang leader disana.     

"Hehe, Sory ya semua, agak telat tadi ban motorku bocor."     

"Halah, sudah sana ganti baju. Jangan pada ngegosip melulu. Bubar ... Kerja-kerja." Yanuar memerintah semuanya.     

Akhirnya mereka membubarkan diri dan mulai bekerja.     

Begitu Javier melihat Olive sibuk. Javier mulai menjalankan mobilnya. Tidak mau mengganggunya. Apalagi Javier bisa melihat ada sesuatu di dalam minimarket itu.     

Javier memang sering melihat makhluk halus. Tapi, bukan berarti dia suka. Javier tetap menghindari makhluk-makhluk yang membuatnya tidak nyaman. Berwajah rusak misalnya, seperti yang ada di minimarket.     

Mungkin itu penjaga atau makhluk pesugihan dari pemilik minimarketnya.     

***     

"Nak Javier." Javier baru masuk ke dalam rumah Olive dan mendapati ibu Asih di sana. Tumben ibu Asih tidak bekerja.     

"Iya."     

"Duduklah sebentar. Ada yang ingin ibu bicarakan."     

Javier duduk di depan ibu Asih.     

"Sebelumnya ibu minta maaf. Tapi ini demi kebaikan kalian kamu juga."     

Ibu Asih terdiam sebentar.     

"Nak Javier memang kakaknya Olive. Tapi tetangga mulai bergunjing karena nak Javier yang tinggal disini terlalu lama. Katanya, tidak pantas seorang lelaki tinggal serumah dimana masih ada anak perawan di dalamnya. Apalagi nak Javier hanya kakak angkat. Bukan kakak kandung Olive."     

"Ibu tidak bermaksud mengusir, tapi nak Javier kalau memang berniat masih lama di kota Padang alangkah lebih baik kalau mencari kos atau kontrakan untuk sementara."     

Javier tersenyum dia sama sekali tidak tersinggung. Dan Javier  memang sudah berencana meninggalkan rumah Olive. Tapi tidak sendirian. Dia akan membawa serta Olive dan keluarganya.     

"Kebetulan ibu membicarakan ini. Ada sesuatu yang ingin Javier perlihatkan. Bisa ikut Javier sebentar?"     

Ibu Asih mengangguk.     

Javier lalu mengajak ibu Asih menuju mobil dan masuk. Ibu Asih sebenarnya bingung tapi tetap mengikuti Javier. Mengunci pintu lalu berjalan  dan masuk ke dalam mobil.     

Javier menjalankan mobilnya dengan tenang selama hampir tiga puluh  menit. Begitu sampai ditempat tujuan mereka langsung disambut seorang pria berusia sekitar 40 tahun.     

"Mau pindah sekarang pak?" tanya pria tersebut.     

"Tidak, ibu Asih mau melihat dulu." Javier membawa ibu Asih masuk ke dalam sebuah rumah baru. Rumah yang biasa bisa dikreditkan. Tidak sebesar rumah Javier di Jakarta  tapi tetap merupakan rumah yang wah untuk keluarga Olive. Karena berlantai dua.     

Sebenarnya Rumah itu sudah Javier  beli dari seminggu yang lalu. Bukan rumah mewah karena Javier masih berencana memboyong seluruh keluarga Olive ke Jakarta. Ini hanya rumah sederhana tapi tentu saja lebih layak dari rumah yang sekarang ditinggali oleh Olive.     

"Bagaimana? Ibu suka?" tanya Javier.     

"Maksud nak Javier apa ya?"     

"Silahkan duduk dulu. Pak, bisa tinggalkan kami berdua?" Javier mempersilahkan ibu Asih dan meminta kepada lelaki yang menyambutnya tadi pergi dulu.     

"Sebelumnya Javier juga mau minta maaf. Bukan maksud Javier merendahkan. Tapi, Javier tidak suka Olive tinggal dirumah ibu sekarang karena menurut Javier rumah itu terlalu kecil untuk menampung kalian bertiga."     

"Makanya Javier membeli rumah ini untuk Ibu. Javier berharap ibu, Pian dan terutama Olive mau tinggal disini. Walau sebenarnya aku ingin mengajak kalian semua pindah ke Jakarta. Tapi, Olive sepertinya belum berminat dan belum siap. Kecuali ibu mau ke jakarta dan bisa membujuk Olive. Aku akan senang jika kalian mau ikut saya." Javier mengambil kunci dan surat-surat rumah dengan nama ibu Asih di dalamnya.     

"Semua masalah pembayaran sudah saya lunasi. Ibu tinggal bilang sama bapak Edo. Orang yang menyambut kita tadi. Jika ibu sudah mau pindah kesini. Agar Pak Edo membantu Ibu pindahan. Walau sebenarnya semua perabotan sudah aku lengkapi. Tapi, pasti ada beberapa barang dari rumah lama yang ingin ibu bawa."     

Ibu asih menatap surat-surat di depannya dengan tidak percaya.     

"Subhanallah. Tidak seharusnya kamu mengatasnamakan rumah ini dengan namaku nak. Aku bukan siapa-siapamu. Harusnya kalau memang kamu membeli rumah. Berikan pada Olive. Ibu Tidka berhak atas semua ini." Ibu Asih mengembalikan kunci dan surat ke hadapan Javier.     

"Tidak. Rumah ini untuk ibu. Anggap saja ucapan terima kasih karena sudah menjaga Olive selama ini. Percayalah, Olive dirawat dan dijaga orang sebaik ibu. Keluargaku pasti akan merasa berhutang Budi. Dan menurut kami ini tidak seberapa dibandingkan kasih sayang yang ibu curahkan untuk Olive. Jadi Javier mohon, tolong diterima. Setidaknya jika Olive nanti tidak mau aku bawa ke Jakarta dia memiliki tempat pulang yang nyaman."     

Javier menyebrangi meja dan duduk dihadapan Bu. Asih penuh dengan wajah memohon. "Tolong diterima. Biarkan keluargaku tidak merasa bersalah karena sudah melewatkan masa-masa pertumbuhan Olive."     

Ibu.Asih meneteskan air mata. Dia merawat dan menyayangi Olive tanpa pamrih. Siapa sangka sekarang malah mendapat anugerah sebesar ini. "Terima kasih," ucap ibu asih tidak bisa berkata apa-apa.     

"Kami yang harus berterima kasih pada ibu. Terima kasih sudah menjaga Olive selama ini. Olive sangat penting dan berarti untukku dan keluargaku. Jadi, aku ingin bisa membahagiakan Olive dan semua yang dia sayangi." Javier.     

"Kamu baik sekali, beruntung Olive memiliki keluarga seperti kalian." Ibu asih menepuk tangan Javier.     

"Olive lebih beruntung karena memiliki ibu seperti anda." Javier tersenyum berterima kasih.     

"Mau Javier ajak berkeliling?" Ajak Javier dan langsung disanggupi oleh ibu Asih.     

Javier dengan sabar menunjukkan tiap ruangan dengan semangat. Jika nanti Olive benar-benar tidak bisa dijangkau olehnya. Setidaknya  Olive dan keluarganya memiliki rumah yang layak.     

Yang tentu saja sudah Javier beri cctv agar bisa selalu melindungi dan memantaunya.     

Lebih tepatnya. Melihatnya dari jauh. Walau hanya dari layar cctv belaka.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.